Mojowarno adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Jombang yang terletak di tenggara. Dengan populasi sekitar 99 ribu jiwa di tahun 2024, Mojowarno merupakan kecamatan dengan penduduk terbanyak ketiga di Kabupaten Jombang setelah Kecamatan Jombang dan Diwek.[1] Mojowarno dikenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama kristen di Pulau Jawa. Gereja di Mojowarno menjadi salah satu gereja tertua di Jawa Timur dan selesai dibangun tahun 1881. Gereja tersebut nantinya mencetak sejarah sebagai lokasi berdirinya Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) yaitu persekutuan gereja-gereja di Jawa Timur pada tahun 1931.[2][3] Tempat terkenal lain di Mojowarno antara lain Rumah Sakit Kristen Mojowarno milik GKJW, Pasar Mojowarno, Pasar Kliwon Mojoduwur, dan Wisata Sumber Boto.
Mojowarno dilewati dua jalan penghubung yang strategis yang melintas dari utara ke selatan. Jalan di timur menghubungkan Kecamatan Mojoagung dengan Kecamatan Bareng dan Wonosalam sedangkan jalan di barat menghubungkan Mojoagung dengan Ngoro.
Geografi
Secara geografis, Mojowarno terletak di dataran rendah yang didominasi lahan persawahan dengan batas wilayah sebagai berikut:[1]
Di kecamatan ini berdiri salah satu gereja tertua di Jawa Timur yaitu Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mojowarno yang diresmikan pada tanggal 3 Maret 1881. Tidak mengherankan, kecamatan ini memiliki populasi Kristen terbanyak di Kabupaten Jombang. Munculnya jemaat GKJW di Mojowarno tak lepas dari peran Coenrad Laurens Coolen, seorang peranakan Rusia-Jawa yang bekerja sebagai sinder blandong (pengawas kehutanan Belanda). Setelah berhenti dari jabatan slinder blandong Coolen meminta izin membuka hutan di Ngoro (sebelah selatan Jombang). Beberapa waktu lamanya tempat ini menjadi sangat ramai. Dan Coolen dikenal sebagai pengajar ajaran Kristen untuk orang Jawa di daerah tersebut. Dia memiliki dua orang kepercayaan. Namanya Kiai Ditotruno dan Kiai Singotruno. Kiai Ditotruno yang setelah dibaptis bernama Kiai Abisai Ditotruno akhirnya memilih membuka hutan, yang letaknya kira-kira 10 km di utara Ngoro. Hutan angker bernama Dagangan berhasil dibukanya. Banyak orang yang tertarik sehingga semakin lama daerah baru ini berkembang dengan pesat. Wilayah ini tak jauh dari bekas lokasi kotaraja Majapahit Trowulan, sehingga ditemukan juga banyak pohon Maja yang tumbuh dengan berbagai bentuk. Lama kelamaan orang menyebut daerah ini dengan nama Mojowarno, yang berarti Maja yang beraneka warna atau bentuk. Sampai saat ini makam Ditotruno yang oleh warga sekitar lebih dikenal dengan nama makam Mbah Abisai atau Mbah Sai masih bisa kita temukan di salah satu sudut Mojowarno tepatnya disebelah utara pasar Mojowarno sekarang. Bahkan di daerah tersebut ada jalan yang bernama Jalan Abisai.[butuh rujukan]
Di Mojowarno juga terdapat Rumah Sakit Kristen Mojowarno yang didirikan pada tanggal 6 Juni 1894. Rumah sakit ini awalnya bernama ''Zendings Ziekenhuis te Mojowarno". Pada saat perang kemerdekaan tahun 1948 bangunan rumah sakit ini dihancurkan dengan siasat bumi hangus, karena rumah sakit ini dipakai sebagai Rumah Sakit Pertahanan Surabaya Selatan. Pada tahun 1949 rumah sakit ini dibangun kembali oleh masyarakat Kristen di daerah Mojowarno dan dinamakan "Rumah Sakit Kristen Mojowarno" sampai sekarang.[butuh rujukan]
Budaya
Umat Kristen jemaat Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) di Mojowarno setiap tahunnya merayakan tradisi unduh-unduh. Unduh-unduh merupakan upacara untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan YME atas hasil panen yang diterima oleh petani Kristen di daerah Mojowarno. Berbagai hasil bumi dihias di atas gerobak dan diarak keliling desa. Biasanya upacara ini diselenggarakan tiap bulan Mei setiap tahunnya.[7]