Kajian penerjemahan

Kajian penerjemahan adalah kajian akademis terhadap penerjemahan yang pertama kali diperkenalkan oleh akademisi Amerika Serikat James S. Holmes pada tahun 1972. Holmes melihat adanya kompleksitas permasalahn terkait proses penerjemahan dan hasil dari penerjemahan itu sendiri. Penerjemahan adalah kegiatan yang telah dilakukan berabad-abad dan hanya merupakan elemen dalam pembelajaran bahasa asing.[1][2]

Aspek-Aspek Akademis

Munday menuliskan ada tiga aspek akademis yang menekankan pentingnya kajian penerjemahan. Aspek yang pertama adalah lokakarya penerjemahan yang pertama kali diperkenalkan di University of Iowa dan Princeton University. Tujuan dari lokakarya tersebut adalah memperkenalkan penerjemahan baru untuk suatu target budaya serta membahas aspek-aspek dalam proses penerjemahan dan pemahaman teks. Aspek kedua adalah sastra perbandingan, terutama terkait penerjemahan teks yang bersifat transnasional maupun transbudaya. Aspek ini turut mengembangkan kajian budaya. Aspek ketiga adalah analisis kontrastif di mana kajian dilakukan pada dua bahasa berbeda untuk melihat perbedaan umum dan khusus di antara kedua bahasa tersebut.[1][2]

Teori-Teori Fungsional

Tipe Teks

Teori ini dikembangkan oleh Katharina Reiss pada tahun 1970an di mana sifat penerjemahan bergantung pada bentuk teks asalnya. Empat tipe teks yang dikembangkan leh Reiss ialah komunikasi fakta biasa dikategorikan sebagai teks informatif, penulisan kreatif dikategorikan sebagai teks ekspresif, teks yang berusaha membentuk respons perbuatan dikategorikan sebagai teks operatif, dan teks audiomedial. Masing-masing tipe memiliki metode penerjemahannya sendiri dengan memperhatikan kriteria intralinguistik dan ekstralinguistik.[1][3]

Tindakan Penerjemahan

Teori ini dikembangkan oleh Holz-Mänttäri dengan mengambil konsep-konsep dari teori komunikasi dan teori tindakan. Teori ini melihat perbuatan menerjemahkan sebagai interaksi manusia dengan tujuan tertentu dan mengedepankan hasil serta proses penerjemahan sebagai proses transfer interkultural.[1][3]

Skopos adalah kata dalam bahasa Yunani yang bermakna 'tujuan'. Dengan demikian, teori skopos melihat tujuan dari penerjemahan dari tindakan penerjemahan.Dalam teori ini tujuan dari kenapa teks orisinil harus diterjemahkan dan apa dampak dari teks yang telah diterjemahkan itu penting untuk diketahui oleh si penerjemah. Ada lima aspek penerjemahan berdasarkan teori ini yakni:[1][3]

  1. Teks terjemahan (translatum) ditentukan oleh skopos-nya.
  2. Teks terjemahan memberikan informasi bagi target budaya dan target bahasa terkait tawaran informasi dari budaya asal dan bahasa asal.
  3. Teks terjemahan tidak menawarkan informasi yang jelas-jelas bertentangan.
  4. Teks terjemahan harus jelas kandungannya.
  5. Teks terjemahan harus sesuai dengan teks asal.
  6. Lima aturan di atas bersifat hierarkis dengan mengutamakan skopos.

Analisis Teks

Teori ini menekankan analisis teks sumber dan memilih metode penerjemahan yang sesuai seperti teori yang dikembangkan Reiss tetapi mengutamakan teks sumber dengan melihat fitur-fitur intratekstual dan ekstratekstual yang terkandung di dalamnya.[1][3]

Referensi

  1. ^ a b c d e f Munday, Jeremy. (2001). Introducing translation studies : theories and applications. London: Routledge. ISBN 041522926X. OCLC 45137466. 
  2. ^ a b Introducing Translation Studies (PDF). Taylor & Francis. hlm. 7-27. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-03-19. Diakses tanggal 2019-07-12. 
  3. ^ a b c d "(PDF) Translation Studies: an overview". ResearchGate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-07-12.