Mahā Nikāya (Pāli; Thai: มหานิกาย; RTGS: Maha Nikai; Khmer: មហានិកាយ; Terjemahan literal: "ordo besar") adalah salah satu dari dua ordo monastik dalam Buddhisme Theravāda di Thailand dan Kamboja modern. Istilah ini digunakan untuk merujuk pada biksu beraliran Theravāda mana pun yang tidak termasuk dalam Dhammayuttika Nikāya. Maha Nikāya merupakan ordo Buddhisme Theravāda terbesar di Thailand dan Kamboja, yang menampung lebih dari 90% biksu di Thailand. Ordo Mahā Nikāya saat ini menelusuri garis keturunannya kembali ke abad ke-15, ketika sekelompok biksu Siam dikirim ke Sri Lanka untuk ditahbiskan kembali guna merevitalisasi dan membantu melestarikan tradisi monastik Thailand.[1]
Sejarah
Setelah Dhammayuttika Nikāya, suatu ordo baru sebagai usaha menyingkiran unsur sinkretis Buddhisme dengan kepercayaan tradisional Thailand yang dianggap penuh takhayul (melalui penekanan Tripitaka Pali sebagai dasar praktik), didirikan oleh Pangeran Mongkut yang kala itu adalah seorang biksu pada tahun 1833, beberapa dekade kemudian, semua biksu yang diakui yang tidak ditahbiskan dalam ordo Dhammayuttika dianggap sebagai bagian dari Mahā Nikāya, "kumpulan besar" dari mereka yang berada di luar persaudaraan Dhammayuttika yang baru.[1][2] Dengan demikian, sebagian besar biksu di Thailand menjadi anggota Maha Nikāya secara otomatis; ordo itu sendiri pada awalnya tidak menetapkan praktik atau pandangan tertentu yang menjadi ciri khas mereka yang menganut kepercayaannya. Pada kenyataannya, ada ratusan Nikāya ("ordo") yang berbeda di seluruh wilayah Thailand yang disatukan sebagai "Mahā Nikāya".
Di Kamboja, situasi serupa juga terjadi. Dhammayuttika Nikāya diduga diimpor dari Thailand pada tahun 1855, dan para biksu yang tetap berada di luar ordo Dhammayuttika diakui sebagai anggota Mahā Nikāya (bahasa Khmer: មហានិកាយ Mohanikay). Seorang patriark tertinggi yang terpisah untuk Dhammayuttika Nikāya ditunjuk oleh Raja Norodom I. Patriark tertinggi nasional sebelumnya kemudian menjadi kepala tituler Mahā Nikāya Kamboja.[butuh rujukan]
Di Thailand, seorang patriark tertinggi tunggal diakui memiliki otoritas atas Mahā Nikāya dan Dhammayuttika Nikāya. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa biksu Mahā Nikāya telah berkampanye untuk pembentukan patriark Mahā Nikāya yang terpisah, karena hampir semua patriark tertinggi Thailand saat ini selalu berasal dari Dhammayuttika Nikāya yang didukung oleh keluarga kerajaan, meskipun biksu Dhammayuttika Nikāya hanya berjumlah enam persen dari seluruh biksu di Thailand.[3]
Pengaruh
Indonesia
Saṅgha Dhamma Duta Indonesia (SDDI) telah didirikan untuk mewadahi para biksu yang belum memiliki wadah organisasi monastik, terutama para biksu dari ordo Mahā Nikāya.[4] Selain itu, ordo Mahā Nikāya yang berdasarkan pada gerakan Dhammakaya juga telah berkembang di Indonesia di bawah bimbingan Majelis Agama Buddha Mahānikāya Indonesia (MBMI) yang diakui oleh Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi).[5][6]
^Buddhism in Contemporary ThailandDiarsipkan 2015-04-01 di Wayback Machine., Prof. Phra Thepsophon, Rector of Mahachulalongkorn Buddhist University. Speech at the International Conference on Buddhasasana in Theravada Buddhist countries: Issue and The Way Forward in Colombo, Sri Lanka, January 15, 2003, Buddhism in Thailand, Dhammathai – Buddhist Information Network