Musang bertubuh sedang, panjang kepala dan tubuh 540–630 mm, sedangkan ekornya 300–430 mm. Ekornya ini berbelang-belang dengan 6–9 cincin hitam dan putih, dengan ujung yang selalu berwarna putih. Kakinya relatif pendek, 85–100 mm dari ‘tumit’ hingga ujung jari. Berat tubuhnya antara 2–4 kg.[4]
Tubuh bagian atas kelabu kecokelatan hingga cokelat pucat kekuningan, biasanya dengan beberapa garis hitam memanjang di punggungnya, dan di bawahnya, beberapa deret memanjang bintik-bintik hitam di sisi tubuhnya. Pada beberapa individu, pola garis-garis dan bintik-bintik itu mengabur. Pola garis-garis di leher bervariasi; pada umumnya dua garis hitam di masing-masing sisi leher, dari belakang telinga ke arah bahu, dan sering pula satu lagi melintang di tenggorokan. Kaki cokelat atau hitam.[3]
Tinggal dalam lubang-lubang di tanah, di bawah bebatuan, atau di semak-semak yang lebat,[3] hewan ini aktif di malam hari (nokturnal, dan lebih banyak bergerak di atas tanah (terestrial).[6] Sementara itu penulis yang lain, misalnya Hodgson[8] dan juga Kellaart,[9] menyebutkan bahwa rase biasa berkeliaran baik siang maupun malam hari. Musang rase memangsa aneka jenis binatang kecil, termasuk tikus, burung, ular, buah, akar-akaran, dan bangkai hewan lain;[4] juga aneka jenis serangga.[6] Kadang-kadang karnivora ini mencuri ternak unggas untuk dimangsa.[3][7][9]
Betina melahirkan empat atau lima anak sekali waktu.[3] Musang rase diketahui hidup hingga umur delapan atau sembilan tahun.[4]
Konservasi
Musang rase acap diburu orang karena dianggap hama ternak. Musang ini juga diburu untuk diambil minyaknya yang harum, yang dinamai dedes, jebat, atau kesturi[10]
Meskipun demikian, secara umum populasi hewan ini belum dianggap terancam, karena wilayah sebarannya yang luas, variasi habitatnya yang beragam, serta kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan pertanian dan pedesaan. IUCN memasukkannya ke dalam status LC (Least Concern ),[1] sementara CITES menempatkannya dalam Apendiks III. Sementara itu, di Myanmar hewan ini dilindungi sepenuhnya berdasarkan Undang-undang Hidupan Liar 1994.[7]
Catatan taksonomis
Hewan ini dideskripsi pertama kali oleh Johann Friedrich Gmelin dalam revisi mahakarya Carolus Linnaeus, Systema naturae per regna tria naturae pada tahun 1788.[2] Namun demikian, deskripsinya yang ringkas mengenai Viverra malaccensis dalam buku itu dianggap tidak jelas oleh sebagian penulis, misalnya Pocock,[11] yang kemudian memilih menggunakan nama Civetta indica Geoffroy Saint-Hilaire sebagai nama spesies ini. Pendapat Pocock ini belakangan banyak diikuti oleh penulis-penulis yang lain.
Banyak anak jenis yang kemudian dideskripsi berdasarkan variasi pada warna rambut, ukuran tubuh, tengkorak,[11][12] dan ukuran gigi geligi.[4] Dari sekitar 10 anak jenis yang pernah dideskripsi, tiga di antaranya menyebar di Indonesia yakni:[13]
V.m. atchinensis Sody, 1931 (lokasi tipe: Peureula, Aceh Timur)
V.m. muriavensis Sody, 1931 (utara G. Muria, Jawa Tengah)
^Jerdon, T.C. 1867. The Mammalia of India: A Natural History of all the Animals known to Inhabit Continental India. Roorkee (Author). (petikan[pranala nonaktif permanen])
^ abSterndale, R. A. 1884. Natural History of The Mammalia of India and Ceylon. Thacker, Spink. Calcutta. (petikan[pranala nonaktif permanen])
^Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
^ abPocock, R. I. 1933. The civet cats of Asia. J. Bombay Nat. Hist. Soc. , 36: 423-49 (pt 1) & 629-56 (pt 2).
^Pocock, R. I. 1939. Genus Viverricula Hodgson.in: The Fauna of British India, including Ceylon and Burma. Mammalia. – Volume 1: 362–376. Taylor and Francis, London.
^Corbet, G.B. & J.E. Hill. 1992. The Mammals of the Indomalayan Region: a systematic review. Nat. Hist. Mus. Publ. and Oxford Univ. Press. p. 206
^Sody, H.J.V. 1931. Six new mammals from Sumatra, Java, Bali and Borneo. Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, 91: 349–360.