Pesisir Barat Sumatra (bahasa Belanda: Sumatra's Westkust, disingkat SWK) merujuk pada daerah administratif di Hindia Belanda yang meliputi kawasan pesisir barat Sumatera, termasuk Kepulauan Mentawai, Nias, Banyak, dan Batu. Daerah ini awalnya berstatus keresidenan pada 1819, naik menjadi gouvernement mulai 1837, dan kembali menjadi keresidenan sejak 1914 hingga diduduki Jepang pada 1942. Pusat pemerintahan Pesisir Barat Sumatra terletak di Padang.
Saat berstatus gouvernement, Pesisir Barat Sumatra pernah menaungi sejumlah keresidenan, yakni Padangsche Bovenlanden, Padangsche Benedenlanden, Bengkulu, Tapanuli, Singkil, Rokan Hulu, Kampar, Kuantan Singingi, dan Kerinci. Saat ini, sebagian daerah Pesisir Barat Sumatra diwariskan oleh Provinsi Sumatera Barat, sementara sebagian lainnya digabungkan ke Provinsi Aceh (Singkil), Sumatera Utara (Kepulauan Batu, Nias dan Tapanuli), Riau (Rokan Hulu, Kampar, dan Kuantan Singingi), Jambi (Kerinci), dan Bengkulu.
Hingga tahun 1862, Pesisir Barat Sumatra dipimpin oleh perwira menengah, dan antara tahun 1862-1915 dipimpin oleh gubernur sipil. Pemimpin terkenal di daerah ini adalah Andreas Victor Michiels (1838-1849), Jan van Swieten (1849-1858), dan Elisa Netscher (1870-1878).
Pendeta Marius Buys mengadakan lawatan di daerah ini antara tahun 1878-1879. Cetakannya diterbitkan sebagai cerita bersambung dalam Opregte Haarlemsche Courant antara tahun 1878-1882, dan kemudian diterbitkan sebagai buku.
Kelanjutan
Selama pendudukan tentara Jepang dari 1942 sampai 1945, daerah Pesisir Barat Sumatra yang berstatus keresiden dinamakan Sumatora Nishi Kaigan Shu.[1][2]
Daftar penguasa
Hindia Belanda
Penguasa yang pernah memerintah di Sumatra’s Westkust.[3][4][5]