Pulau Sulabesi

Sulabesi
Geografi
LokasiLaut Seram, Laut Banda
Koordinat2°13′25″S 125°56′08″E / 2.2237°S 125.93547°E / -2.2237; 125.93547
KepulauanKepulauan Sula
Luas4.310 km2[1]
Titik tertinggi700 m[2][3]
Pemerintahan
NegaraIndonesia
ProvinsiMaluku Utara
KabupatenKabupaten Kepulauan Sula
KecamatanSanana, Sanana Utara, Sulabesi Barat, Sulabesi Selatan, Sulabesi Tengah, Sulabesi Timur
Kependudukan
Penduduk48.892 jiwa (2010)[4]
Kepadatan11 jiwa/km2
Info lainnya
Zona waktu
Peta

Pulau Sulabesi atau Pulau Sula Besi atau Pulau Sanana adalah sebuah pulau di Kepulauan Sula, Kepulauan Maluku, Indonesia. Pulau ini secara administratif berada di dalam daerah Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara. Ibu kota Kabupaten Kepulauan Sula di Sanana Utara terletak di bagian timur pulau ini.[5] Pada tahun 2010, Pulau Sulabesi dihuni oleh penduduk sejumlah 48.892 jiwa, menjadi pulau berpenduduk terbanyak di Kepulauan Sula.[4]

Sejarah

Benteng De Verwachting, Sanana, sekitar tahun 1900-1920.

Berdasarkan pemodelan komputer, Pulau Sulabesi diperkirakan menjadi salah satu wilayah yang dilewati oleh manusia yang bermigrasi menuju wilayah Paparan Sahul sekitar 65.000 tahun yang lalu. Penelitian arkeologis yang dilakukan di Desa Fat-Iba dan Manaf di Sulabesi Tengah serta di Desa Wai Lia, Sulabesi Timur memperoleh temuan di antaranya berupa cangkang Turbo, Trochus, cangkang dan kapak dari cangkang Tridacna, pecahan keramik, bagian gelang dari batu, tatal, hingga sisa tulang manusia dan binatang. Pengukuran usia dari temuan-temuan tersebut menghasilkan nilai usia yang tertua yaitu cangkang Tridacna dari Fat-Iba yang berumur 16.200-17.200 tahun.[2][6]

Sebuah benteng dapat ditemukan di Sulabesi yaitu Benteng De Verwachting yang dibangun Belanda pada tahun 1662.[7] Madu dan lilin merupakan salah satu komoditas utama yang diperdagangkan dari Sulabesi.[8] Pada penghujung abad ke-19, Pulau Sulabesi dan wilayah Kepulauan Sula telah tercatat sebagai daerah dari Keresidenan Ternate dan Kesultanan Ternate. Kepulauan Sula memiliki seorang Salahakan sebagai wakil Sultan Ternate yang berkedudukan di Sanana yang kala itu dihuni oleh sekitar 700 jiwa. Sang Salahakan mengatasi seoarang jurutulis, kapten krois, kapten kota, dan beberapa prajurit.[9] Saat konflik sektarian Maluku tahun 1999, dua orang dilaporkan tewas di Sulabesi akibat dibakar namun kekerasan tidak berlanjut atau berkembang baik di Sulabesi maupun Kepulauan Sula selama masa konflik.[10][11]

Geografi

Pulau Sulabesi terletak di bagian selatan Kepulauan Sula dan merupakan pulau terbesar ketiga di kepulauan tersebut setelah Pulau Taliabu dan Pulau Mangoli.[3] Pulau ini membentang dari utara ke selatan, berbeda dengan pulau-pulau di Kepulauan Sula lainnya yang membentang dari barat ke timur.[9] Tubrukan antara Benua Mikro Banggai-Sula dengan bagian timur dari Sulawesi menyebabkan pengangkatan struktural di wilayah Kepulauan Sula. Sederet patahan normal dapat ditemukan di bawah perairan Laut Banda di sebelah selatan Taliabu dan Mangoli serta di sebelah barat Sulabesi. Patahan-patahan tersebut berada di wilayah yang merupakan peralihan (continental-oceanic transition) antara kerak benua Banggai-Sula dengan kerak samudra Cekungan Banda Barat Laut. Sementara itu, ujung barat dari Zona Patahan Sorong dapat ditemukan di sebelah timur Selat Mangoli antara Sulabesi dan Mangoli.[2][12] Formasi yang dapat ditemukan di Sulabesi di antaranya adalah Formasi Bobong—di antaranya terdiri dari batuan sedimen seperti konglomerat, breksi, dan batu pasir—dan Formasi Buya yang terdiri atas batu serpih, batu lempung gampingan, serta batu pasir kuarsa dan kalkarenit.[13]

Wilayah Pulau Sulabesi memiliki iklim hutan hujan tropis (Af) dengan total curah hujan pada tahun 2019 sebesar 1.025 mm.[14][5] Pulau ini dapat diakses melalui jalur laut menuju pelabuhan di Sanana maupun jalur udara melalui Bandar Udara Emalamo.[15]

Ekosistem

Pulau Sulabesi dan Kepulauan Sula berada di sebelah timur dari Garis Wallace. Kebanyakan dari jenis fauna yang ditemukan di Sulabesi merupakan spesies yang berkerabat dengan fauna di Sulawesi dan Asia seperti musang luak dan babi hutan. Babirusa dahulu dapat ditemukan namun sekarang populasinya telah punah di pulau ini akibat pembukaan hutan. Beberapa spesies kelelawar dan kalong yang dapat ditemukan di Sulabesi di antaranya adalah Acerodon celebensis, Nyctimene cephalotes, Eonycteris spelaea, Macroglossus minimus, Rousettus amplexicaudatus, Rousettus celebensis, Emballonura nigrescens, Taphozous melanopogon, Hipposideros diadema, Myotis ater, dan Cheiromeles parvidens. Terdapat pula mamalia yang diperkirakan merupakan hasil introduksi seperti kuskus coklat.[8]

Kepulauan Sula bersama dengan Kepulauan Banggai merupakan satu kawasan Endemic Bird Area (EBA) BirdLife International. Salah satu spesies burung endemik kawasan ini yang dapat ditemukan di Pulau Sulabesi adalah gosong sula (Megapodius bernsteinii).[16] Spesies burung lainnya yang dapat ditemukan di antaranya seperti rimba sula, raja perling sula, kepudang sungu kelabu, kepudang sungu sula, dan pergam putih.[17]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Duwila, R.; Tarore, R. C.; Takumansang, E. D. (2019). "Analisis Kemampuan Lahan di Pulau Sulabesi Kabupaten Kepulauan Sula". Spasial. 6 (3): 703–713. 
  2. ^ a b c Tanudirjo, D. A. (2001). Islands in Between: Prehistory of the Northeastern Indonesian Archipelago (Tesis Disertasi PhD). Canberra: The Australian National University. doi:10.25911/5d78d809b0b81. http://hdl.handle.net/1885/10067. 
  3. ^ a b Bezemer, T.J. (1921). Beknopte encyclopædie van Nederlandsch-Indië. Den Haag, Leiden: Martinus Nijhoff, Brill. hlm. 504. 
  4. ^ a b "Penduduk Menurut Wilayah, Daerah Perkotaan/Perdesaan, dan Jenis Kelamin Kabupaten Kepulauan Sula". Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. Diakses tanggal 2020-05-19. 
  5. ^ a b Kabupaten Kepulauan Sula Dalam Angka 2020 (Laporan). Sanana Utara: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Sula. 2020. 
  6. ^ Kealy, S.; Louys, J.; O'Connor, S. (2018). "Least-cost pathway models indicate northern human dispersal from Sunda to Sahul". Journal of Human Evolution. 125: 59–70. doi:10.1016/j.jhevol.2018.10.003. 
  7. ^ Mansyur, S. (2006). "Sistem Pertahanan Kolonial di Maluku Abad XVI-XIX (Kajian Terhadap Pola Sebaran Benteng)". Kapata Arkeologi. 2 (3): 47–63. 
  8. ^ a b Monk, K. A.; De Fretes, Y.; Reksodiharjo-Lilley, G. (1997). The ecology of Nusa Tenggara and Maluku. Sydney: Periplus Editions. ISBN 9789625930763. OCLC 802049725. 
  9. ^ a b de Clercq, F. S. A. (1890). Ternate: The Residency and Its Sultanate. Diterjemahkan oleh Taylor, P. M.; Richards, M. N. (1999). Washington, D. C.: Smithsonian Institution Libraries. doi:10.5479/sil.257041.39088000283481. 
  10. ^ "24 Dead as Muslims, Christians Clash". Associated Press, Lodi News-Sentinel. 1999-01-22. hlm. 26. 
  11. ^ Braithwaite, J.; Braithwaite, V.; Cookson, M.; Dunn, L. (2010). Anomie and Violence. Canberra: ANU E Press. hlm. 204. ISBN 9781921666223. 
  12. ^ Rudyawan, A.; Hall, R. (2012). Structural Reassessment of the South Banggai-Sula Area: No Sorong Fault Zone. Indonesian Petroleum Association Thirty-Sixth Annual Convention & Exhibition. 
  13. ^ Surono; Sukarna, D. (1993), Peta Geologi Lembar Sanana, Maluku 1 : 250.000, Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi 
  14. ^ Beck, H. E.; Zimmermann, N. E.; McVicar, T. R.; Vergopolan, N.; Berg, A.; Wood, E. F. (2018). "Present and future Köppen-Geiger climate classification maps at 1-km resolution". Scientific Data. 5 (1): 1–12. doi:10.1038/sdata.2018.214. 
  15. ^ "Bandara dan Pelabuhan di Sanana Ditutup Sementara, Ini Penjelasan Bupati". Berita Maluku Utara. 2020-03-28. Diakses tanggal 2020-05-23. 
  16. ^ "Banggai and Sula Islands". Endemic Bird Areas factsheet. BirdLife International. 2020. Diakses tanggal 2020-05-23. 
  17. ^ "IUCN Red List for birds". BirdLife International. 2020. Diakses tanggal 2020-05-23. 

Pranala luar