PTMN Cepu

PTMN (Perusahaan Tambang Minyak Negara) adalah salah satu cikal bakal terbentuknya Pertamina di Indonesia

Sejarah PTMN pertamina

Awalnya, Adrian Stoop, pemilik perusahaan minyak Belanda De Dordtsche Petroleum Maatschappij melakukan usaha pencarian minyak di Surabaya tahun 1887 dan mendirikan Kilang Wonokromo (1890) dan di Jawa Tengah (1894), yang sekarang menjadi wilayah kerja Pertamina DOH Jawa Bagian Timur. Kilang mengolah crude lapangan-lapangan sekitar dengan proses distilasi atmosfer. Dibeli BPM pada tahun 1911. Perjuangan bangsa Indonesia agar bisa mengeksplore dan mengolah minyak bumi sendiri dimulai tahun 1945. Kelahiran PTMNRI Sumatera Utara, Permiri Jambi dan Sumatera Selatan, serta PTMN, bernilai historis dan bernilai kejuangan, tetapi belum bersifat monumental dan menjadi tonggak, karena masih bersifat kedaerahan.

Pemasok BBM

Pada 5 Oktober 1945 berdasarkan maklumat Menteri Kemakmuran nomor 5, daerah perminyakan secara resmi menjadi Perusahaan Tambang Minyak Negara (PTMN). Tugasnya menjamin pengadaan BBM untuk rakyat dan pertahanan di Jawa. PTMN adalah salah satu perusahaan yang dapat membantu Pemerintah dalam hal BBM yang banyak sekali manfaatnya bagi Angkatan Perang. Manfaat PTMN ini diakui delegasi Pemerintah RI pada perundingan dengan Belanda di Kaliurang, Yogyakarta. Di awal kemerdekaan, PTMRI di Sumatera Utara, Permiri di Sumsel dan Jambi, atau PTMN di sama-sama menjadi pemasok BBM untuk masyarakat dan Angkatan Bersenjata.

Keadaan Perang

Ketika terjadi pemberontakan PKI, PTMN Cepu sedang sibuk bersiap-siap menghadapi kemungkinan penyerbuan pasukan Belanda, menjelang Agresi Militer II Belanda. Akibat pemberontakan PKI, kilang Cepu memerlukan pembenahan, perbaikan peralatan. Tetapi PTMN pada waktu itu kesulitan keuangan. Akhirnya kilang Cepu dibumihanguskan. Sementara para karyawan perminyakan dan tentara RI bergabung mempertahankan daerah perminyakan Ledok, Nglobo, dan Semanggi sehingga Belanda tidak berhasil merebut daerah ini.

Distribusi

Sebelum Agresi I Belanda, Cepu dan sekitarnya menjadi penyedia BBM yang utama untuk Pulau Jawa. Hal ini karena kilang Wonokromo hancur oleh pengeboman tentara Sekutu. Dalam daerah yang dikuasai pasukan Indonesia, distribusi minyak dilakukan melalui kereta api atau dengan cara pengangkutan beranting, entah dengan sepeda atau pikulan. Yang mengurusnya PTMN. Perusahaan ini selain menggunakan minyak Cepu, juga dari lapangan Bongas dan Randegan di Jawa Barat. Keadaan di Pulau Jawa menjadi semakin sulit setelah Belanda berhasil menguasai kilang Cepu dan lapangan Kawengan dalam Agresi II Belanda tahun 1948. Sumber penyediaan minyak untuk pasukan Indonesia dan masyarakat menjadi berkurang. Apalagi lapangan Bongas dan Randegan telah diledakkan Belanda. Sejak terjadinya Agresi Militer II Belanda, industri minyak di Cepu terbagi menjadi dua bagian, yaitu Cepu Timur meliputi kilang Cepu dan lapangan Kawengan yang dikuasai BPM/Belanda. Di daerah ini para pekerja perminyakan dibatasi hubungannya dengan masyarakat di luar anggota BPM. Sementara Cepu Barat meliputi lapangan Ledok, Nglobo, dan Semanggi yang dikuasai oleh PTMN/Indonesia. Sesuai KMB, kilang minyak Cepu dan lapangan-lapangan Kawengan, Ledok, Nglobo, dan Semanggi seharusnya diserahkan kembali kepada BPM sebagai pemilik semula. Walaupun kilang Cepu dan lapangan Kawengan telah dioperasikan kembali oleh BPM tetapi lapangan-lapangn lainnya di sekitar Cepu tetap dikuasai karyawan PTMN dan kaum pejuang lainnya.

Pabrik Lilin

Sampai akhir 1966 kegiatan pemurnian dan pengolahan sebagai rangkaian usaha pertambangan minyak dan gas bumi, dilaksanakan oleh PT Shell yang mengoperasikan kilang-kilang Plaju, Wonokromo, dan Balikpapan. Sedangkan Cepu dioperasikan PT Shell sampai tahun 1962 yang kemudian dibeli Pemerintah dan dioperasikan PN Permigan. Kemudian, semenjak PTMN dinonaktifan 25 Agustus 1949 dan berlaku surut 19 Desember 1948, Cepu Barat dikuasai Komando Daerah Militer Blora sampai dengan 1951 dan lalu dikuasai oleh PTMRI. Sedangkan PTMN Cepu dinonaktifkan, 25 Agustus 1949. Tapi kemudian Cepu dimanfaatkan sebagai pusat pendidikan. Di sini dibuka Akademi Minyak dan Gas Bumi (Akamigas). Tahun 1962 PN Permigan membangun pabrik lilin (wax plant) di Cepu karena sejak pengoperasian kilang ini oleh PN Permigan, residu yang banyak mengandung lilin tidak dapat lagi dikirim ke kilang Balikpapan untuk diolah. Pembangunan pabrik lilin ini dapat diselesaikan pada 1964. Kemudian fasilitas pemasaran bekas PN Permigan diserahkan kepada PN Pertamin, dan fasilitas produksi kepada PN Permina. Di masa pembangunan, perusahaan-perusahaan minyak yang ada menjadi sumber income negara, menghasilkan devisa. Selain juga menjaga security of supply BBM.