Lanskap budaya

Lereng bukit padang rumput Neckertal, Swiss.

Sebuah lanskap budaya, sebagaimana didefinisikan oleh Komite Warisan Dunia, adalah "properti budaya [yang] mewakili karya gabungan antara alam dan manusia".[1]

  1. sebuah "lanskap dirancang dan dibuat dengan sengaja oleh manusia"
  2. sebuah "lanskap berevolusi secara organik" yang mungkin merupakan "lanskap relik (atau fosil)" atau "lanskap berkelanjutan"
  3. sebuah "lanskap budaya asosiatif" yang mungkin dinilai karena "asosiasi agama, artistik, atau budaya dari elemen alam."

Sejarah konsep

Konsep "lanskap budaya" dapat ditemukan dalam tradisi lukisan lanskap (pemandangan alam) Eropa.[2] Sejak abad ke-16 dan seterusnya, banyak seniman Eropa melukis lanskap untuk orang-orang, mengurangi orang-orang dalam lukisan mereka menjadi tokoh-tokoh yang termasuk dalam lanskap yang lebih luas dan spesifik secara regional.[3]

Dalam bahasa Inggris, kata landscape sendiri menggabungkanland ("tanah/darat") dengan sebuah kata kerja asal Jermanik, scapjan / schaffen yang secara harfiah berarti shaped land ("tanah/darat berbentuk").[4] Tanah kemudian dianggap dibentuk oleh kekuatan alam, dan detail unik dari landshaffen (tanah berbentuk) seperti itu menjadi subjek lukisan "lanskap".[3]

Ahli geografi, Otto Schlüter, dianggap berjasa karena telah secara resmi menggunakan "lanskap budaya" sebagai istilah akademis di awal abad ke-20.[5] Pada tahun 1908, Schlüter berpendapat bahwa dengan mendefinisikan geografi sebagai sebuah Landschaftskunde (ilmu lanskap), ini akan memberikan geografi sebuah materi pelajaran yang logis yang tidak dimiliki disiplin ilmu lain.[5][6] Dia mendefinisikan dua bentuk lanskap: Urlandschaft ("Lanskap asli") atau lanskap yang ada sebelum perubahan besar yang disebabkan manusia dan Kulturlandschaft ("Lanskap budaya") yakni lanskap yang diciptakan oleh budaya manusia. Tugas utama geografi adalah menelusuri perubahan di kedua lanskap ini.[7]

Adalah Carl O. Sauer, seorang ahli geografi manusia, yang mungkin paling berpengaruh dalam mempromosikan dan mengembangkan gagasan lanskap budaya.[8] Sauer bertekad untuk menekankan agensi budaya sebagai kekuatan dalam membentuk fitur yang terlihat dari permukaan Bumi di daerah terbatas. Dalam definisinya, lingkungan fisik mempertahankan makna sentral, sebagai media dengan dan melaluinya budaya manusia memainkan peran.[9] Definisi klasiknya tentang "lanskap budaya" berbunyi sebagai berikut:[7]

"Lanskap budaya dibentuk dari lanskap alami oleh suatu kelompok budaya. Budaya adalah agennya, wilayah alami adalah medium, lanskap budaya adalah hasilnya"

Sejak Schlüter menggunakan istilah tersebut secara formal untuk pertama kalinya, dan promosi ide Sauer yang efektif, konsep lanskap budaya telah banyak digunakan, diterapkan, diperdebatkan, dikembangkan, dan disempurnakan dalam dunia akademis. Pada tahun 1950-an, misalnya, J.B. Jackson dan publikasinya Landscape memengaruhi sebuah generasi khususnya sarjana Amerika, termasuk sejarawan arsitektur Denise Scott Brown dan Gwendolyn Wright.[10]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ UNESCO (2012) Operational Guidelines for the Implementation of the World Heritage Convention [1]. UNESCO World Heritage Centre. Paris. Page 14.
  2. ^ PANNELL, S (2006) Reconciling Nature and Culture in a Global Context: Lessons form the World Heritage List. James Cook University. Cairns, Australia. Page 62
  3. ^ a b GIBSON, W.S (1989) Mirror of the Earth: The World Landscape in Sixteenth-Century Flemish Painting. Princeton University Press, Princeton, New Jersey
  4. ^ HABER, W (1995) Concept, Origin, and Meaning of Landscape. UNESCO's Cultural Landscapes of Universal Value: Components of a Global Strategy. UNESCO, New York. Pages 38-42.
  5. ^ a b JAMES, P.E & MARTIN, G (1981) All Possible Worlds: A History of Geographical Ideas. John Wiley & Sons. New York, p.177.
  6. ^ ELKINS, T.H (1989) Human and Regional Geography in the German-speaking lands in the first forty years of the Twentieth Century. ENTRIKEN, J. Nicholas & BRUNN, Stanley D (Eds) Reflections on Richard Hartshorne's The nature of geography. Occasional publications of the Association of the American Geographers, Washington DC. Page 27
  7. ^ a b K. Bharatdwaj (2009). Physical Geography: a Landscape Appreciations. Discovery Publishing House. hlm. 6. ISBN 978-81-8356-441-0. 
  8. ^ JAMES, P.E & MARTIN, G (1981) All Possible Worlds: A History of Geographical Ideas. John Wiley & Sons. New York. Page 321-324.
  9. ^ SAUER, C (1925) The Morphology of Landscape. University of California Publications in Geography. Number 22. Pages 19-53
  10. ^ Everyday America : cultural landscape studies after J.B. Jackson. Wilson, Chris, 1951 December 23-, Groth, Paul Erling. Berkeley: University of California Press. 2003. ISBN 9780520935907. OCLC 56028907. 

Bibliografi

  • Conzen, M., 1993, 'The historical impulse in Geographical writing about the United States 1850 1990', in Conzen, M., Rumney, T. and Wynn, G., A Scholar's Guide to Geographical Writing on the American and Canadian Past, The University of Chicago Press, Chicago, pp. 3 90.
  • Denevan William M., 1992, 'The Americas before and after 1492: Current Geographical Research', Annals of the Association of American Geographers, Vol. 82, No. 3, pp. 369–385.
  • Elkins, T. H., 1989, 'Human and Regional Geography in the German-speaking lands in the first forty years of the Twentieth Century', in J. Nicholas Entrikin & Stanley D. Brunn (eds). Reflections on Richard Hartshorne's The nature of geography, Occasional publications of the Association of the American Geographers, Washington DC. 17-34.
  • James, P. E. and Martin, G., 1981, All Possible Worlds: A history of geographical ideas, John Wiley & Sons, New York
  • Jones, M., 2003, 'The Concept of Cultural Landscape: Discourse and Narratives', in H. Palang & G. Fry (eds.), Landscape Interfaces. Cultural Heritage in Changing Landscapes, Dordrecht, 21-51
  • Sauer, C., 1925, The Morphology of Landscape, University of California Publications in Geography, 22:19-53.
  • Fedorov, Roman (2013). "Genesis of the Cultural Landscape of Urals and Siberia". Journal of Eurasian Studies. 4 (2): 207–216. doi:10.1016/j.euras.2013.03.010. 

Pranala luar