Radar Banjarmasin adalah koran harian yang terbit di Kalimantan Selatan sejak 25 Januari 2001. Radar Banjarmasin diterbitkan oleh PT Duta Banua Banjar, yang merupakan bagian dari jaringan media nasional Jawa Pos News Network dengan induk harian Jawa Pos. Saat ini, Radar Banjarmasin terbit setiap harinya dengan 20 halaman.
Radar Banjarmasin juga aktif menggelar kegiatan diskusi dan seminar lewat Radar Banjarmasin Forum. Di bidang sosial, Radar Banjarmasin bersama sejumlah pekerja sosial mendirikan Radar Banjar Peduli (RBP), lembaga nirlaba sosial, penanggulangan bencana dan penanganan kesehatan masyarakat secara gratis.
Sejarah
Saat memulai debut, Radar Banjarmasin belumlah bernama begitu. Tanggal 25 Januari 2001, koran ini beken dikenal publik sebagai Radar Banjar, tanpa masin. Para pencinta surat kabar, bahkan setelah 21 tahun berlalu, masih banyak menyebutnya begitu.
Awalnya, koran ini adalah sisipan dari Jawa Pos. Terbit 8 halaman, dipasarkan dengan menebeng surat kabar induk di wilayah Kalsel. Radar Banjar kala itu hanya dikawal 7 orang jurnalis dan 2 redaktur, termasuk pemimpin redaksi. Sisanya, divisi percetakan yang diboyong dari Kaltim Pos, induk semang media ini. Boleh dikata, Kaltim Pos adalah bapak, Jawa Pos eyangnya.
Meski infrastruktur bangunan kantor pusat di Jalan A Yani Km 26,9 Landasan Ulin Banjarbaru, belum sepenuhnya rampung, koran ini tak mau melewatkan momentum. Semangat menggebu para kru tak boleh lembek gara-gara menunggu kantor selesai.
Untunglah, rancang bangun gedung mendahulukan kompartemen ruang mesin cetak. Bagian ini kelar duluan bersama instalasi kelistrikan. Begitu pula jaringan internet.
Di Banjarmasin, kantor juga disiapkan secara instan. Sebuah rumah di tepi Jalan Brigjen Hasan Basri (Kayu Tangi) disewa. Persis berseberangan dengan mini market Tulip. Toko perbelanjaan yang sekarang berubah nama.
Di rumah kecil inilah dapur redaksi mengepul. Menyajikan berita dan informasi hangat tentang peristiwa dan kejadian di Banua. Kami menyebutnya Kantor Biro Banjarmasin, dikepalai H Asmuni.
“Bismillah, segera terbitkan edisi perdana,” kata H Zainal Muttaqin, Dirut PT Duta Banua Banjar (nama badan hukum Radar Banjar), sekaligus CEO Kaltim Pos Group, tiga hari sebelum 25 Januari 2001.
Perintah bergulir ke bawah. General manager pertama, sekaligus pemimpin redaksi, Erwin D Nugroho, menginstruksikan semua divisi bergerak. Seperti senapan, tekan picu, melesat tak ragu.
Para wartawan bekerja tak kenal lelah. Menggali isu, menembus narasumber, dan menulisnya. Para redaktur memberikan sentuhan dan pendalaman, hingga berita yang tersaji akurat, bisa dipertanggungjawabkan, plus memenuhi kode etik jurnalistik.
Produk redaksi ini kemudian di-composing para layout, lantas dicetak dengan mesin buatan Jerman. Ini juga menjadi sejarah baru dalam industri perkoranan. Jawa Pos dicetak di Kalsel dari jarak jauh. Kedua koran ini lantas didistribusikan ke pelanggang dan pasar eceran.
Kehadiran koran sisipan ini mendapat respons positif warga bumi Lambung Mangkurat. Oplah Jawa Pos di Kalsel melonjak naik dalam tiga bulan berjalan.
Fenomena ini melahirkan terobosan baru. Radar Banjar lebih cepat diusulkan lepas dari sisipan, diizinkan berdiri sendiri. Sejak tahun 2002 menjadi surat kabar seutuhnya. Dari 8 berubah menjadi 16 halaman.
Rumah mungil di Kayu Tangi itu, setelah setahun berjalan dirasa tak refresentatif lagi. Dari pinggiran, Biro Banjarmasin pindah ke tengah kota. Sebuah ruko lantai 3 dikontrak dalam jangka waktu 5 tahun. Lokasinya strategis, bertetangga dengan rumah dinas Gubernur Kalsel, berseberangan Masjid Raya Sabilal Muhtadin.
Radar Banjar hadir menjadi pesaing sengit koran-koran yang sebelumnya eksis di provinsi ini. Dengan gaya luwes, enak dibaca, kritis, dan mencerdaskan, tentu saja mendapat perhatian publik.
Kebutuhan informasi, berita, dan kepentingan bisnis media, membuat Radar Banjar bertransformasi. Terus berupaya menyajikan yang terbaik untuk pembaca. Tak hanya pada konten dan pengemasan isu, juga branding dan bisnis perusahaan.
Dengan berbagai pertimbangan khusus, nama media akhirnya berevolusi. Radar Banjar dianggap kurang gurih, karena belum menunjukkan jati diri sebuah tempat.
Adalah Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos waktu itu, mampir ke Banjarmasin. Ia menggagas ide. Tentang sebuah nama. Radar Banjar dianggap terkesan pada kesukuan. “Kenapa tak dilengkapkan saja. Banjar menjadi Banjarmasin,” ucapnya.
Sejak itu, tercetuslah nama yang hingga kini melekat; RADAR BANJARMASIN. Dengan tagline “Pelopor Inovasi Selalu Lebih Maju”.
Itulah fase awal sejarah perjalanan Radar Banjarmasin dengan dinamika dan geliatnya.
Bisnis media tak sekadar menjalankan fungsi keredaksian. Tetapi, harus ditopang kekuatan jaringan bisnis yang mumpuni . Realitas itu membuat perusahaan ini berbenah.
Fase berikut ini ditandai dengan perubahan manajemen. Sesuatu yang lumrah. Darah segar harus dipompa untuk melahirkan kreativitas dan inovasi. Menyeimbangkan idealisme dan kepentingan bisnis.
Nakhoda Radar Banjarmasin berganti. H Suriansyah Achmad menjadi komandan kedua. Awalnya menjabat sebagai general manager, seiring pesatnya pertumbuhan perusahaan, jabatan berubah menjadi direktur, dan sejak beberapa tahun terakhir sebagai direktur utama, hingga sekarang.
Tagline baru diusung. “Pelopor Inovasi Selalu Lebih Maju”, berganti menjadi “Paling Paham Soal Banua”. Segala informasi dan berita kelokalan menjadi prioritas. Halaman-halaman utama koran ini menyajikan isu dan dinamika kekinian yang terjadi di Banua. Menyasar semua sektor. Politik, hukum, peristiwa, pemerintahan, ekonomi, olahraga, sosial, seni-hiburan.
Halaman koran pun semakin tebal. Dari 16, 24, dan 28 halaman. Konsekuensinya, kebutuhan sumber daya personel juga meningkat. Rekrutmen dibuka, tetapi hanya yang berjodoh dan punya komitmen sanggup bertahan. Bekerja di media cetak memang beda dengan profesi lain.
Di keredaksian saja, hingga kini sudah tercatat 138 orang MR (magang redaksi). Rekrutmen tak main-main. Wajib berjenjang, sebelum diangkat sebagai karyawan. Begitu pun pada staf dan bisnis perusahaan. Bahkan, di tengah perjalanan, ada saja karyawan yang undur diri atau dipecat.
Masalah, pastilah selalu datang menerpa. Namun, di bawah pengelolaan manajemen yang andal dan profesional, aneka badai yang datang selalu mampu diredakan.
Beberapa persoalan pernah melanda. Di tahun 2005, Radar Banjarmasin nyaris kehilangan kepercayaan publik. Bukan karena isi dan konten berita, namun disebabkan kerusakan mesin cetak.
Kala itu, cetak koran babak belur. Berita dan foto yang disajikan bikin sakit mata yang memandang. Displai iklan juga serupa. Satu per satu pelanggan koran dan pemasang iklan berhenti. Apa jadinya surat kabar tanpa mereka?
Manajemen akhirnya memutuskan untuk cetak jarak jauh di Balikpapan, Kalimantan Timur. Setiap hari, dari Banjarbaru para sopir bergegas ke wilayah Gunung Rambutan, perbatasan Kalsel-Kaltim.
Koran yang telah dicetak di provinsi tetangga itu, dijemput di sana. Kemudian baru dibawa dan didistribusikan di Banua. Berakibat distribusi koran telat sampai ke pembaca. Sebab jarak antara Banjarbaru – perbatasan itu sekitar 300 Km lebih. Bayangkan setiap hari harus bolak balik.
Problem datang empat tahun kemudian. Di tahun 2009, belasan karyawan mengundurkan diri berjamaah di hari yang sama. Mereka boyongan, pindah ke media baru yang akan terbit. Tak cuma kru redaksi (wartawan dan redaktur), pemasaran, hingga security pun turut serta.
Untunglah, pasukan tersisa bukan bermental tempe. Semua bersatu, saling mengisi kekosongan. Satu pekan yang melelahkan, sekaligus membanggakan. Karyawan-karyawan baru dengan cepat direkrut. Mereka bekerja sambil belajar.
Badai berat berikutnya terjadi dua tahun lalu. Sejak pandemi Covid-19 melanda dunia. Di Indonesia, juga Kalsel. Salah satunya, karena lesu dan melemahnya perekonomian. Mengakibatkan semua sektor melakukan efisiensi.
Di tahun 2020, beberapa bulan setelah pandemi membatasi aktivitas masyarakat, Radar Banjarmasin dengan terpaksa memberlakukan kebijakan pengetatan. Bahkan, sampai mengurangi gaji karyawan. Tak banyak, hanya 5 persen. Kondisi darurat ini tak berlangsung lama, hanya sekitar 5 bulan. Setelah itu, kembali normal. Hingga sekarang.
Kebersamaan, solidaritas, soliditas, dan saling memahami situasi, membuat mampu bertahan dari efek pagebluk. Radar Banjarmasin tak sampai harus mem-PHK atau merumahkan karyawan.
Di tempat lain, keprihatinan melanda. Beberapa surat kabar besar, mengumumkan berhenti terbit. Sebagian lagi, beralih total ke platform digital.
Disrupsi dalam beberapa tahun terakhir ini ramai diperbincangkan. Sering diartikan sebagai gangguan yang mengakibat industri tertentu tidak berjalan akibat munculnya kompetitor baru. Masalah ini tak terkecuali terjadi di media massa, koran salah satunya.
Gejala itu akibat masifnya teknologi baru dan canggih yang tak berbatas ruang dan waktu. Itulah internet dengan gawai. Media informasi bermetamorfosis dengan hanya meng-klik. Berbagai media sosial sebagai salurannya, orang kini dengan mudah mengakses apa pun. Pemanfaatannya yang begitu mudah, kini menjadi pilihan sebagian masyarakat.
Sebuah ancaman? Tentu saja, Jika tak diantisipasi dengan serius. Realitas ini telah disikapi Radar Banjarmasin. Penyesuaian diri, adaptif, dan strategi jitu dikembangkan.
Era globalisasi berbasis teknologi digital tidak mesti meninggalkan media cetak. Solusi cerdas adalah memadukan pola konvensional (kertas koran) dengan digitalisasi (e-paper), disokong platform media sosial. Satu sisi tradisi pelanggan masih terjaga, sisi lainnya berita dan informasi yang disajikan menjangkau pembaca yang lebih luas dan jauh. Dengan ini, kepentingan bisnis perusahaan pers pun diharapkan terjaga baik.
Tagline
Radar Banjarmasin mempunyai motto atau laglin: "Paling Paham Soal Banua"
Lokasi Kantor
Terdapat dua kantor yang menyokong keberlangsungan Radar Banjarmasin, yakni kantor utama yang berada di Gedung Biru, Jalan Ahmad Yani Km 26,9 Landasan Ulun Kota Banjarbaru.
Di Banjarmasin, ada Kantor Biro yang beralamat di Jalan Bigjend H Hasan Basry No E-31 A, tepat di samping Simpang Gusti Kayutangi.
Pranala luar