Ketegangan Tibet 2008, yang pemerintah Tiongkok sebut sebagai Kerusuhan 3•14, adalah serangkaian kerusuhan, protes, dan demonstrasi yang dimulai di ibu kota wilayah TibetLhasa dan menyebar ke wilayah Tibet lainnya dan sejumlah biara termasuk di luar Kawasan Otonomi Tibet.[1] Apa yang awalnya dimulai sebagai perayaan tahunan Hari Kebangkitan Tibet menghasilkan protes jalanan oleh para biksu, yang kemudian berujung pada kerusuhan, pembakaran, penjarahan, dan pembunuhan etnis pada 14 Maret.[2] Kekerasan tersebut kebanyakan ditujukan kepada warga sipil Han dan Hui oleh orang-orang Tibet yang ikut dalam ketegangan tersebut.[3] Kepolisian merusaha untuk mencegah kontlik tersebut dari peningkatan berkelanjutan. Pada waktu yang sama namun juga dalam rangka menanggapinya, protes yang sebagian besar mendukung orang Tibet memuncak di kota-kota Amerika Utara dan Eropa. 18 kedutaan besar dan konsulat Tiongkok diserang.[4]
Menurut pemerintah Tiongkok yang memerintah Tibet, ketegangan tersebut dimotivasi oleh separatisme dan didalangi oleh Dalai Lama.[5] Dalai Lama membantah tuduhan tersebut dan berkata bahwa keadaannya adalah ketidaktenangan yang terjadi Tibet.[6]Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok dan Dalai Lama mengadakan pembicaraan atas kerusuhan tersebut pada 4 Mei dan 1 Juli pada tahun yang sama.[7]
Pada masa kerusuhan tersebut, otoritas Tiongkok melarang media Hong Kong dan luar negeri memasuki wilayah tersebut.[8] Media domestik awalnya terjun ke pertempuran tersebut, tetapi segera ditindak dengan cepat. Hanya James Miles, seorang koresponden dari The Economist, yang meraih persetujuan untuk kunjungan selama seminggu untuk mengetahui apa yang terjadi bertepatan dengan meningkatnya ketegangan tersebut.[9] Media menyimpulkan bahwa kekerasan tersebut berdampak pada Olimapiade Beijing 2008, tetapi secara garis besar tidak terkena dampaknya.[10]
Latar belakang
Situasi politik di Tibet membuat wilayah tersebut menjadi sensitif, namun juga dikabarkan oleh beberapa media barat bahwa sejumlah masalah sosio-ekonomi berujung pada kekerasan tersebut di Lhasa pada 14 Maret.[11]
Otoritas Partai Komunis Tiongkok di Tibet berkata bahwa kebangkitan tersebut didalangi oleh Dalai Lama, yang pemerintah Rakyat Tiongkok tuduh melakukan separatisme.[5] Kabngkitan tersebut bertepatan dengan unjuk rasa memperingati peringatan ke-49 kebangkitan Tibet 1959 di negara-negara lain.
Kementerian Keamanan Masyarakat Tiongkok menuduh bahwa orang-orang yang ditangkat setelah kerusuhan tersebut mengaku bahwa mereka disuruh oleh beberapa orang tak dikenal untuk melakukan kekerasan, seperti pembakaran, perusakan toko-toko dan menyerang warga sipil non-Tibet, dengan bayaran harian sejumlah beberapa RMB ".[12]