MAN Purbalingga


Madrasah Aliyah Negeri Purbalingga (MAN Purbalingga) adalah lembaga pendidikan menengah atas (SMA)yang berciri khas agama Islam dan berada di bawah naungan Departemen Agama. Siswa-siswi Madrasah ini adalah para pembelajar tahun ke sepuluh (X), kesebelas (XI), dan keduabelas (XII), setelah mereka menempuh pendidikan di tingkat yang lebih rendah baik Madrasah Tsanawiyah (MTs) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Kampus MAN Purbalingga (selanjutnya disingkat Mangga), berdiri pada tahun 1966. Pada awalnya Madrasah ini bernama Sekolah Persiapan Institut Agama Islam Negeri (SPIAIN) dan didirikan oleh tokoh-tokoh masyarakat Purbalingga yang dikomandani oleh tiga serangkai yaitu K. Ahmad Taftazani, K.H.E. Abdul Musin, dan K.H. M.A Juweni.

Pendirian Madrasah ini dilakukan oleh karena semakin dirasakannya kebutuhan akan sebuah lembaga pendidikan Islam yang mampu menyiapkan kemodernan pada diri peserta didik dengan tetap menjunjung tinggi ajaran-ajaran Islam dan berupaya menjadikannya sebagai rahmat bagi seluruh alam. Inilah sebenarnya apa yang dimaksud sebagai aspirasi pendidikan umat Islam baik di tingkat lokal maupun nasional. Geliat masyarakat Muslim yang berupaya mengisi kemerdekaan dengan membangun SDM yang beriman bertakwa dan berilmu pengetahuan yang terjadi di Sumatera Barat yang dipelopori oleh Abdullah Akhmad, di Surakarta yang dipelopori oleh Susuhunan Pakubuwono VIII, di Jakarta yang diprakarsai oleh Abdullah Surkati, di Aceh, Sulawesi dan hampir seluruh pelosok tanah air, juga terjadi di Purbalingga. Para pemuka masyarakat di Purbalingga merintis Sekolah Persiapan IAIN yang pada mulanya berstatus swasta, kemudian dinegerikan pada bulan Agustus tahun 1969.

Proses penegerian yang terjadi sebenarnya lebih bersifat formal juridis oleh karena watak kelembagaan pendidikan Islam yang swadaya dan berbasis masyarakat tetap melekat pada SPIAIN ”Sunan Kalijaga” Purbalingga ini. Oleh karena itu, meskipun statusnya negeri, SPIAIN dalam mengadakan tanah dan sarana prasarana Madrasah tetap mengandalkan bantuan masyarakat, khususnya donasi dari peserta didik. Kurikulum yang berlaku pada saat itu adalah 70 persen studi Islam dan 30 persen studi ilmu-ilmu yang sering disebut sebagai ilmu umum. menjadi Reformasi kurikulum di Madrasah yang diprakarsai oleh Departemen Agama menentukan perkembangan SPIAIN Sunan Kalijaga Purbalingga. Usulan 30 persen studi Islam dan 70 persen studi umum, yang merupakan jalan tengah yang sering disebut sebagai ’mainstreaming’ lembaga pendidikan Islam agar lebih sesuai dengan perkembangan sistem pendidikan di sekolah, juga terjadi di SPIAIN Sunan Kalijaga Purbalingga. Bahkan tahun 1978 sebagai cermin terjadinya reformasi kurikulum, lembaga pendidikan ini berubah nama menjadi Madrasah Aliyah Negeri Purbalingga, demikian pula nama ”Sunan Kalijaga” yang melekat tidak dicantumkan lagi. Pergantian nama ini terjadi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 17 tahun 1978, tanggal 16 Maret 1978.

Perubahan besar kembali terjadi pada tahun 1984 seiring dengan berlakunya Kurikulum 1984 untuk semua lembaga pendidikan tingkat atas. Pada Kurikulum 1984 ini Madrasah Aliyah untuk siswa-siswa kelas II dan III dispesialisasikan dalam jurusan-jurusan A1 (Ilmu-ilmu Agama), A2 (Ilmu Pengetahuan Alam/Fisika), A3 (Ilmu-ilmu Biologi) dan A4 (Ilmu-ilmu Sosial). Kurikulum ini berlangsung terus hingga adanya perubahan baru Kurikulum 1994. Ciri Kurikulum 1994 Madrasah Aliyah adalah pada proporsi ilmu-ilmu umum yang 100 persen sama dan sebangun dengan Kurikulum Sekolah Menengah Umum (SMU). Kajian Islam dengan demikian merupakan tambahan pokok yang hanya diberikan dalam mata pelajaran Aqidah Akhlaq, Qur’an Hadits, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Praktis sejak tahun 1994, kurikulum MA selalu mengikuti apa yang diberlakukan pada Sekolah Menengah Tingkat Atas yang ada di naungan Departemen Pendidikan Nasional. Memang demikianlah, baik dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas, dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Madrasah Aliyah sama dan sejajar baik status maupun kurikulumnya dengan SLTA atau SMA. Para lulusannya juga memiliki peluang yang sama untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Umum yang ada baik negeri maupun swasta.

Pada awal berdirinya hingga tahun 1978 SPIAIN Sunan Kalijaga dokomandadi oleh Bapak Sudjono, BA. Pada masa kepemimpinannya, kampus SPIAIN berpindah dari Purbalingga ke Bobotsari. Tiga tahun kemudian tepatnya pada tahun 1976 kampus kembali ke kota Purbalingga. Pada masa kepemimpinan Sudjono BA, SPIAIN mencatat kemajuan dalam hal jumlah siswa yang terus bertambah. Tahun 1985 kepemimpinan atas lembaga yang sudah bernama MAN Purbalingga beralih ke Bapak Sudardjo, Bachelor of Arts. Guru yang tinggal di Kober Purwokerto ini memimpin Mangga hingga tahun 1991. Pada tahun 1991 itu terjadi perlaihan kepemimpinan di Departemen Agama Purbalingga, dan Sekretaris Kantor tersebut, yakni Drs. Suwarto,ditunjuk oleh Kanwil Depag provinsi Jawa Tengah untuk menjadi kepala Madrasah. Kepemimpinan Drs. Suwarto berakhir karena pensiun dan menjadi anggota DPRD pada Pemilu terakhir era Orde Baru yang hanya berusia tidak terlalu lama yaitu hanya sekitar 1 tahun akibat munculnya gerakan reformasi nasional seiring dengan berakhirnya pemerintahan orde baru. Kepemimpinan dilanjutkan oleh Drs. H. Amin Yusuf yang menjabat sejak oktober 1997 sampai dengan pertengahan 2002. Selanjutnya kepemimpinan dilanjutkan oleh Drs. Khaeruddin, MA yang menjabat sejak 2002 sampai dengan 2005.Tahun 2005 oleh karena Drs. Kheruddin dipromosikan menjadi kepala kantor kementerian agama kabuapaten Purbalingga, terjadilah kekosongan jabatan yang di Plt kan kepada Drs. Abdulrachman. Bulan agustus 2005 kepala kantor kementerian agama kabupaten Purbalingga melantik penggantinya sebagai kepala MAN Purbalingga yang baru yaitu Dr. H. Saefudin A. Syafii, M.Ed. Kepemimpinan Dr. Saefudin M.Ed. tersebut berakhir pada tahun 2009 oleh karena yang bersangkutan dipromosikan menjadi kepala seksi ketenagaan di subdit ketenagaan direktorat pendidikan madrasah Kementerian Agama RI di Jakarta. MAN Purbalingga di bawah kepemimpinan Dr Saefudin M.Ed mengalami banyak perubahan. yang sangat menonjol adalah pembuatan kelas jalur khusus yang diprogramkan dengan tujuan agar MAN Purbalingga mendapatkan kedudukan yang setara di mata masyarakat sebagai lembaga pendidikan menengah umum bercirikhas agama Islam yang memiliki daya saing, mampu menghantarlan siswa-siswanya melanjutkan ke Perguruan Tinggi favorite seperti UGM, Undip, ITB, UIN SUnan Kalijaga Yogyakarta, UIN Syarif Hidayatullah, Unibraw dan ITS serta PTN lainya yang memiliki keunggulan akademik. Terobosan tersebut ditempuh dengan merombak cara rekrutmen siswa baru. Biasanya rekrutmen siswa baru ditempuh dengan jadwal yang rigit di akhir tahun pelajaran dan menjelang tahun ajaran baru. Dr Saefudin merubahnya dengan mulai merekrut pada bulan Januari, atau awal semester terakhir, dan dengan cara pro aktif yaitu guru guru MAN ditugasi mendatangi ke SLTP baik SMP maup[un MTs guna mencari bibit bibit unggul untuk direkrut ke dalam jalur khsus tersebut. Selain itu juga dilakukan perubahan cara mengajar kepadaa parta siswa peserta jalur khsus yang memiliki prestasi belajar unggul di masa SLTP yaitu dipakainya pendekatan pembelajaran siswa aktif membaca bahan bahan, mengurangi kegiatan pembelajaran yang didominasi oleh guru melalui ceramah=ceramah dan pendekltan baru intensifikasi pembelajaran mata pelajar sains dan teknologi dan bahas asing. cara ini berhasil mengangkat citra MAN Purbalingga oleh karena lulusan pertamanya pada tahun 2000 mampu menembus perguran tinggi favorite. Program JK ini dilanjutkan terus pada tahun tahun berikutnya dan berhasil menempatkan MAN Purbalingga menjadi SLTA yang diakui setara dengan SMA Negeri yang ada di Purbalingga kota khussnya.

web site: http://www.man-purbalingga.sch.id