Pop melayu

Pop melayu merupakan genre musik pop rok yang dipengaruhi irama Melayu. Terdapat 2 (dua) aliran Pop Melayu di antaranya klasifikasi yang populer di Malaysia dan yang lainnya adalah di Indonesia. Di Indonesia, pop melayu awalnya populer di pertengahan era 2000-an yang dirintis oleh ST12 dan Kangen Band, dua band inilah yang menjadi pelopor band dengan aliran pop melayu diIndonesia. Sampai sekarang tercatat banyak sekali grup-grup musik populer dengan aliran ini.

Adapun yang berhasil menembus pasar domestik dan internasional antara lain ST12, Kangen Band, Wali, Setia Band, Armada, Hijau Daun, Dadali, Repvblik, Bagindas, Demeises, dan lain-lain.[1]

Kesuksesan genre pop melayu menguasai pangsa pasar di Indonesia, Malaysia, dan Brunei, sehingga turut mengubah warna aransemen grup-grup musik aliran pop yang telah semula populer.

Sejarah

Istilah pop melayu bermula pada dekade 1970-an. Awalnya, pop melayu adalah istilah jenis musik yang memadukan unsur irama melayu dengan musik pop. Di era 1970-an, banyak produser musik meminta grup musik pop memainkan pop melayu.[2]

Grup-grup musik yang diminta produser membawakan pop melayu pada tahun 1970-an adalah: Koes Plus, The Mercys, Panbers, D'Loyd, Favourites, dan masih banyak lagi. Meski begitu, gaung pop melayu yang dilakoni para musisi pop Indonesia itu sudah mulai memudar pada tahun 1980-an.

Kemudian, saat musik rok lambat (slow rock) Malaysia mulai booming berkat kemunculan grup musik Search lewat lagu hit "Isabela", maka di Indonesia rok lambat khas Melayu pun mulai mendapatkan kepopuleran yang luas. Musisi Indonesia yang terkenal memainkan rok lambat melayu adalah Deddy Dores.

Selain itu, juga banyak karya Deddy Dores yang dibawakan oleh Nike Ardilla, Conny Dio, Poppy Mercury, serta Mayank Sari. Pola rok lambat melayu juga mewabahoo artis-artis musisi/penyanyi lainnya di Indonesia, seperti Oppie Andaresta, Minel, Inka Christy, Lady Avisha, Cut Irna, dan lain-lain.

Kepopuleran rok lambat Melayu ini terjadi selama dekade 1980-an hingga 1990-an. Meski begitu, rok lambat melayu selanjutnya mulai memudar di pertengahan 1990-an.

Kepopuleran pop Melayu mulai kembali meledak pada pertengahan 2000-an lalu—dengan pop Melayu, tetapi dengan gaya yang berbeda dari pop Melayu era 1970-an.

Pada tahun 2005, grup musik ST12 merilis album perdana mereka. Awalnya pola musik ST12 memengaruhi pola musik band Peterpan. Namun, lekukan vokal dari Charly van Houten sebagai vokalis di ST12 yang mengingatkan pada lekukan vokal para penyanyi grup rok lambat melayu di Malaysia menjadikan mereka mengusung pop melayu. Karena pop melayu menyasar pada segmen kelas menengah ke bawah, ST12 dijuluki media sebagai Peterpan Generik.

Selain [ST12] kangen Band di tahun yang sama 2005 yang lagu" nya juga sangat terpengaruh oleh irama melayu juga merekam beberapa lagu mereka secara indie di Bandar lampung lalu mereka mengedarkannya ke penjual penjual kaset bajakan dan juga ke sopir sopir angkot hingga lagu mereka pun berhasil viral dibajakan bajakan, dan lagu Kangen Band pun semakin viral hingga keseluruh indonesia, namun saat itu yang dikenal hanya lagunya saja tanpa tau wajah personilnya seperti apa hingga mereka dijuluki sebagai band hantu, pada tahun 2006 akhirnya Kangen Band dijemput oleh managemem Positif Art dan dibawahnya hijrah ke jakarta, mereka akhirnya dapat kontrak di label warner Music Indonesia, Kangen Band mengerjakan album mereka di tahun 2006 dan dirilis pada bulan januri 2007,dan album mereka pun disambut baik oleh pasar yang saat itu sudah menunggu wujud asli kangen band untuk tampil dipublik, album pertama kangen band sangat disorot oleh berbagai kalangan bahkan bisa dibilang album ini lebih disorot ketimbang album pertama ST12, banyak pro dan kontra yang didapat oleh kangen band, bahkan ada juga musisi senior mereka yang keberatan dengan munculnya kangen band karna dianggap merusak selera pasar musik indonesia, kamgen band pun menjadi bahan olokan sebagai band yg kampungan, alay, norak dan katrok, namun seiring cacian yang mereka dapat kangen band pun semakin bersinar diindustri musik.

Kesuksesan Kangen Bandj dan ST12 pun membuka jalan bagi grup-grup musik pop melayu lainnya, setelahnya banyak grup bermunculan dengan corak musik ldan lagu yang sama dengan Kangen Band dan ST12, misalnya, Wali, Dadali, Repvblik, Merpati, Angkasa, Emily, d'Bagindas, Armada, dan lain-lain.[3]

Pada masa itu, gelombang pop melayu menguasai pasar musik Indonesia. Dengan mudahnya musik pop melayu didengarkan di berbagai tempat dan diputar berulang-ulang sejak acara musik TV pagi hari hingga sinetron.

Diperkirakan pada tahun 2011, dominasi pop Melayu masih kuat dan merajai segala urutan tangga lagu musik mainstream nasional. Invasi grup-grup musik pop melayu Indonesia tetap berlanjut ke negeri seberang. Mereka masih memiliki dan menguasai pasar pop Malaysia dan Singapura. Label utama pun lebih menitikberatkan pada penjualan lagu pop Melayu secara digital dibanding fisik.[4]

Referensi

  1. ^ "Mengingat Kembali Lagu-lagu Band Pop Melayu di Tanah Air - kumparan.com". kumparan.com. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  2. ^ "Apa Kabar Pop Melayu? Para Pengusungnya Perlahan Tenggelam - Suara Merdeka". www.suaramerdeka.com. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  3. ^ "Apa Kabar Pop Melayu? Para Pengusungnya Perlahan Tenggelam - Suara Merdeka". www.suaramerdeka.com. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  4. ^ RADIOTEMEN, NAGASWARA (2010-12-29). "Fenomena Band Pop Melayu" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-08-15.