Tanah Genting Korintus

Fotografi udara Tanah Genting Korintus.
Berlayar melewati Tanah Genting Korintus, menggunakan Terusan Korintus.

Tanah Genting Korintus adalah jembatan darat sempit yang menghubungkan Semenanjung Peloponnesos dengan sisa daratan Yunani, di dekat kota Korintus. Tanah genting ini dikenal pada zaman dunia kuno sebagai markah tanah yang memisahkan Peloponnesos dari daratan Yunani. Pada abad pertama Masehi ahli geografi Strabo[1] mencatat sebuah prasasti di Tanah Genting Korintus, yang mengandung dua epigrafi. Satu menghadap Timur, yakni Megara, berbunyi: "Di sini bukan Peloponnesos, tetapi Ionia" (τάδ᾽ οὐχὶ Πελοπόννησος, ἀλλ᾽ Ἰωνία) dan yang menghadap Barat, yakni Peloponnesos: "Di sini merupakan Peloponnesos, bukan Ionia" (τάδ᾽ ἐστὶ Πελοπόννησος, οὐκ Ἰωνία); Plutarch mengaitkan pendirian prasasti tersebut bagi pahlawan Attic Theseus, dan perjalanannya menuju Athena.[2]

Di sebelah barat tanah genting ini adalah Teluk Korintus, dan di sebelah timurnya adalah Teluk Saronik. Sejak tahun 1893, Terusan Korintus selebar 6,3 km telah membagi dua tanah genting ini, yang secara efektif menyebabkan Peloponnesos menjadi sebuah pulau. Saat ini, dua jembatan jalan, dua jembatan jalan kereta api, dan dua jembatan tenggelam di kedua ujung terusan menghubungkan sisi daratan tanah genting dengan sisi Peloponnesos. Juga sebuah jembatan darurat militer terletak di ujung barat terusan.

Sejarah terusan

Gagasan bagi sebuah jalan pintas untuk menghemat waktu kapal yang berlayar mengelilingi Peloponnesos sudah lama dipertimbangkan oleh bangsa Yunani Kuno. Usaha pertama untuk membangun sebuah terusan di sana dilakukan oleh raja zalim Periander pada abad ke-7 SM. Dia menelantarkan proyek tersebut karena kesulitan teknis, dan sebagai pengganti dia membangun sebuah jalan batu melewati darat yang lebih sederhana dan lebih murah, bernama Diolkos, sebagai jalan pengangkutan perahu. Sisa-sisa Diolkos masih ada sampai saat ini di sebelah terusan modern.

Ketika bangsa Romawi menguasai Yunani, sejumlah solusi berbeda dicoba. Julius Caesar memprediksi keuntungan dari sebuah jaringan bagi Colonia Laus Iulia Corinthiensis yang baru dibangunnya. Pada masa pemerintahan Tiberius, para insinyur mencoba menggali terusan, tetapi gagal karena kurangnya peralatan modern. Sebagai gantinya, mereka membangun sebuah peralatan Mesir Kuno: kapal-kapal digelindingkan melewati tanah genting di atas kayu bulat, seperti orang Mesir menggelindingkan balok granit untuk membuat piramida mereka. Cara ini digunakan pada tahun 32 M. Pada tahun 67 M, kaisar Romawi filhelen Nero memerintahkan 6.000 budak untuk menggali terusan dengan sekop. Sejarawan Flavius Josephus menulis bahwa 6.000 budak tersebut adalah para perompak Yahudi, ditawan oleh Vespasian pada masa peperangan Yahudi.[3] Menurut Plinius yang Tua, pekerjaan itu membuat kemajuan empat stadia (sekitar 5/8 kilometer).[4] Tahun berikutnya Nero meninggal, dan penggantinya Galba meninggalkan proyek ini karena terlalu mahal.

Di zaman modern, gagasannya pertama kali diajukan dengan serius pada tahun 1830, segera setelah kemerdekaan dari Kekaisaran Utsmaniyah, dan selesai pada tahun 1893 setelah pekerjaan selama sebelas tahun.

Pemandangan Tanah Genting Korintus dari barat laut

Upaya pelestarian

Dekat terusan ini membentang sebuah jalur batu kuno, yakni Diolkos, yang pernah digunakan untuk menyeret melalui darat. Ada kekhawatiran utama mengenai pelestarian jalan ini. Para aktivis Yunani menyerukan upaya yang lebih besar dari pemerintah Yunani untuk melindungi situs arkeologi ini.[5]

Tembok Hexamilion

Tembok Hexamilion adalah sebuah tembok pertahanan Romawi yang dibangun di sepanjang Tanah Genting Korintus yang menjaga satu-satunya rute darat menuju Semenanjung Peloponnesos dari daratan Yunani.

Galeri

37°56′29″N 22°59′16″E / 37.94139°N 22.98778°E / 37.94139; 22.98778

Referensi