Kesultanan Bacan (كسلطانن باچن) adalah suatu kerajaan yang berpusat di Pulau Bacan, Kepulauan Maluku, Indonesia saat ini, yang muncul dengan perluasan perdagangan rempah-rempah di akhir abad pertengahan. Kesultanan ini berawal di Pulau Makian yang kemudian mengungsi ke Pulau Bacan akibat Gunung Kie Besi dan jangkauan kekuasaannya terdiri dari Kepulauan Bacan (Bacan, Kasiruta, Mandioli, dll) tetapi memiliki pengaruh berkala di Seram dan Kepulauan Raja Ampat. Kesultanan Bacan jatuh di bawah pengaruh kolonial Portugal pada abad ke-16 dan Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) setelah 1609. Bacan adalah salah satu dari empat kerajaan Maluku (Maloko Kië Raha) bersama dengan Ternate, Tidore dan Jailolo, tetapi cenderung dibayangi oleh Ternate.[1] Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, fungsi pemerintahan sultan secara bertahap digantikan oleh struktur administrasi modern. Namun, kesultanan telah dihidupkan kembali sebagai entitas budaya di masa sekarang.
Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainal Abidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Sedangkan Raja Bacan pertama yang beragama Kristen adalah Dom João. Meski berada di Maluku, wilayahnya cukup luas hingga ke wilayah Papua Barat. Banyak kepala suku di wilayah Waigeo, Misool yang terletak di Raja Ampat dan beberapa daerah lain sempat berada di bawah administrasi pemerintahan Kesultanan Bacan.
Sejarah Awal
Menurut legenda yang diketahui dari abad ke-16, raja-raja Bacan, Kepulauan Papua, Banggai dan Buton merupakan keturunan dari sekumpulan telur ular yang telah ditemukan di antara beberapa batu oleh pelaut Bacan Bikusigara. Karena itu, Bacan dapat mengklaim sebagai titik awal tatanan politik Maluku. Mitos itu juga menunjuk pada hubungan awal dengan orang Papua. Namun, ada legenda yang saling bertentangan yang menyatakan bahwa Jailolo di Halmahera adalah kerajaan tertua di Maluku. Legenda ketiga berangkat dari imigran Arab Jafar Sadik yang datang ke Maluku, pada tahun 1245, dan menikahi bidadari surga Nurus Safa. Dari pasangan ini lahirlah empat orang putra yang bernama Buka, Darajat, Sahajat dan Mashur-ma-lamo, yang menjadi nenek moyang para penguasa Bacan, Jailolo, Tidore, dan Ternate. Dalam cerita ini pun, Bacan memiliki posisi yang didahulukan. Penguasa itu tetap dikenal sebagai Kolano ma-dehe, Penguasa Tanjung (yaitu dalam kaitannya dengan Ternate dan Tidore).
Daftar sultan bacan
Nama
Masa
Keterangan
Buka
abad ke–13
anak Jafar Sadik (legenda)
Sidang Hasan
1345
Muhammad Bakir
–1465
Sultan Zainal Abidin
1512
Raja Yusuf
–1515
Sultan Alauddin I
1520–1557
Dom João
1557–1577
anak
Dom Henrique
1577–1581
anak
Sultan Alauddin II
1581– 1609
anak Dom João
Kaicili Malito (wali penjabat)
1609–1614
Sultan Nurusalat
1609–1649
anak
Sultan Muhammad Ali
1649–1655
anak
Sultan Alauddin III
1655–1701
anak
Sultan Musa Malikuddin
1701–1715
saudara
Sultan Kie Nasiruddin
1715–1732
anak Alauddin III
Sultan Hamza Tarafan Nur
1732–1741
keponakan
Sultan Muhammad Sahadin
1741–1779
cucu Musa Malikuddin
Sultan Skandar Alam
1780–1788
keponakan
Sultan Muhammad Badaruddin, Ahmad
1788–1797
anak Kie Nasiruddin
Sultan Kamarullah
1797–1826
keponakan
Muhammad Hayatuddin Kornabei Syah
1826–1860
anak
Sultan Muhammad Sadik Syah
1862–1889
anak
interregnum
1889–1899
diwakilkan oleh 3 wali
Sultan Muhammad Usman Syah
1899–1935
anak
Sultan Muhammad Muhsin Syah
1935–1983
anak
Sultan Alhaji Dede Muhammad Gahral Aydan Syah
1983–2009
anak
Sultan Abdurrahim Muhammad Gary Ridwan Syah
2010–2023
anak, meninggal di Ohio, AS, 27 October 2023
Sultan Dede Irsyad Maulana Syah
2024–sekarang
anak
Galeri
Benteng Barneveld di Pulau Bacan (2020)
Istana Sultan Bacan (1935)
Masjid Sultan Bacan (2020)
Sultan Muhammad Usman Syah bersama gubernur Maluku Tn. van Sandick (1924)