Polychaeta adalah kelas cacingannelida yang umumnya hidup di laut, sebagian juga ditemukan di sungai dan danau (air tawar) dan sebagin lainnya ditemukan di darat (terrestrial). Seluruh permukaan tubuh polychaeta mengandung rambut-rambut kaku atau setae yang dilapisi kutikula sehingga licin dan kaku. Tubuhnya berwarna menarik, seperti ungu kemerah-merahan. Setiap segmen tubuh polychaeta dilengkapi dengan sepasang alat gerak atau alat berenang yang disebut parapodia, pada cacing yang bergerak aktif (Errantia), tetapi pada cacing yang relatif lamban bergerak (Sedentaria) tidak memiliki parapodia. Parapodia berperan sebagai alat pernapasan. Ukuran tubuh polychaeta sebagian besar berukuran 5–10 cm, tetapi ada yang kurang dari 1 mm (misalnya Diurodrilus) dan ada juga yang mencapai 3 m (misalnya Namalycastis rhodochorde).
Cacing ini tidak mempunyai sadel (klitelum)seperti pada cacing tanah (oligochaeta).Polychaeta memiliki kelamin terpisah dan ada yang hermaprodit. Perkembangbiakannya dilakukan dengan cara seksual dan aseksual. Pembuahannya dilakukan di luar tubuh dan ada yang di dalam tubuh. Telur yang telah dibuahi tumbuh menjadi larva yang disebut trakofor.
Sebagian besar, polychaeta hidup secara bebas (free living), tetapi juga ada yang bersifat parasit pada hewan lain, misalnya Polydora dari famili Spionidae. Contoh jenis Polychaeta antara lain calm worm, cacing sorong, cacing wawo, cacing palolo, dan cacing nipah.
Taksonomi
Polychaeta merupakan salah satu kelas dari jenis cacing yang tergabung dalam filum Annelida.[2] Penamaan kelas ini berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani Poli Chaeta. Kata poli berarti banyak, dan kata chaeta berarti rambut.[3] Sehingga Polychaeta diartikan sebagai kelas dengan spesies berambut paling banyak di filum Annelida.[4]Polychaeta juga disebut sebagai infauna karena termasuk makrozoobentos yang hidup di pada substrat lunak di dalam lumpur.[5]
Sebagian besar spesies dalam kelas Polychaeta merupakan cacing yang hidup di laut.[6] Spesies-spesiesnya hampir ditemukan di seluruh perairan laut. Spesies cacing dari kelas Polychaeta ditemukan hidup di pasir, lumpur atau di bawah batu-batu karang. Ada pula spesiesnya yang mengebor karang untuk dijadikan tempat tinggalnya.[7] Spesies-spesies pengebor ini digolongkan dalam famili Eunicidae.[8] Ada pula spesies Polychaeta yang hidup di padang lamun.[9] Sebanyak 527 spesies dari Polychaeta dapat ditemukan di wilayah lautan Indonesia.[10]
Spesies dominan
Eurythoe complanata
Eurythoe complanata merupakan spesies Polychaeta yang dapat hidup di berbagai jenis habitat dengan penyebaran yang sangat luas. Spesies ini ditemukan di zona intertidal, perairan tenang, terumbu karang, maupun di bawah pecahan karang. Eurythoe complanata dapat ditemukan di perairan tropis dan perairan subtropis. Karakteristik yang membuat Eurythoe complanata menjadi dominan ialah kemampuan untuk hidup meskipun tubuhnya sudah terputus. Kemampuan ini disertai dengan kemampuan regenerasi yang cepat pula.[11]
Ciri fisik
Bagian tubuh Polychaeta terbagi menjadi kepala, mata, dan sensor palpus. Panjang tubuh spesies Polychaeta antara 5–10 cm. Diameter tubuhnya antara 2–10 mm. Bagian tubuh Polychaeta ditutupi oleh banyak rambut dan memiliki parapodia sebagai alat gerak. Jenis kelamin jantan dan betina dapat dibedakan dengan jelas.[12]
Polychaeta memiliki tubuh bersegmen. Segmen paling belakang berfungsi sebagai anus.[7] Seluruh bagian tubuh Polychaeta dapat terjadi regenerasi yang menggantikan bagian tubuh yang terputus. Kemampuan regenerasi ini termasuk pada bagian kepala.[7] Segmen tubuh Polychaeta memiliki parapodia yang berbentuk dayung. Parapodia ini digunakan sebagai alat pernapasan dan alat gerak untuk berenang.[13] Bulu-bulu halus tumbuh secara kaku di bagian alat gerak, namun licin karena ada lapisan kutikula.[12] Nama bulu-bulu ini adalah setae. Fungsinya untuk mempermudah gerakan dengan cara menempel pada substrat.[13]
Rantai makanan
Makanan Polychaeta adalah sisa-sisa bahan organik dan detritus.[7]Polychaeta memiliki posisi yang penting dalam rantai makanan. Berbagai jenis ikan demersal memakan Polychaeta. Beberapa spesies dari Polychaeta juga dimakan oleh manusia, misalnya cacing laor yang banyak terdapat di Pulau Ambon dan sekitarnya. Beberapa spesies Polychaeta juga dapat menimbulkan rasa gatal disertai bengkak jika disentuh oleh penyelam laut.[14]Polychaeta yang berukuran lebih panjang dari 1 mm juga menjadi salah satu makanan bagi burung perandai.[15]Polychaeta juga menjadi makanan bagi udang yang bersifat karnivor seperti udang kaki putih.[16]
Masa hidup
Beberapa spesies cacing dari kelas Polychaeta mengadakan pemijahan massal. Pemijahan ini berlangsung mengikuti atau bersamaan dengan hewan karang lainnya.[17] Spesies cacing yang termasuk dalam kelas Polychaeta memiliki masa hidup yang singkat. Masa hidup maksimal dan rata-ratanya tidak mencapai usia 2 tahun. Sementara beberapa spesies lainnya hanya hidup sangat singkat, yaitu selama 30–45 hari saja.[18]
Komposisi tubuh
Spesies Polychaeta dari genus Aphrodita mengandung unsur natrium, magnesium, kalsium, kalium, klorin dan sulfat. Kandungan natrium yang dimilikinya sebanyak 476 milimol/kg air laut. Kandungan magnesium yang dimilikinya sebanyak 54,6 milimol/kg air laut. Kandungan kalsium yang dimilikinya sebanyak 10,6 milimol/kg air laut. Kandungan kalium yang dimilikinya sebanyak 10,5 milimol/kg air laut. Kandungan klor yang dimilikinya sebanyak 557 milimol/kg air laut. Kandungan sulfat yang dimilikinya sebanyak 26,5 milimol/kg air laut. Spesies Polychaeta dari genus Aphrodita juga mengandung protein sebanyak 0,2 g liter−1.[19]
Peran bagi ekosistem
Beberapa spesies Polychaeta yang dijadikan sebagai indikator pencemaran lingkungan.[14] Hal yang dapat diketahui melalui spesies Polychaeta adalah kualitas perairan tawar. Kualitas yang diketahui meliputi kondisi fisik, kimia dan biologi. Perbandingan kualitasnya ditentukan oleh tingkat pemerataan jumlah spesies di suatu tempat pada suatu perairan. Perairan yang memiliki tingkat pemerataan yang rendah menunjukkan adanya suatu pencemaran lingkungan. Perairan yang tercemar juga umum hanya dihuni oleh spesies dominan.[20]
Referensi
Catatan kaki
^Struck, T. H.; Paul, C.; Hill, N.; Hartmann, S.; Hösel, C.; Kube, M.; Lieb, B.; Meyer, A.; Tiedemann, R.; Purschke, G. N.; Bleidorn, C. (2011). "Phylogenomic analyses unravel annelid evolution". Nature. 471 (7336): 95–98. doi:10.1038/nature09864. PMID21368831.
^Yulitasari, Nurma (2020). Modul Taksonomi Invertebrata Pendidikan Biologi(PDF). Bandar Lampung: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. hlm. 20.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Maya, S., dan Nurhidayah (Oktober 2020). Zoologi Invertebrata(PDF). Bandung: Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung. hlm. 79. ISBN978-623-6608-45-6.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abKumala, Farida Nur (2019). Ensiklopedia Hewan(PDF). Malang: Penerbit Ediide Infografika. hlm. 116. ISBN978-602-50142-9-1.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abSiagian, Gunaria (November 2020). Taksonomi Hewan(PDF). Bandung: Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung. hlm. 54. ISBN978-623-6608-59-3.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Sianipar, Herna Febrianty (Oktober 2021). Siahaan, Theresia Monika, ed. Avertebrata Air(PDF). Tasikmalaya: Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia. hlm. 7. ISBN978-623-6478-22-6.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Bibliografi
Campbell, Reece, and Mitchell. Biology. 1999.
Rouse, Greg W.; Fauchald, Kristian (1998). "Recent views on the status, delineation, and classification of the Annelida". American Zoologist. 38 (6): 953–964. doi:10.1093/icb/38.6.953.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)