Persatuan Buruh Kereta Api (PBKA), serikat buruh kereta api yang didirikan di Indonesia pada tanggal 17 Maret 1949, berasal dari penggabungan Serikat Sekerja Kereta Api (SSKA) yang berbasis di Jawa Barat dan Persatuan Buruh Spoor dan Tram (PBST) yang berbasis di Jawa Timur. PBKA memiliki afiliasi dengan Kongres Buruh Seluruh Indonesia (KBSI), berbagi prinsip-prinsip yang sama, karena pendiriannya diinisiasi oleh PBKA sendiri. Meskipun secara resmi menyatakan independensinya dari pengaruh partai politik, PBKA memiliki keselarasan ideologis dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI), dengan banyak anggota KBSI dan PBKA yang pada saat yang sama juga menjadi anggota PSI. Dari tahun 1949 hingga 1965, PBKA terlibat dalam perseteruan dengan Serikat Buruh Kereta Api (SBKA), serikat buruh kereta api lain yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Pada bulan April 1965, PBKA dihentikan oleh PNKA. Setelah upaya kudeta G30S, SBKA dinyatakan ilegal, yang kemudian mengakibatkan reaktivasi PBKA.[1]
Sejarah
Pada tanggal 17 Maret 1949, Serikat Sekerja Kereta Api (SSKA) dengan cabang-cabangnya di Jawa Barat bergabung dengan Persatuan Buruh Spoor dan Tram (PBST) dengan cabang-cabangnya di Jawa Timur, membentuk Persatuan Buruh Kereta Api (PBKA).[1]
Pada tahun yang sama PBKA didirikan, pembagian sistem kereta api di Indonesia, yang terbagi antara kendali Indonesia dan Belanda, memicu persaingan yang berkepanjangan antara serikat buruh kereta api SBKA dan PBKA. SBKA mendorong agar Indonesia memiliki kendali penuh atas seluruh jaringan kereta api, sementara PBKA bersikeras agar manajemen Belanda tetap mengelola bagian sistem kereta api yang mereka kelola. Perselisihan ini berlanjut hingga tahun 1965 dan berkembang menjadi persaingan ideologi pada dekade 1950-an.[1]
Upaya untuk menggabungkan SBKA dan PBKA pada bulan Oktober 1950 gagal karena perbedaan syarat penggabungan. PBKA mundur dari upaya penggabungan, dengan alasan ketidaksetujuan di antara cabang-cabang PBKA. Kegagalan penggabungan memperburuk ketegangan antara PBKA dan SBKA, dengan saling tuduh sabotase dan penentangan terhadap gagasan serikat buruh kereta api yang bersatu.[1]
Saat standar hidup menurun dan politik Indonesia mengalami perubahan, desas-desus beredar mengenai mogok kerja pekerja kereta api yang akan datang pada tanggal 4 Juni 1960. Kedua serikat buruh menyangkal rencana mogok, dengan PBKA bahkan menyatakan niat mereka untuk bertemu dengan Menteri Produksi dan Distribusi untuk mengatasi kekhawatiran. Ketegangan meningkat ketika SBKA menuduh PBKA merencanakan mogok, dan PBKA menanggapi dengan menuduh SBKA menyebarkan kebohongan dan melakukan aktivitas yang melanggar hukum. Perselisihan ini berlanjut selama sebulan lebih hingga Djawatan Kereta Api (DKA) mengeluarkan penjelasan pada tanggal 25 Juli 1960.[1]
Pada awal tahun 1960-an, Presiden Soekarno melarang partai PSI dan Masyumi, yang mengakibatkan dominasi SBKA atas PBKA. SBKA menuntut pembubaran PBKA pada tanggal 3 Desember 1964, dengan tuduhan melakukan aktivitas kontra-revolusioner dan memiliki kaitan dengan partai yang dilarang tersebut. Hal ini mengakibatkan pembekuan aktivitas PBKA pada bulan April 1965. Namun, setelah upaya kudeta G30S yang gagal, SOBSI, yang dipengaruhi oleh PKI, juga dilarang, yang mengakibatkan larangan terhadap afiliasi serikat buruh apa pun, termasuk SBKA. PBKA kemudian diaktifkan kembali dan diakui secara resmi oleh pemerintah, membalikkan peran kedua serikat buruh tersebut dan akhirnya mengakhiri persaingan berkepanjangan mereka.[1]
Referensi
Tq for reading