Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang besar meskipun dalam beberapa tahun terakhir angka resmi menunjukkan tren yang menurun sedikit demi sedikit. Dikarenakan daerah pedesaan yang padat di Jawa, Bali, Lombok, dan sebagian Sumatra, kemiskinan dapat diklasifikasikan ke dalam kemiskinan pedesaan dan perkotaan. Kemiskinan perkotaan lazim tidak hanya di Jabodetabek, tetapi juga di Medan dan Surabaya.
Sebagai kepulauan yang luas, karakteristik dan implikasi kemiskinan sangat bervariasi dari pulau ke pulau dan budaya ke budaya. Papua memiliki masalah kemiskinan yang serius tersendiri karena isolasi ekonomi, budaya, bahasa dan fisik yang membedakannya dari wilayah lain di Indonesia.[butuh rujukan]
Jumlah
Pada bulan Februari 1999, sebanyak 47,97 juta jiwa tergolong miskin, mewakili 23,43% populasi nasional.[1] Namun, jumlah ini harus memperhitungkan pelemahan rupiah pada krisis finansial Asia. Pada bulan Juli 2005, jumlah tersebut berkurang menjadi 35,10 juta, mewakili 15,97% dari populasi keseluruhan. Jumlah terbaru pada bulan Maret 2007,[dated info] menunjukkan bahwa 37,17 juta jiwa berada di bawah garis kemiskinan mewakili 16,58% dari populasi keseluruhan.
Berdasarkan laporan dari Bank Pembangunan Asia (ADB), penduduk nasional Indonesia pada tahun 2015 berjumlah 255,46 juta jiwa, 11,2% di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan nasional.[2]
Garis kemiskinan nasional Indonesia ditetapkan pada rata-rata pengeluaran Rp302.735 per kapita per bulan - sekitar Rp10.000 per hari.[3] Ada juga perbedaan pada awal 2014, di mana 13,8% dari penduduk pedesaan tergolong miskin sementara penduduk perkotaan terdiri dari 8,2%. Ini berasal dari pekerjaan produktivitas rendah yang tersedia di negara sektor pertanian dan jasa low-end.
Referensi
^"BPS:Miskin"(PDF). Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2013-01-17. Diakses tanggal 2017-04-04.