K.H Muhammad Hasan lahir pada tanggal 01 Januari 1932. Sedari kecil ia telah dididik dengan pendidikan agama yang ketat oleh orang tuanya. Ia merupakan salah satu putra dari enam putra K.H Abdul Bashor. Saat menginjak dewasa Ia menikah dengan seorang wanita bernama Marfu'ah Hasan dan memiliki 7 orang putra-putri. Semasa hidupnya ia pernah menimba ilmu di beberapa Pondok Pesantren baik di Jawa Tengah, Jawa Timur maupun sampai ke Luar Negeri.
KH. Mohammad Hasan wafat pada Selasa Legi 25 Desember 2007 (15 Dzulhijjah 1428 H) Tepat, tidak berapa lama setelah pulang dari Makkah, ia wafat pada usia 75 tahun dan di makamkan di dalam kompleks Pondok Pesantren Tanbighul Ghofilin, Mantrianom, Bawang, Banjarnegara.[1]
Sanad Ilmu dan Pendidikan
K.H Muhammad Hasan pernah menuntut ilmu ke pesantren di Tuban, yakni Pesantren Raudhatut Thalibin(Tanggir) Singgahan. Ia berguru kepada K.H Muslih atau K.H Soim. Selepas menimba ilmu dari Tuban, ia kemudian mondok ke Ma’had Al-Ihsan Jampes Kediri Jawa Timur yang diasuh K.H Ihsan bin Dahlan Al-Jampesi. Syekh Ihsan bin Muhammad Dahlan (1901 - wafat 15 September 1954) adalah seorang kiai tradisional produktif pengarang kitab seperti kitab Sirajut Thalibin, Tasrihul Ibarat, Minhajul Imdad, Irsyadul Ikhwan fi Bayani al-hukmu al-qohwa wad dukhan. Belum puas menuntut ilmu dari Kediri, KH Mohammad Hasan kemudian melanjutkan menimba ilmu ke Pondok Soditan, Kecamatan Lasem, Rembang yang diasuh K.H Maksum serta Pesantren Syekh Kholil Kabupaten Bangkalan, Madura[2]
Mendirikan Pesantren
Setelah 15 tahun menimba ilmu di Tanggir, Lasem, dan Pondok Pesantren lain di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada tahun 1960, K.H. Muhammad Hasan bersama saudaranya, K.H. Ahmad Basyuni, mendirikan Pondok Pesantren Tanbihul Ghofiliin di Banjarnegara. .
Awalnya pesantren ini hanya berupa mushola kecil untuk pengajian masyarakat, yang kemudian berkembang menjadi lembaga pesantren dengan fasilitas asrama untuk santri. Sampai Pada tahun 1964 Pondok Pesantren Tanbihul Ghofiliin mulai dibangun guna mewujudkan kesadaran akan pentingnya pendidikan ajaran islam bagi masyarakat Banjarnegara.
Pada tahun 1971 bangunan bertambah sehingga memiliki dua lokal bangunan tempat belajar mengajar sekaligus tempat tinggal santri. Pada tahun 1997 KH. M. Basyuni Wafat. Kemudian pondok pesantren di asuh sendiri oleh KH. Muhammad Hasan. Pada tanggal 25 Desember 2007, setelah melaksanakan ibadah umroh, KH. Muhammad Hasan wafat dan pesantren pun diteruskan oleh putranya yaitu KH. M. Chamzah Hasan, S.Pd.I,[3]