Sastra Jendra Hayuningrat adalah suatu kitab atau ajaran suci berasal dari Tuhan yang merupakan rahasia dari agama yang dapat menyelamatkan umat dan dunia semesta yang terdapat dalam kisah pewayangan.[1][2][3]Arti kata Sastra Jendra Hayuningrat berdasarkan tiap kata dapat diartikan Sastra berupa tulis, ilmu atau kitab.[1]Jendra berarti milik raja atau diidentikan dengan Tuhan. Hayuningrat berarti keselamatan umat dan dunia semesta.[1]Sastra Jendra Hayuningrat ini identik dengan budaya Jawa dan kisah wayang Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi.[1]
Makna Sastra Jendra Hayuningrat
Ngelmu wadining bumi kang sinengker Hyang Jagad Pratingkah.[4] Artinya: Ilmu rahasia dunia atau alam semesta yang dirahasiakan atau berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.[4][3]
Pangruwating barang sakalir.[4] Artinya: Dapat membebaskan dan menyelamatkan segala sesuatu.[4][3]
Kawruh tan wonten malih.[4] Artinya: Tiada ilmu pengetahuan lain lagi yang dapat dicapai oleh manusia.[4][3]
Pungkas-pungkasaning kawruh.[4] Artinya: Ujung dari segala ilmu pengetahuan atau setinggi-tingginya ilmu yang dapat dicapai oleh manusia atau seorang sufi.[4][3]
Sastradi.[4] Artinya: Sastra Adiluhung atau ilmu yang luhur.[4][3]
Riwayat
Dalam tradisi sastra Jawa Kuno istilah Sastra Jendra Hayuningrat dikenal dalam teks Uttarakanda Jawa Kuno.[5] Teks Uttarakanda Jawa Kuno adalah gubahan dari teks Uttarakanda Sansekerta pada akhir 10 Masehi.[5] Teks Uttarakanda Jawa Kuno berisi tentang kisah Rahvanotpatti atau kelahiran Rahwana.[5] Isinya tentang keinginan Sumali untuk mengawinkan putrinya yang berwajah raseksi bernama Kaikasi dengan Visrava, dengan harapan supaya ia memperoleh keturunan yang menyerupai Vaisravana, seorang dewa cemerlang.[5] Pada zaman Majapahit tahun 1379 M kisah Ravanotpatti ini digubah kembali oleh Mpu Tantular menjadi Kakavin Arjunavijaya.[5]
Kisah Wisrawa dan Sukesi
Prabu Sumali mengumumkan sayembara bahwa siapa yang bisa menjabarkan ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, akan menjadi suami dari Dewi Sukesi.[6] Ilmu yang disayembarakan ini adalah ilmu yang hanya diketahui oleh para dewa.[6] Di kerajaan Lokapala, Prabu Danaraja meminta ayahnya Begawan Wisrawa untuk meminang Dewi Sukesi.[6] Berangkatlah Begawan Wisrawa ke negeri Alengka untuk meninang Dewi Sukesi.[6]
Karena ilmu yang diajarkan oleh Begawan Wisrawa adalah ilmu rahasia maka penjabaran ilmu tersebut dilakukan di tempat tertutup oleh Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi.[6] Pada saat menjabarkan ilmu tersebut terjadilah keributan di kahyangan akibat ilmu tersebut.[6] Untuk mencegah ilmu itu tersebar, Batara Guru dan Dewi Uma menyusup ke dunia.[6] Batara Guru masuk ke dalam Begawan Wisrawa, sedangkan Dewi Uma masuk ke dalam Dewi Sukesi.[6] Lalu terjadilah hubungan intim di antara Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi.[6]
Karena peristiwa tersebut, Begawan Wisrawa dinikahkan dengan Dewi Sukesi.[6] Prabu Danaraja yang mendengar kabar tersebut menjadi sangat marah karena dikhianati oleh ayahnya sendiri.[6] Prabu Danaraja mengirimkan pasukan dari Lokapala untuk menggempur Alengka.[6] Sewaktu Begawan Wisrawa dan Prabu Danaraja perang tanding, turunlah Batara Narada untuk memberitahukan kepada Prabu Danaraja bahwa Dewi Sukesi adalah jodoh ayahnya.[6]
Rujukan
^ abcd Ir.Sri Mulyono (1980). Tripama, Watak Satria dan Sastra Jendra. Jakarta: Gunung Agung. hlm. 117.