Merpati Nusantara Airlines Penerbangan 724

Merpati Nusantara Airlines Penerbangan 724
Pesawat Merpati Nusantara Airlines Fokker F28 Fellowship yang mirip dengan pesawat yang mengalami kecelakaan
Ringkasan kecelakaan
Tanggal1 Juli 1993
Ringkasanpesawat menabrak tanah karena kesalahan pilot
LokasiDekat Bandar Udara Jefman, Sorong, Papua Barat, Indonesia
Penumpang39
Awak4
Cedera2
Tewas41
Selamat2
Jenis pesawatFokker F28 Fellowship
OperatorMerpati Nusantara Airlines
RegistrasiPK-GFU
AsalBandara Udara Internasional Pattimura, Ambon, Maluku, Indonesia
TujuanBandar Udara Jefman, Sorong, Papua Barat, Indonesia

Merpati Nusantara Airlines Penerbangan 724 (MZ724/MNA724) adalah penerbangan penumpang domestik terjadwal yang dioperasikan oleh Merpati Nusantara Airlines dari Bandar Udara Pattimura di Ambon, Maluku menuju Bandar Udara Jefman di Sorong, Papua Barat. Pada 1 Juli 1993, maskapai mengoperasikan penerbangan, dengan pesawat Fokker F28 Fellowship 3000 terdaftar sebagai PK-GFU, jatuh ke laut setelah menghantam sebuah bukit kecil di dekat Bandar Udara Jefman. Empat puluh satu orang tewas dalam kecelakaan itu.[1][2]

Kecelakaan ini adalah kecelakaan yang paling mematikan dalam sejarah Merpati Nusantara Airlines. Peneliti menyimpulkan bahwa pilot pesawat tidak sengaja terbang ke dataran tinggi. Kerusakan yang terjadi di pesawat menyebabkan pesawat tersebut jatuh ke laut lepas di dekat Bandar Udara Jefman.

Kecelakaan

Pada 1 Juli 1993, pesawat Fokker F28 Fellowship mendekati Bandar Udara Jefman pada ketinggian yang relatif rendah. Para penyintas menyebut bahwa jarak antara tanah dan pesawat kurang dari satu meter. Pesawat tiba-tiba menukik ke atas, kemudian roda pendaratan di sebelah kiri menghantam puncak sebuah bukit kecil. Para penyintas menyatakan bahwa ada bunyi dentuman keras ketika hal itu terjadi.[3]

Beberapa penumpang terlempar dari kursi mereka di dalam pesawat. Bagian sayap terlepas, dan pesawat mulai berputar. Pesawat kemudian keluar dari bandara dan jatuh ke laut, pecah menjadi tiga bagian utama. Sebagian besar korban yang ditemukan masih terikat di kursi mereka dan beberapa jenazah mengapung ke permukaan. Unit pencarian dan penyelamatan segera dikerahkan setelah kecelakaan. Nelayan setempat tiba terlebih dahulu di lokasi kecelakaan dan membantu seorang anak muda dan seorang pria dari tempat tersebut. Beberapa orang selamat dari kecelakaan itu, tetapi beberapa orang lainnya meninggal dari luka-luka mereka. Seorang pria lainnya selamat dari kecelakaan itu dan menyelamatkan seorang anak laki-laki yang tidak sadarkan diri dari atas air. Sambil menyerahkan anak itu ke seorang nelayan setempat, tiba-tiba ia menjadi tidak sadarkan diri dan kemudian meninggal.[4]

Berita kecelakaan mulai tersiar pada pukul 15:00 - 16:00 WIB. Kerabat korban diberitahukan mengenai kecelakaan dan diangkut ke lokasi kecelakaan. Mereka tiba pada hari berikutnya. Proses evakuasi relatif cepat, karena lokasi kecelakaan yang dapat diakses dengan mudah.[5]

Pesawat

Pesawat yang terlibat dalam kecelakaan adalah Fokker F28 Fellowship 3000 yang terdaftar sebagai PK-GFU dengan nomor urut 11131. Pesawat itu terbang pertama kali pada April 1978. Pesawat tersebut dikirimkan pada tahun yang sama dan setelah digunakan dalam penerbangan bersama Garuda Indonesia, pesawat tersebut dijual ke Merpati Nusantara Airlines pada 1989.[6]

Penyelidikan

Kondisi cuaca dilaporkan buruk pada saat kecelakaan terjadi. Saksi mata menyatakan bahwa hujan deras disertai dengan angin kencang. Juru bicara Merpati juga menyatakan bahwa cuaca di sekitar Sorong "sangat buruk", termasuk di daerah sekitar Bandar Udara Jefman. Awan tebal hitam dapat dilihat pada saat kecelakaan terjadi. Laporan mengungkapkan bahwa pengawas lalu lintas udara telah memperingatkan para kru Penerbangan 724 untuk membatalkan pendaratan mereka dan beralih ke bandara di Biak. Namun, pilot Penerbangan 724 bersikeras mendarat di Bandar Udara Jefman.

Ketika pilot mulai melandas, pesawat menghadap ke arah laut, bukannya ke arah landasan pacu. Pilot tampak kebingungan karena kondisi cuaca yang buruk. Beberapa detik kemudian, kru menyadari kesalahan mereka dan mencoba kembali naik, tapi gagal. Bagian depan pesawat berhasil menghindari bukit, tetapi bagian belakang pesawat terhantam. Pesawat kemudian pecah menjadi tiga bagian dan jatuh ke laut.

Lihat juga

Kutipan

Pranala luar