Pemimpin Laskar Jihad, Jafar Umar Thalib, secara terbuka mendukung pembentukan teokrasi Islam di Indonesia.[3] Anggota-anggotanya menuntut penerapan hukum syariah.[4] Mereka juga menolak pengangkatan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Indonesia pada tahun 2001 dengan alasan bahwa pemilihan presiden perempuan itu dosa.[4] Di markas Laskar Jihad, perempuan wajib mengenakan burka dan anggota tidak boleh memiliki televisi.[5]
Thalib pernah bertemu dengan Osama bin Laden,[6] namun kabarnya menolak tawaran bantuan dana karena meragukan ketaatan bin Laden.[6] Akan tetapi, beberapa anggota milisinya menerima bantuan al-Qaeda.[6] Saat ditanyai Jessica Stern soal dukungannya terhadap Wahhabisme di Indonesia, Thalib mengaku berusaha menjauhkan dirinya dari Wahhabisme. Ia menyatakan bahwa tulisan-tulisan Wahhabi terlalu bergantung pada hadits lemah "yang mungkin bukan firman Allah".[7] Beberapa pengamat menulis bahwa fatwa-fatwa yang dikeluarkan muftiSalafi dari Jazirah Arab memainkan peran penting dalam pembentukan Laskar Jihad.[8] Mereka juga berpendapat bahwa upaya Thalib menjauhkan dirinya dari al-Qaeda dan segala hal tentang al-Qaeda berkaitan dengan efek serangan 11 September ketika pemerintah Indonesia memaksa Laskar Jihad untuk tidak memanfaatkan sentimen anti-Amerika Serikat.[6]
Thalib memandang bahwa kepemimpinan sebuah pemerintahan merupakan bagian dari syari’at Islam yang harus ditegakkan karena merupakan bagian dari as-siyasah asy-syar'iyyah. Dalam pandangannya tersebut, Ja’far berpegang pada dua kriteria pemimpin berdasarkan Al-Qur’an dan hadis. Sumber Al-Qur’an yang dijadikan sandaran oleh Thalib adalah QS. al-Maidah ayat 51, sedangkan kriteria seorang pemimpin negara berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Hushain. Dengan berpegang pada dua dasar teologis tersebut, Ja’far menyatakan bahwa orang-orang Islam dilarang setia dan memiliki loyalitas dengan orang kafir baik dari kalangan Yahudi maupun Kristen ataupun dari yang lainnya. Secara batin seorang muslim dilarang keras membangun hubungan kesetiaan dengan non-muslim, lebih-lebih dalam konteks memilih kepemimpinan.[9]
Mengenai tindakan kekerasan di Maluku, Laskar Jihad memaparkan dua alasan: pertama, pertahanan diri sesama Muslim;[10] dan kedua, perjuangan melawan separatisme.[8] Untuk memperkuat alasan kedua, Laskar Jihad menduga ada konspirasi Zionis-Kristen yang berusaha mengganggu persatuan bangsa Indonesia.[8]
Referensi
^Greg Fealy (2004), Islamic Radicalism in Indonesia: The Faltering Revival?, in: Daljit Singh/Chin Kin Wah (eds.), Southeast Asian Affairs 2004. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, p. 106
^Robert W. Hefner (2007), The sword against the crescent: religion and violence in Muslim Southeast Asia, in: Linell E. Cady/Sheldon W. Simon (eds.), Religion and conflict in South and Southeast Asia: Disrupting violence. London: Routledge, p. 44
^ abcKesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Cox
^The Middle East, abstracts and index, Part 2. Pittsburgh: Northumberland Press, 2004, p. 117
^ abcdZachary Abuza (2005), Al Qaeda Comes to Southeast Easia, in: Paul J. Smith (ed.), Terrorism and Violence in Southeast Asia: Transnational Challenges to States and Regional Stability. Armonk, New York: M.E. Sharpe, pp. 55f.
^Jessica Stern (2003), Terror in the Name of God: Why Religious Militants Kill. New York: Ecco/HarperCollins[halaman dibutuhkan]
^ abcNoorhaidi Hasan (2002), Faith and Politics: The Rise of the Laskar Jihad in the Era of Transition in Indonesia, in: Indonesia, vol. 73, pp. 145–170 (online)