Pulau Ambelau adalah sebuah pulau vulkanik yang terletak di Laut Banda di kepulauan Maluku. Pulau ini terletak di Kecamatan Ambelau di Kabupaten Buru Selatan, Provinsi Maluku, Indonesia. Pusat administrasinya terletak Wailua, yang terletak di sebelah selatan pulau. Setengah dari jumlah populasi pulau ini terdiri dari penduduk asli Ambelau yang berbicara dengan Bahasa Ambelau; setengahnya lagi terdiri dari penduduk luar pulau dari Kepulauan Maluku and Sulawesi.
Geografi dan Geologi
Pulau ini terletak di Laut Banda di selatan Selat Manipa, sebelah tenggara Pulau Buru yang jauh lebih besar. Pulau ini memiliki bentuk lonjong dengan sedikit menonjol di bagian tenggara pulau dan memiliki diameter maksimum 10 km.[1]
Pulau ini merupakan pulau vulkanik, dan terdiri dari batu sedimentasi masa Kenozoikum. Reliefnya sebagian besar merupakan pegunungan, dengan puncak tertinggi adalah 608 m (Gunung Bawolo) dan 559 m (Gunung Namkatu) di area barat.[2] Pulau ini naik secara vertikal dari laut dan bagian rata hanya ditemukan di pesisir selatan dan timur. Kebanyakan dari daerah ini, terutama di area pegunungan diselimuti oleh hutan hujan tropis.[3] Pulau ini juga terletak di zona seismik yang aktif dengan gempa bumi yang cukup signifikan yang mana telah terjadi terjadi pada Agustus 2006 silam.[4] Flora dan Fauna di pulau ini bermacam-macam mirip dengan yang ada di Pulau Buru. Ada cukup banyak terumbu karang di pesisir Ambelau[3]
Administrasi
Pulau Ambelau termasuk ke dalam Provinsi Maluku, Indonesia. Sampai tahun 1999, pulau ini berada di daerah Kabupaten Maluku Tengah, lalu masuk ke Kabupaten Buru, dimana pulau ini menjadi kecamatan baru yang terpisah (Kecamatan Ambelau).[5] Pada 2008, ketika Kabupaten Buru Tengah pecah dari Kabupaten Buru, pulau ini menjadi bagian dari kecamatannya, menghapus status kecamatannya.[6] Pulau ini terbagi menjadi tujuh desa dan/atau kelurahan, yaitu Kampung Baru, Lumoy, Masawwa, Selasi, Siwar, Ulima, dan Elara.[1][3]
Fonetik dari bahasa lokal mengganti penggunaan kata hidup suka kata kedua pada nama pulau. Hasilnya, sumber dari Barat menamainya Ambelau, sementara sumber dari Indonesia mengejanya sebagai Ambalau, terutama di dokumen resmi dan di situs resmi Kabupaten Baru dan Buru Selatan.[1]
Populasi
Mayoritas populasi Pulau Ambelau (sekitar 9.600 jiwa pada 2009) tinggal di Pesisir pantai, tersebar di Desa Ulima (1.407 jiwa), Massawoy (838 jiwa), Lumoy (950 jiwa), Selasi (1.174 jiwa), Siwar (1.172 jiwa), Elara (2.610), dan Kampung Baru (1.442 jiwa),.[3] Setengah dari populasinya adalah penduduk lokal Ambelau, Dan sisanya adalah pendatang dari kepulauan di Maluku, Sebagian lainnya dari Sulawesi (kebanyakan suku Bugis). Suku-suku ini pindah ke pulau Ambelau kebanyakan lewat program transmigrasi besar-besaran yang dilaksanakan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda pada 1900-an dan Pemerintahan Indonesia pada 1950-1960. Kelompok etnis-etnis berbicara dengan bahasa dan dialek yang berbeda setiap harinya, sebagai contoh Bahasa Ambelau. Meskipun begitu, kebanyakan orang dewasa menggunakan Bahasa Indonesia dan menggunakannya secara umum dengan suku lain. Secara agama, penduduk Ambelau seluruhnya beragama Islam. Penduduk Ambelau juga hidup berdampingan dengan memegan teguh kepercayaan lokal.[3]
Ekonomi
Ekonomi lokal didominasi oleh pertanian. Sawah padi – hasil panen paling umum di Indonesia – dihindari di pulau ini karena daerah yang berbukit-bukit dan gangguan Babirusa buru yang merusak sawah (dan masyarakat jarang memburunya). Daerah pesisir digunakan untuk menanam sagu, ubi jalar, biji kakao, kelapa, merica jamaika, dan pala. Memancing Tuna dilakukan oleh penduduk Desa Masawoy dan Ulima. Sebagian hasil pertanian dan ikan dijual ke pulau terdekat (Pulau Buru), kebanyakan di pasar kota Namlea.[3]
Referensi
^ abcKesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama o