Pulau Sulabesi atau Pulau Sula Besi atau Pulau Sanana adalah sebuah pulau di Kepulauan Sula, Kepulauan Maluku, Indonesia. Pulau ini secara administratif berada di dalam daerah Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara. Ibu kota Kabupaten Kepulauan Sula di Sanana Utara terletak di bagian timur pulau ini.[5] Pada tahun 2010, Pulau Sulabesi dihuni oleh penduduk sejumlah 48.892 jiwa, menjadi pulau berpenduduk terbanyak di Kepulauan Sula.[4]
Sejarah
Berdasarkan pemodelan komputer, Pulau Sulabesi diperkirakan menjadi salah satu wilayah yang dilewati oleh manusia yang bermigrasi menuju wilayah Paparan Sahul sekitar 65.000 tahun yang lalu. Penelitian arkeologis yang dilakukan di Desa Fat-Iba dan Manaf di Sulabesi Tengah serta di Desa Wai Lia, Sulabesi Timur memperoleh temuan di antaranya berupa cangkang Turbo, Trochus, cangkang dan kapak dari cangkang Tridacna, pecahan keramik, bagian gelang dari batu, tatal, hingga sisa tulang manusia dan binatang. Pengukuran usia dari temuan-temuan tersebut menghasilkan nilai usia yang tertua yaitu cangkang Tridacna dari Fat-Iba yang berumur 16.200-17.200 tahun.[2][6]
Sebuah benteng dapat ditemukan di Sulabesi yaitu Benteng De Verwachting yang dibangun Belanda pada tahun 1662.[7]Madu dan lilin merupakan salah satu komoditas utama yang diperdagangkan dari Sulabesi.[8] Pada penghujung abad ke-19, Pulau Sulabesi dan wilayah Kepulauan Sula telah tercatat sebagai daerah dari Keresidenan Ternate dan Kesultanan Ternate. Kepulauan Sula memiliki seorang Salahakan sebagai wakil Sultan Ternate yang berkedudukan di Sanana yang kala itu dihuni oleh sekitar 700 jiwa. Sang Salahakan mengatasi seoarang jurutulis, kapten krois, kapten kota, dan beberapa prajurit.[9] Saat konflik sektarian Maluku tahun 1999, dua orang dilaporkan tewas di Sulabesi akibat dibakar namun kekerasan tidak berlanjut atau berkembang baik di Sulabesi maupun Kepulauan Sula selama masa konflik.[10][11]
Geografi
Pulau Sulabesi terletak di bagian selatan Kepulauan Sula dan merupakan pulau terbesar ketiga di kepulauan tersebut setelah Pulau Taliabu dan Pulau Mangoli.[3] Pulau ini membentang dari utara ke selatan, berbeda dengan pulau-pulau di Kepulauan Sula lainnya yang membentang dari barat ke timur.[9] Tubrukan antara Benua Mikro Banggai-Sula dengan bagian timur dari Sulawesi menyebabkan pengangkatan struktural di wilayah Kepulauan Sula. Sederet patahan normal dapat ditemukan di bawah perairan Laut Banda di sebelah selatan Taliabu dan Mangoli serta di sebelah barat Sulabesi. Patahan-patahan tersebut berada di wilayah yang merupakan peralihan (continental-oceanic transition) antara kerak benua Banggai-Sula dengan kerak samudra Cekungan Banda Barat Laut. Sementara itu, ujung barat dari Zona Patahan Sorong dapat ditemukan di sebelah timur Selat Mangoli antara Sulabesi dan Mangoli.[2][12] Formasi yang dapat ditemukan di Sulabesi di antaranya adalah Formasi Bobong—di antaranya terdiri dari batuan sedimen seperti konglomerat, breksi, dan batu pasir—dan Formasi Buya yang terdiri atas batu serpih, batu lempunggampingan, serta batu pasir kuarsa dan kalkarenit.[13]
Wilayah Pulau Sulabesi memiliki iklim hutan hujan tropis (Af) dengan total curah hujan pada tahun 2019 sebesar 1.025 mm.[14][5] Pulau ini dapat diakses melalui jalur laut menuju pelabuhan di Sanana maupun jalur udara melalui Bandar Udara Emalamo.[15]
^ abde Clercq, F. S. A. (1890). Ternate: The Residency and Its Sultanate. Diterjemahkan oleh Taylor, P. M.; Richards, M. N. (1999). Washington, D. C.: Smithsonian Institution Libraries. doi:10.5479/sil.257041.39088000283481.
^Rudyawan, A.; Hall, R. (2012). Structural Reassessment of the South Banggai-Sula Area: No Sorong Fault Zone. Indonesian Petroleum Association Thirty-Sixth Annual Convention & Exhibition.
^Surono; Sukarna, D. (1993), Peta Geologi Lembar Sanana, Maluku 1 : 250.000, Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi