Kecoak

Kecoak
Rentang waktu: 145–0 jtyl
Kapur–sekarang
Kecoak-kecoak rumah
A) Kecoak jerman
B) Kecoak amerika
C) Kecoak australia
D&E) Kecoak oriental (♀ & ♂)
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Domain: Eukaryota
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Superordo: Dictyoptera
Ordo: Blattodea
Famili

Anaplectidae
Blaberidae
Blattidae
Corydiidae
Cryptocercidae
Ectobiidae
Lamproblattidae
Nocticolidae
Tryonicidae

Kecoak, lipas, atau coro adalah salah satu ordo serangga (Blattodea) hemimetabola yang berasal dari kelas Insecta. Ordo ini terdiri dari 4000 spesies, 2 superfamili, dan 6 famili. Kecoak terdapat hampir di seluruh belahan bumi, kecuali di benua Antartika. Kecoak memiliki hubungan dekat dengan belalang sentadu (Mantodea) dan rayap (Isoptera).[1]

Di antara spesies yang paling terkenal adalah kecoak amerika, Periplaneta americana, yang memiliki panjang 3 cm, kecoak jerman, Blattella germanica, dengan panjang ±1½ cm, dan kecoak asia, Blattella asahinai, juga dengan panjang sekitar 1½ cm. Kecoak sering dianggap sebagai hama dalam bangunan, walaupun hanya sedikit dari ribuan spesies kecoak yang termasuk dalam kategori ini.

Taksonomi

Kecoak merupakan jenis serangga.[2] Kehadiran kecoak di Bumi sekitar 300 juta tahun silam.[3] Filum kecoak adalah Artropoda dan kelasnya insekta. Sementara ordo bagi kecoak dibeda-bedakan oleh para ahli serangga. Ada yang memasukkan kecoak ke dalam ordo Blattaria dengan famili Blattidae. Ada yang memasukkan kecoak ke dalam ordo Dycoptera dengan sub ordo Blattaria. Ada pula yang memasukkan kecoak yang memasukkan kecoak ke dalam ordo Orthoptera dengan sub ordo Blattaria dan famili Blattida.[4] Pembagian famili kecoak sebanyak 6 famili.[5] Jumlah spesies kecoanya sekitar 3.500 spesies.[6]

Anatomi

Ukuran tubuh kecoak tergolong kecil sebagai hewan.[7] Bentuk tubuh kecoak umumnya oval dan rata. Kepalanya terletak sangat rendah sehingga hampir menyentuh tanah. Di bagian dada kecoak terdapat sabuk yang berfungsi untuk melindungi kepalanya. Ada spesies kecoak yang memiliki sayap dan ada pula yang tidak memiliki sayap.[8] Pada kecoak yang bersayap, di sayap belakangnya terdapat tarsi bersegmen lima dan lobus anal.[9] Kecoak memiliki ukuran yang bervariasi, dari 2 mm hingga 6 cm. Kecoak terbesar adalah Megaloblatta blaberoides yang berukuran 10 cm jika dihitung bersama tegmina.[1]

Kecoak memiliki kulit yang keras.[10] Tubuh kecoak berwarna cokelat.[11] Kecoak tidak memiliki hidung. Di seluruh tubuhnya terdapat ventilator yang berfungsi sebagai alat pernapasan.[12]

Karakteristik

Beberapa spesies kecoak merupakan hewan semiakuatik, walaupun umumnya kecoak adalah hewan terestrial. Dimorfisme seksual kadang terlihat di beberapa spesies kecoak.[1] Spesies kecoak yang nokturnal dengan diurnal memiliki perbedaan warna yang mencolok. Kecoak nokturnal umumnya terdepigmentasi, sementara kecoak diurnal berwarna cerah mencolok. Kecoak yang diurnal berwarna mencolok memiliki berbagai fungsi seperti menandakan bahwa spesies itu berbahaya karena memiliki senyawa pertahanan yang beracun ataupun untuk meniru serangga lain.[1]

Penglihatan kecoak tidak mampu membedakan beragam warna.[13] Sebagian besar spesies kecoak memiliki kemampuan terbang yang buruk walaupun memiliki sayap yang lebar. Sayap kecoak untuk beberapa taksa sudah hilang atau tereduksi. Sebagian spesies kecoak yang hidup di bawah tanah, liang, atau celah yang keadaannya cukup stabil maka sayapnya rentan hilang.[1]

Habitat

Hampir seluruh habitat di dunia dapat dihuni oleh kecoak.[14] Hanya di kawasan kutub tidak ditemukan kecoak.[15] Lingkungan yang disukai untuk ditinggali kecoak adalah yang lembap dan gelap.[16] Empat famili kecoka menyukai hidup di kawasan hutan dan gua. Masing-masing ialah Blaberidae, Blattellidae, Polyhagidae dan Cryptocercidae.[17] Populasi kecoak umumnya sebanding dengan tingkat kekotoran suatu tempat hidupnya. Semakin kotor suatu tempat, maka populasinya semakin banyak.[18] Habitat yang disukai kecoak adalah yang berventilasi buruk dan berantakan. Kecoak umum ditemui di daerah tropis dari 30 derajat lintang utara hingga 30 derajat lintang selatan. Kecoak biasa ditemui di dalam tumpukan daun ataupun gumpalan tanah.[1]

Kecoak juga dapat hidup di lingkungan yang sama dengan manusia. Habitat utamanya pada bangunan yang memiliki sisa makanan dan sampah, atau pada kamar mandi yang saluran airnya tersumbat. Lokasi-lokasi pada bangunan yang disukai oleh kecoak ialah dapur di rumah atau restoran, kamar mandi, toilet, dan tempat pembuangan limbah pupuk.[19]

Siklus hidup

Kecoak merupakan serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna. Tahapan perkembangannya dimulai dari telur kemudian menjadi nimfa lalu imago.[20] Kecoak termasuk serangga yang bertelur dalam jumlah sangat banyak. Masa bertelurnya juga berlangsung sepanjang tahun.[21] Seekor kecoak betina mampu bertelur sebanyak 300 hingga 400 telur selama hidupnya.[22]

Adaptasi

Suhu lingkungan

Kecoak mudah beradaptasi dengan suhu dan kelembapan di tempat tinggal manusia.[23] Hanya sedikit spesies kecoak yang merupakan hama pada bangunan.[24] Di tempat tinggal manusia diketahui sebanyak 30 spesies kecoak yang dapat hidup sebagai hama. Spesies kecoak yang paling umum ditemukan hidup di lingkungan tempat tinggal manusia ialah Blattella germanica,[25] Periplaneta americana,[26] dan Blatta orientalis. Ketiga spesies ini sering ditemukan di permukiman.[27]

Pergerakan

Kecoa mampu bergerak dengan cepat meski pada permukaan yang tidak rata. Kemampuan ini dapat dimiliki kecoak karena kakinya yang panjang, miring dan bersudut rendah. Model kakinya juga memungkinkan kecoa mampu melewati yang lebih sempit daripada ukuran tubuhnya. Kemampuan kecoak dalam berlari mencapai 5,4 km per jam. Kecoak mampu bergerak di pohon, dinding atau langit-langit karena memiliki kuku bercakar.[28]

Rantai makanan

Kecoak termasuk jenis serangga omnivor.[29] Semua jenis makanan yang dimakan oleh manusia dapat pula dimakan oleh kecoak. Makanan utama kecoak adalah makanan yang mengandung gula, lemak, dan berkadar air tinggi. Kecoak juga dapat memakan bahan pangan hasil fermentasi. Kecoak paling sering memakan susu, keju, daging, kue, biji-bijian, dan coklat.[30] Kecoak juga memangsa lebah madu timur.[31] Makanan lain yang disukai kecoak ialah sarang burung walet.[32] Kecoak yang hidup di tanah umumnya memakan sisa-sisa tanaman, serasah yang membusuk. Salah satu tumbuhan yang akar mudanya dimakan oleh kecoak adalah kaktus.[33] Sementara itu, kecoak tidak menyukai tangkai daun lada kering.[34]

Kecoak memerlukan air dan makanan untuk hidup.[35] Namun kecoak dapat bertahan hidup selama sebulan meskipun tidak makan dan dapat bertahan hidup selama dua pekan tanpa minum.[36]

Kecoak mencari makanan pada malam hari. Sementara pada siang hari, kecoak bersembunyi. Tempat persembunyiannya di celah, retakan atau area yang tertutup dengan kondisi yang hangat dan lembap.[37] Kedua kebiasaan kecoak didukung oleh warna tubuhnya yang gelap dan kusam.[38]

Ada beberapa spesies kecoak yang dapat dimakan oleh manusia.[39] Kecoak juga dijadikan sebagai pakan bagi arwana ketika sedang dalam kondisi tidak nafsu makan.[40]

Pengaruh bagi lingkungan

Vektor mekanik

Kecoak menjadi vektor mekanik yang melakukan penularan penyakit secara pasif. Bibit penyakit dibawa oleh kecoak dan ditinggalkan di bahan makanan manusia. Penyakit akan menular ketika bahan makanan yang tertular dimakan oleh manusia.[41] Organism yang dapat dibawa oleh kecoak mencapai 50 jenis yang berbeda, terutama Salmonella, Shigella, Poliomielitis, dan Vibrio cholerae.[42] Beberapa jenis penyakit yang dapat ditularkan oleh kecoak antara lain tifus, toksoplasmosis, asma, tuberkulosis, dan kolera.[43]

Hama tanaman

Kecoak merupakan hama tanaman bagi tanaman karet. Salah satu spesies kecoak yang menjadi hama ini ialah Periplaneta australasiae.[44]

Indikator lingkungan

Jumlah kecoak di suatu lingkungan hidup dapat digunakan sebagai salah satu faktor dalam analisis kuantitatif terhadap kualitas lingkungan hidup.[45] Suatu jamban di perdesaan yang tidak didatangi oleh kecoa menandakan bahwa jamban tersebut dalam keadaan sehat.[46]

Penelitian

Sampel spesimen

Spesimen kecoak betina yang memiliki telur dijaga tetap kering dan tidak membusuk dengan mengeluarkan isi abdomennya. Sepanjang sisi abdomen dibuat celah menggunakan gunting yang tajam. Celah ini dibuat di dalam mebran antara terga dan sterna Isi abdomen kemudian dikeluarkan dengan memakai pinset. Pembersihan bagian dalam rongga abdomen dilakukan dengan mencapurkan bedak tabur dengan boraks dengan perbandingan 3:1. Kemudian pada rongga abdomen yang telah kosong dimasukkan kapas yang sesuai dengan ukurannya.[47]

Pengendalian populasi

Prinsip pengendalian populasi kecoak sebagai vektor ada dua, yaitu pencegahan dan pengendalian sementara.[48] Bahan yang digunakan untuk memberantas kecoak adalah insektisida.[49] Populasi kecoak dapat dikurangi menggunakan asam borat.[50] Namun, kecoa memiliki kemampuan untuk meningkatkan kekebalan terhadap insektisida.[51]

Alergen

Kecoak membawa alergen yang kuat dalam memicu asma. Alergen ini terdapat pada tubuh kecoak yang masih hidup serta pada sisa-sisa makanan dan kotorannya.[52] Anak-anak penderita asma yang alergi terhadap kecoak dapat terserang asma hingga perlu dibawa ke unit gawat darurat di rumah sakit. Kondisi tersebut dapat terjadi pada lingkungan hidup yang terdapat sarang kecoak. Risiko yang tinggi bagi anak-anak penderita asma dapat terjadi pada lingkungan tersebut.[53]

Anti Biotik

Usus kecoak Amerika (Periplaneta americana) mengandung bakteri aerobik yang bisa menjadi obat antibiotik. Kecoak Amerika ini banyak ditemukan di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Streptomyces globisporus merupakan bakteri aerobik yang ditemukan dalam usus kecoak. Bakteri ini mengandung dua zat bioaktif yang berhasil menghancurkan membran sel bakteri MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus) yang selama ini sulit sekali dihancurkan karena kebal terhadap beberapa antibiotik. Dua zat bioaktif yang berhasil menghancurkan bakteri MRSA adalah actinomycin X2  dan collismycin A.[54] Dua zat bioaktif yang terdapat dalam bakteri di usus kecoa ini ternyata ampuh buat dalam mengobati beberapa penyakit manusia seperti infeksi bakteri hingga kanker.[55]

Referensi

  1. ^ a b c d e f Encyclopedia of entomology. Capinera, John L. (edisi ke-2nd ed). Dordrecht: Springer. 2008. ISBN 978-1-4020-6359-6. OCLC 288440300. 
  2. ^ Ishak, Hasanuddin (2018). Pengendalian Vektor (PDF). Makassar: Masagena Press. hlm. 63. ISBN 978-602-0924-47-2. 
  3. ^ Nurhakim, S., dan Abdurohman, D. (Desember 2014). Fidyastria, S., dkk., ed. Dunia Burung dan Serangga: Mengenal Fakta Sains dan Keunikannya. Jakarta Timur: Penerbit Bestari. hlm. 117. ISBN 978-979-063-969-0. 
  4. ^ Wahyuni, D., Makomulamin, dan Sai, N. P. (2021). Entomologi dan Pengendalian Vektor. Sleman: Penerbit Deepublish. hlm. 76. ISBN 978-602-453-541-4. 
  5. ^ Riyandi, H., dkk. (2014). Uji Preferensi Pakan Kecoak Jerman Blattella germanica L. (Dictyoptera: Blattellidae) Sebagai Dasar Pembuatan Umpan Beracun Untuk Pengendalian. Padang: Universitas Andalas. hlm. 3. 
  6. ^ Septianella, G., dan Elfidasari, D. (19 Januari 2013). "Perilaku Kecoa (Periplaneta americana Linnaeus) Saat Membalikkan Tubuh" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013: 57. ISBN 978-979-028-573-6. 
  7. ^ Mahasiswa PPGT-PGSD Universitas Sanata Dharma 2013/2014 (2013). Sumarah, Ignatia Esti, ed. Pentingnya Merawat Diri dan Lingkungan (PDF). Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma. hlm. 36. ISBN 978-602-9187-71-7. 
  8. ^ Wijayanto, Wahyudi (April 2022). Mengenal Kehidupan Serangga. CV. Media Edukasi Creative. hlm. 31–32. ISBN 978-623-981-357-4. 
  9. ^ Arif, Astuti (Agustus 2020). Raya: Peran, Biolog,i Pencegahan dan Pengendaliannya. Makassar: Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. hlm. 73. ISBN 978-623-94156-3-1. 
  10. ^ Kurniawan, Rahmat (Maret 2016). Belajar Besyukur. Elex Media Komputindo. hlm. 79. ISBN 978-602-028-298-5. 
  11. ^ Onasis, A., dkk. (November 2022). Wijayantono dan Sahara, R. M., ed. Dasar-Dasar Entomologi Kesehatan. Padang: PT Global Eksekutif Teknologi. hlm. 98. ISBN 978-623-8051-24-3. 
  12. ^ Apandi, Nur Puspitasari. Fajta Unik Hewan di Sekitar Rumahmu. DIVA Press. hlm. 36. ISBN 978-602-391-278-0. 
  13. ^ Muhammad, Sahri (2014). Samuder Ilmu Sunnatullah Empirik dalam Perspektif Filsafat Ilmu, Etika Terapan dan Agama. Malang: UB Press. hlm. 141. 
  14. ^ Setford, Steve (2005). Raharjo, B., dan Eddy, M. H., ed. Intisari Ilmu Hewan Merayap. Diterjemahkan oleh Sari, Hindrina Perdhana. Jakarta: Erlangga. hlm. 55. ISBN 979-741-918-5. 
  15. ^ Faizah, Shafa (2018). Ensiklopedia Fauna Dunia. Diva Press. hlm. 75. ISBN 978-602-407-335-0. 
  16. ^ Fatma, F., dkk. (2021). Simarmata, Janner, ed. Sanitasi Makanan dan Minuman. Yayasan Kita Menulis. hlm. 24. ISBN 978-623-342-288-8. 
  17. ^ Hadi, U. K., dan Soviana, S. (Desember 2010). Sosromarsono, Soemartono, ed. Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi dan Pengendaliannya. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 68. ISBN 978-979-493-301-5. 
  18. ^ Aji, Agung Sri Bandara (November 2020). A to Z Bisnis Pet Control. Alinea Media Pustaka. hlm. 24. ISBN 978-623-6923-01-6. 
  19. ^ Susilowati, R. P., dan Rumiati, F. (Desember 2021). "Efficacy of knockdown insecticide based on Permot (Passiflora foetidaL.) leaf extract against mortality of German cockroach (Blattella germanicaL.)". Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi. 9 (2): 226. ISSN 2302-1616. 
  20. ^ Siagian, Gunaria (November 2020). Taksonomi Hewan (PDF). Bandung: Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung. hlm. 57. ISBN 978-623-6608-59-3. 
  21. ^ Im, S. Y., dan Kim, E. R. (2022). Buku Pengetahuan Paling Jorok Sedunia Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Bhuana Ilmu Populer. hlm. 12. ISBN 978-623-04-0790-1. 
  22. ^ Surono, I. S., Sudibyo, A., dan Waspodo, P. (Mei 2018). Pengantar Keamanan Pangan untuk Industri Pangan. Sleman: Penerbit Deepublish. hlm. 74. ISBN 978-602-475-281-1. 
  23. ^ Wirayati, M. A., Ayu, E. S., dan Riyadi, A. (2013). Pedoman Teknis Perventif Konservasi: Pengendalian Serangga dan Jenis Biota Lainnya (PDF). Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. hlm. 17. ISBN 978-979-008-631-9. 
  24. ^ Djoewari, S. (2019). Supriyono, Didik, ed. Mengenal Serangga di Sekitar Kita. ALPRIN. hlm. 13. 
  25. ^ Susilowati, R. P., dan Sari, M. P. (2018). "Uji Bioinsektisida Ekstrak Daun Permot (Passiflora foetida) Terhadap Kecoa Jerman (Blatella germanica)" (PDF). Seminar Nasional Biologi dan Pendidikan Biologi UKSW 2018: 6. 
  26. ^ Priwahyuni, R., Wardianti, Y., dan Sepriyaningsih (2020). "Pengaruh Biji Kecubung (Datura Metel) Sebagai Bioinsektisida terhadap Mortalitas Kecoa Amerika (Periplaneta Americana)". Bioedusains: Jurnal Pendidikan Biologi dan Sains. 3 (1): 25. doi:10.31539/bioedusains.v3i1.1180. 
  27. ^ Ekarini dan Btari, C. I. (2018). "Profil Morfometri Kecoa Periplaneta americana dan Blatta orientalis di Daerah Cawang tahun 2017" (PDF). Bunga Rampai Saintifika FK UKI. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (6). 
  28. ^ Yea, Rim Dang (November 2020). Fosil Hidup. Elex Media Komputindo. hlm. 26. ISBN 978-623-001-174-0. 
  29. ^ Purnamasari, R., dan Santi, D. R. (Desember 2017). Pribadi, Eko Teguh, ed. Fisiologi Hewan. Surabaya: Program Studi Arsitektur UIN Sunan Ampel. hlm. 29. ISBN 978-602-50337-2-8. 
  30. ^ Atun, dkk. (5 Maret 2020). "Kajian etnozoologi kecoa batu (Nauphoeta cinerea) dalam upaya konservasi hewan berkelanjutan". Prosiding Seminar Nasional V 2019: Peran Pendidikan dalam Konservasi dan Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan. Universitas Muhammadiyah Malang: 49. ISBN 978-602-5699-83-2. 
  31. ^ Widowati, Retno. "Studi Usaha Ternak Lebah Madu Indigenous Indonesia Apic Cerana Secara Tradisional di Bali" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Prodi Biologi F. MIPA UNHI: 67. ISBN 978-602-9138-68-9. 
  32. ^ Nugrho, H. K., dan Sukma, E. S. Sarana Budi Daya Walet. Niaga Swadaya. hlm. 43. ISBN 9789-790-023-00-0. 
  33. ^ Muliana GH (April 2022). Dwiyanti, Haniyah, ed. Tentang Kaktus. Sukabumi: CV. Jejak. hlm. 95. ISBN 978-623-338-701-9. 
  34. ^ Larasati, Riana (2010). 400 Solusi Rumah Mungil. Yogyakarta: Pustaka Grhatama. hlm. 123. ISBN 978-602-8687-02-7. 
  35. ^ Hulu, V. T., dkk. (September 2020). Rikki, Alex, ed. Kesehatan Lingkungan. Yayasan Kita Menulis. hlm. 85. ISBN 978-623-94636-4-9. 
  36. ^ Soenarno, Adi (2022). Mayasari, Lidya, ed. A-Z Self Motivation. Yogyakarta: Penerbit ANDI. hlm. 138. ISBN 978-623-01-2871-4. 
  37. ^ Fatiharifah. Cari Tahu Hewan-Hewan Bertubuh Kecil. DIVA Press. hlm. 36. ISBN 978-602-391-423-4. 
  38. ^ Bell, W. J., Both, L. M., dan Nalepa, C. A. Cockroaches: Ecology, Behavior, and Natural History (PDF). hlm. 4. 
  39. ^ Herlinda, S., dkk. (2021). Pengantar Ekologi Serangga (PDF). Palembang: Penerbit & Percetakan Universitas Sriwijaya. hlm. 256. ISBN 978-979-587-956-5. 
  40. ^ Suryaatdmadja, Stephen (2010). A-Z Merawat Arwana. Jakarta: Penebar Swadaya. hlm. 39. 
  41. ^ Khairiyati, L., dkk. (2021). Rahmat, Anugrah Nur, ed. Buku Ajar Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu (PDF). Bantul: CV Mine. hlm. 1. ISBN 978-623-7550-92-1. 
  42. ^ Mahawati, E., dkk. (2021). Watrianthos, R., dan Simarmata, J., ed. Keselamatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan Industri (PDF). Yayasan Kita Menulis. hlm. 146. 
  43. ^ Firdaust, M., dan Purnomo, B. C. (Oktober 2019). "Pengendalian Vektor Mekanik Kecoa Periplaneta Americana dengan Aplikasi Baiting Gel Bahan Aktif Boraks dan Sulfur". Jurnal Kesehatan Lingkungan. 11 (4): 332. 
  44. ^ Herlinda, S., dkk. (Desember 2010). "Populasi dan Serangan Rayap (Coptotermes curvignathus) pada Pertanaman Karet di Sumatera Selatan" (PDF). Prosiding Seminar Nasional: 533. ISBN 978-602-98295-0-1. 
  45. ^ Rizal, Reda (2017). Analisis Kualitas Lingkungan (PDF). Jakarta: Penerbit Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. hlm. 101. ISBN 978-602-19087-6-1. 
  46. ^ Utina, R., dan Baderan, D. W. K. (Maret 2009). Ekologi dan Lingkungan (PDF). Gorontalo. hlm. 113. ISBN 978-979-1340-13-7. 
  47. ^ Oktarima, Dwi Wahidati (2015). Pedoman Mengoleksi, Preservasi, Serta Kurasi Serangga dan Arthropoda Lain (PDF). Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian. hlm. 44. 
  48. ^ Lalu, N. A. S., dkk. (Juli 2022). Munandar, Arif, ed. Kesehatan Lingkungan dan Lingkungan Hidup. Bandung: Penerbit Media Sains Indonesia. hlm. 408. ISBN 978-623-362-588-3. 
  49. ^ Pracaya (2008). Hama dan Penyakit Tanaman Edisi Revisi. Depok: Penebar Swadaya. hlm. 54. ISBN 979-489-098-7. 
  50. ^ Irawan, Djoko Windu P. (2016). Indraswati, Denok, ed. Prinsip-Prinsip Hygienesanitasi Makanan Minuman di Rumah Sakit (PDF). Ponorogo: Forum Ilmiah Kesehatan. hlm. 9. ISBN 978-602-1081-32-7. 
  51. ^ Suprana, Jaya (2021). Bingungologi Kebencian. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. hlm. 408. ISBN 978-623-00-2014-8. 
  52. ^ Neltner, T., dan Seikel, K. "Cincy Cockroach Reminds of Dangers of Poor Pest Control" (PDF). National Center for Healthy Housing. National Center for Healthy Housing. 
  53. ^ Tim Redaksi Vitahealth (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 47. ISBN 978-979-221-380-5. 
  54. ^ Chen, Zhiyu; Ou, Peiyu; Liu, Lingyan; Jin, Xiaobao (2020-04-07). "Anti-MRSA Activity of Actinomycin X2 and Collismycin A Produced by Streptomyces globisporus WA5-2-37 From the Intestinal Tract of American Cockroach (Periplaneta americana)". Frontiers in Microbiology. 11. doi:10.3389/fmicb.2020.00555. ISSN 1664-302X. PMC 7154055alt=Dapat diakses gratis. PMID 32318039. 
  55. ^ Reich, E. (1963-09). "BIOCHEMISTRY OF ACTINOMYCINS". Cancer Research. 23: 1428–1441. ISSN 0008-5472. PMID 14070393. 

Pranala luar