Objektifikasi seksual

Penampilan para gadis balap berbikini di 24 Hours of Le Mans. Memamerkan kemolekan tubuh perempuan untuk promosi sering kali dianggap sebagai Objektifikasi seksual terhadap perempuan.

Objektifikasi seksual adalah tindakan memperlakukan seseorang sebagai alat pemuas hasrat seksual. Objektifikasi secara luas, bermakna tindakan memperlakukan seseorang sebagai sebuah benda atau komoditas, tanpa memperhatikan kepribadian dan harga dirinya. Objektifikasi seksual secara umum dicermati dalam tataran sosial kemasyarakatan, akan tetapi dapat juga merujuk kepada perilaku pribadi.

Konsep mengenai objektifikasi seksual, atau secara khusus, objektifikasi terhadap perempuan, adalah gagasan penting dalam teori feminis.[1][2] Kebanyakan kaum feminis memandang objektifikasi seksual sebagai hal yang tercela, dan merupakan faktor yang memainkan peran penting dalam ketidaksetaraan jender.[3]

Beberapa komentator sosial berpendapat, bahwa sebagian perempuan modern justru menjadikan diri mereka sendiri sebagai objek seks, sebagai bentuk ekspresi pemberdayaan diri mereka atas laki-laki, sebagai pernyataan kebebasan mengekspresikan seksualitas mereka. Sementara pihak berpendapat bahwa, pada zaman modern ini, dengan semakin kuatnya kemerdekaan seksual kaum perempuan, gay, dan biseksual, maka objektifikasi seksual pun kini dapat menimpa kaum laki-laki.[4][5][6][7][8]

Lihat juga

Referensi

  1. ^ Barry, Kathleen, Female Sexual Slavery (NYU Press, 1994), ISBN 978-0-8147-1069-2, p.247
  2. ^ Goldenberg, Jamie L., and Tomi-Ann Roberts, 'The Beast within the Beauty: An Existential Perspective on the Objectification and Condemnation of Women' in Jeff Greenberg, Sander Leon Koole, Thomas A. Pyszczynski and Tom Pyszczynski (eds) Handbook of Experimental Existential Psychology (Guilford Press, 2004), ISBN 978-1-59385-040-1
  3. ^ Bartky, Sandra Lee (1990). Femininity and domination: studies in the phenomenology of oppression. New York: Routledge. hlm. 26. ISBN 9780415901864. The identification of a person with her sexuality becomes oppressive, one might venture, when such an identification becomes habitually extended into every area of her experience. 
  4. ^ "Men As Sex Objects (turnin' the tables)". Yoyo.cc.monash.edu.au. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-09. Diakses tanggal 2012-08-01. 
  5. ^ Study: For Israeli women, going on vacation means more sex Irit Rosenblum, Haaretz, 26/02/2008.
  6. ^ Botting, Kate and Botting, Douglas. "Men Can Be Sex Objects Too". Cosmopolitan. August 1996.
  7. ^ No more faking: "Sex isn't over until we've had an orgasm...," say Melinda Gallagher and Emily Kramer, founders of the outrageous Cake sex empire for women. But is their love of porn and lapdancing breaking new ground, or is so-called 'raunch feminism' setting the cause back? Sharon Krum The Guardian, Monday May 15, 2006.
  8. ^ Simpson, Mark. "Speedophobia: America's Fear and Loathing of Budgie Smuggling". Marksimpson.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-21. Diakses tanggal 2012-08-14. 

Daftar pustaka

Pranala luar