Koliform fekal atau bakteri yang terdapat dalam feses (tinja) adalah bakteri anaerob fakultatif yang berbentuk batang, bersifat gram-negatif, dan tidak berspora. Bakteri koliform umumnya berasal dari usus halus hewan berdarah panas termasuk manusia.[1][2][3] Mereka hidup dan berkembang biak dengan ketersediaan garam empedu atau surfaktan serupa lainnya, memiliki enzim oksidase negatif, serta mampu memproduksi asam dan gas hasil perombakan laktosa dalam waktu 48 jam pada suhu 44 ± 0,5°C.[4] Istilah "koliform termotoleran" dianggap lebih tepat dan lebih diterima daripada "koliform fekal".[5]
Kelompok bakteri koliform terdiri dari genus bakteri yang berasal atau hidup dalam feses (misalnya Escherichia) serta genus yang berasal dari sumber lain (misalnya Enterobacter, Klebsiella, Citrobacter). Bakteri koliform termasuk salah satu dari 7 parameter air limbah.[6] Uji laboratorium dimaksudkan untuk menemukan adanya kontaminasi feses ; lebih khusus Escherichia coli sebagai indikator keberadaan mikroorganisme patogen lain. Temuan koliform fekal dalam air belum tentu berbahaya secara langsung dan tidak selalu menunjukkan adanya kontaminasi feses .[3][4]
Bakteri fekal sebagai indikator kualitas air
Peningkatan kadar koliform fekal menunjukkan kegagalan dalam pengolahan air, adanya kerusakan dalam sistem distribusi air, dan kemungkinan terjadinya kontaminasi patogen. Kadar koliform fekal yang tinggi dapat meningkatkan risiko penularan penyakit gastroenteritis melalui air. Pengujian di laboratorium untuk mengecek keberadaan bakteri ini biayanya murah, andal, dan cepat (masa inkubasi 1 hari). Di Indonesia, lembaga yang berwenang melakukan pengujian kualitas air antara lain PAM Jaya dan Kementerian Kesehatan.[7][8]
Latar belakang
Keberadaan koliform fekal dalam perairan menunjukkan bahwa air tersebut terkontaminasi oleh bahan feses manusia atau hewan lain. Bakteri tersebut mencemari sungai melalui pembuangan kotoran secara langsung dari hewan mamalia dan burung, dari lahan pertanian, air limpasan banjir, dan dari air comberan. Namun, sumber koliform fekal bisa juga berasal dari material tumbuhan, dan limbah pabrik kertas atau pulp.[4]
Sumber-sumber potensial bakteri di dalam air
Air limbah dari perumahan
Sistem septik air limbah perumahan yang bocor dapat menyebabkan bakteri koliform mencemari air permukaan, air bawah tanah, selokandrainase, dan air permukaan lain di dekatnya. Dalam sistem saluran air gabungan, limbah rumah tangga dibuang bersama-sama dengan air hujan. Selama periode curah hujan tinggi, saluran pembuangan gabungan itu bisa meluap dan masuk ke sungai tanpa melewati melewati proses pengolahan.[9][10][11]
Hewan
Hewan peliharaan dapat menyebabkan kontaminasi feses pada air permukaan. Limpasan dari genangan air di jalan dan halaman rumah membawa kotoran hewan masuk ke sungai melalui selokan. Burung termasuk hewan sumber bakteri koliform fekal yang signifikan. Angsa, itik, burung camar, dan unggas air lainnya dapat meningkatkan jumlah bakteri, terutama di lahan basah, danau, kolam, dan sungai.[12]
Limbah pertanian
Praktik pertanian seperti menggembala ternak di dekat badan air, penggunaan pupuk kandang pada musim hujan, dan pemanfaatan lumpur limbah, semuanya dapat berkontribusi pada kontaminasi koliform fekal.[13][12]
Masalah-masalah akibat kontaminasi bakteri fekal dalam air
Mengancam kesehatan manusia
Sejumlah besar bakteri koliform dalam air tidak berbahaya menurut beberapa lembaga,[2] tetapi hal itu menunjukkan risiko tinggi keberadaan bakteri patogen di dalam air. Penularan beberapa penyakit melalui media air diketahui terjadi secara bersamaan dengan kontaminasi koliform fekal, beberapa di antaranya termasuk infeksi telinga, diare, demam tifoid, gastroenteritis virus dan bakteri, dan hepatitis A.[14][15][16]
Dampak lingkungan
Limbah organik tanpa pengolahan yang mengandung koliform fekal berbahaya bagi lingkungan. Penguraian secara aerobik (memerlukan oksigen) bahan organik dapat menurunkan kadar oksigen terlarut jika dibuang ke sungai atau saluran air.[17] Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air dapat mematikan ikan dan satwa air lainnya. Pengurangan koliform fekal dalam air limbah memerlukan klorin[18] dan bahan disinfektan lain, atau bisa juga dengan disinfeksi sinar UV (ultra violet).[19]Perlakuan tersebut dapat membunuh koliform fekal dan juga bakteri penyakit lain. Dampak negatifnya, bahan disinfektan juga membunuh bakteri penting lain yang berperan menjaga keseimbangan lingkungan air. Akibatnya, kelangsungan hidup spesies yang bergantung pada bakteri tersebut akan terancam. Semakin tinggi kadar koliform fekal dalam perairan, semakin tinggi pula klorin yang diperlukan. Hal ini akan mengancam organisme akuatik di dalam perairan dan juga manusia.[20][21]
Penghilangan dan perlakuan
Perkembangbiakan koliform fekal, seperti bakteri lainnya, dapat dihambat dengan pemanasan air, pemberian klorin, iodin, atau penyinaran UV.[18][22][19] Mencuci secara menyeluruh dengan sabun setelah kontak dengan air yang terkontaminasi juga membantu mencegah infeksi. Sarung tangan harus selalu dipakai saat melakukan uji koliform fekal. Pemantauan untuk menjaga kebersihan pasokan air bersih publik di perkotaan dilakukan oleh pemerintah.
Uji laboratorium
Pengawasan risiko kesehatan publik
Di perairan Amerika Serikat, Kanada, dan negara lain, kualitas air dikontrol untuk melindungi kesehatan masyarakat. Kontaminasi bakteri adalah salah satu polutan yang diawasi. Di AS, pengujian koliform fekal termasuk salah satu dari sembilan pengujian kualitas air yang menentukan peringkat kualitas air secara keseluruhan dalam proses yang digunakan oleh Badan Perlindungan Lingkungan, EPA (Environmental Protection Agency). Uji koliform fekal hanya digunakan untuk mendeteksi materi feses dalam air yang tidak terkontaminasi bakteri koliform non-fekal.[4] EPA telah menyetujui sejumlah metode berbeda untuk menganalisis sampel bakteri.[23]
Analisis
Bakteri berkembang biak dengan cepat jika menemukan habitat yang cocok untuk pertumbuhan. Sebagian besar bakteri tumbuh paling baik di lingkungan yang gelap, hangat, lembab, dan terdapat sumber makanan. Ketika ditumbuhkan pada media padat, beberapa bakteri membentuk koloni saat berkembang biak yang berukuran cukup besar sehingga dapat dilihat secara kasatmata. Dengan menumbuhkan dan menghitung koloni bakteri koliform feses dari sampel air, jumlah bakteri yang ada dapat ditentukan.
Filtrasi membran adalah metode yang cocok untuk analisis koliform fekal dalam air.[24] Sampel disaring melalui filter dengan ukuran pori tertentu (umumnya 0,45 mikrometer). Mikroorganisme kemudian akan tertahan di permukaan filter. Filter kemudian ditempatkan dalam cawan Petristeril dengan media selektif (media bernutrisi spesifik) untuk mengembangbiakkan mikroba yang diinginkan, sementara mikroorganisme non-target ditekan pertumbuhannya. Setiap sel bakteri yang berkembang biak seterusnya akan menjadi koloni terpisah yang dapat dihitung secara langsung; termasuk ukuran inokulum awalnya. Biasanya jumlah sampel untuk pengujian bervolume 100 ml, dengan kisaran kepadatan koloni akhir yang diinginkan kira-kira 20 sampai 60 koloni tiap filter. Sumber yang terkontaminasi mungkin perlu pengenceran untuk mencapai jumlah yang "dapat dihitung". Filter selanjutnya ditempatkan pada cawan Petri yang berisi agar M-FC[25] dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 44,5°C (112,1°F).[24] Suhu ini tidak cocok untuk bakteri non-fekal sehingga akan menghambat pertumbuhannya. Saat koloni koliform fekal tumbuh, asam yang dihasilkan melalui fermentasilaktosa akan bereaksi dengan pewarna anilin dalam agar sehingga menampilkan warna biru pada koloni.[26]
Metode yang lebih baru untuk mendeteksi bakteri koliform didasarkan pada substratenzim spesifik sebagai indikatornya.[27] Pengujian ini menggunakan zat gula yang ketika bereaksi dengan enzim beta-galaktosidase akan menghasilkan warna khas.[28] Enzim beta-galaktosidase adalah penanda yang umum untuk koliform dan dapat diuji dengan metode hidrolisisglikosida spesifik enzim, misalnya o-nitrofenil-beta-D-galaktosa. Pengujian biasanya mencakup zat gula kedua yang menghasilkan produk fluoresen ketika bereaksi dengan enzim beta-glukuronidase. Karena E. coli menghasilkan beta-galaktosidase dan beta-glukuronidase, kombinasi dua pewarna memungkinkan untuk membedakan dan mengukur koliform dan E. coli dalam cawan yang sama.
Informasi mengenai proses kimiawi senyawa-senyawa dalam pendeteksian enzim telah diperbarui. Saat ini metode analisis koliform fekal dapat dilakukan dengan menggunakan indikator redoks aktif. Hal ini berbeda dengan metode kromogenik yang sebelumnya sering digunakan. Metode baru memungkinkan pendeteksian bakteri indikator fekal seperti E. coli dan E. faecalis secara elektrokimia sehingga tidak perlu adanya perlakuan awal pada sampel. Karena warna senyawa pendeteksi tidak berpengaruh maka metode pendeteksian bisa lebih akurat.[29]
Persyaratan pengujian menurut standar US EPA
Pada tahun 1989 Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) menerbitkan Total Coliform Rule (TCR) yang memberlakukan perubahan pemantauan besar untuk sistem air publik nasional. Persyaratan pengujian di bawah TCR 1989 lebih menyeluruh daripada persyaratan sebelumnya. Jumlah tes koliform yang diperlukan semakin bertambah, terutama untuk penggunaan fasilitas-fasilitas air yang lebih kecil. Peraturan tersebut juga mewajibkan pengujian ulang otomatis dari semua sumber yang menunjukkan total koliform positif (dikenal sebagai pemantauan sumber air terpicu). Pada tahun 2013 EPA merevisi TCR,[30] dengan koreksi kecil pada tahun 2014.[31]
^ abMichael J. Sadowsky dan Richard L. Whitman, ed. (2011). The Fecal Bacteria. American Society for Microbiology Press. ISBN978-1-55581-608-7.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"9223 Enzyme Substrate Coliform Test". Standard Methods For the Examination of Water and Wastewater. Diakses tanggal 31 januari 2022.Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)