Narsisisme (dari bahasa Inggris) atau narsisme (dari bahasa Belanda) adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Orang yang mengalami gejala ini disebut narsisis (narcissist). Istilah ini pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud dengan mengambil dari tokoh dalam mitos Yunani, Narkissos (versi bahasa Latin: Narcissus), yang dikutuk sehingga ia mencintai bayangannya sendiri di kolam. Ia sangat terpengaruh oleh rasa cinta akan dirinya sendiri dan tanpa sengaja menjulurkan tangannya hingga tenggelam dan akhirnya tumbuh bunga yang sampai sekarang disebut bunga narsis.[1]
Sifat narsisisme ada dalam setiap manusia sejak lahir,[2] bahkan Andrew Morrison berpendapat bahwa dimilikinya sifat narsisisme dalam jumlah yang cukup akan membuat seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara kebutuhannya dalam hubungannya dengan orang lain.[3] Narsisisme memiliki sebuah peranan yang sehat dalam artian membiasakan seseorang untuk berhenti bergantung pada standar dan prestasi orang lain demi membuat dirinya bahagia.[4] Namun apabila jumlahnya berlebihan, dapat menjadi suatu kelainan kepribadian yang bersifat patologis. Kelainan kepribadian atau bisa disebut juga penyimpangan kepribadian merupakan istilah umum untuk jenis penyakit mental seseorang, di mana pada kondisi tersebut cara berpikir, cara memahami situasi dan kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi normal. Kondisi itu membuat seseorang memiliki sifat yang menyebabkannya merasa dan berperilaku dengan cara-cara yang menyedihkan, membatasi kemampuannya untuk dapat berperan dalam suatu hubungan. Seseorang yang narsis biasanya terlihat memiliki rasa percaya diri yang sangat kuat, tetapi apabila narsisme yang dimilikinya sudah mengarah pada kelainan yang bersifat patologis, maka rasa percaya diri yang kuat tersebut dapat digolongkan sebagai bentuk rasa percaya diri yang tidak sehat, karena hanya memandang dirinya sebagai yang paling hebat dari orang lain tanpa bisa menghargai orang lain.[5] Selain itu, seseorang dengan sifat narsis yang berlebihan memiliki kecenderungan untuk meninggikan dirinya di hadapan orang lain, menjaga harga dirinya dengan merendahkan orang lain saat orang lain memiliki kemampuan atau hal yang lebih baik darinya, bahkan tidak segan untuk mengasingkan orang lain untuk memperoleh kemenangan.[1]
Narsisme yang tinggi dicirikan dengan mengeksploitasi hak, harga diri yang meningkat, dan kebutuhan yang tidak proporsional akan kekuasaan [6]. Sementara narsisme yang rentan, membahas hipersensitivitas, harga diri rendah, kebencian dan kemarahan. Contohnya, hanya narsisme yang cenderung terkait dengan ekstraversi dan openness, serta nilai pengarahan diri dan stimulasi, sedangkan psikopati dan makiaveli tidak. Ketika narsisme dan harga diri bertemu satu sama lain dalam memprediksi agresi, narsisme biasanya akan lebih unggul. Tetapi, ketika domain dark tetrad lainnya dikendalikan, narsisme memiliki sedikit hubungan dengan agresi dalam keadaan normal. Meskipun sifatnya yang tidak berperasaan dan tidak menyenangkan mungkin menandakan kekerasan, orang narsisis yang tinggi terus percaya bahwa orang lain mengagumi mereka dan oleh karena itu hanya menyerang ketika kepercayaan semacam itu terancam [7].
Beberapa teori yang berlaku saat ini menyatakan bahwa penyebab narsisme dipengaruhi beberapa hal seperti faktor biologis dan genetik, faktor sosial, dan faktor psikologis seseorang.[8]
^ abAnn M. King, Sheri L. Johnson, Gerald C. Davison, John M. Neale . 2010 . Abnormal Psychology, 11th Edition . John Wiley & Sons, Inc. ISBN 978-0-470-43314-0
^Freud, Sigmund. 1914. On Narcissism: An Introduction.
^Morrison, Andrew. 1997. Shame: The Underside of Narcissism. The Analytic Press. ISBN 0-88163-280-5