Kajian Asia Timur adalah sebuah bidang pendidikan ilmiah antardisiplin yang menyelidiki dan mempromosikan pemahaman humanistik yang luas akan masa lalu dan masa kini daripada Asia Timur.
Kajian Asia Timur ini meliputi kajian dan pelajaran tentang budaya kedaerahan di Asia Timur, adopsi kesusasteraan Tionghoa dalam bentuk-bentuk yang tertulis, sejarah eksistensi Asia Timur itu sendiri dan juga pranata sosio-politik. Kajian Asia Timur termasuk kajian Asia yang diperluas. Kajian ini juga memiliki sifat yang dapat bersinggungan dengan berbagai disiplin ilmu, misalnya ilmu sosial (antropologi, ekonomi, sosiologi, politik dst.) dan humaniora (kesusastraan, sejarah, seni, film, musik), dan seterusnya. Bidang ini mendorong para sarjana dari berbagai disiplin secara luas untuk bertukar gagasan dan wacana yang berhubungan dengan pengalaman di dalam Asia Timur itu sendiri dan kiprah Asia Timur dalam peradaban di dunia. Sebagai tambahan, bidang ini juga mendorong para sarjana untuk mendidik, memahami, dan mengapresiasi Asia Timur secara mendalam dan, pada akhirnya, mempromosikan integrasi dan perdamaian di antara manusia di dunia.
Kritik dan kontroversi
Selama perang Vietnam, Kajian Asia Timur mendapat kritik mengingat kurangnya kajian kritis terhadap pemerintahan Amerika Serikat ditambah dengan kurangnya perspektif korban dalam hasil kajian dan studi. Kesinisan sarjana Asia Timur juga mempertinggi menara gading yang dibangun di berbagai universitas. Komite Keprihatinan Sarjana Asia menggelar debat dan pendekatan alternatif yang tidak berpusat di Amerika Serikat ataupun donor daripada pemerintah ataupun yayasan Amerika Serikat. Komite ini memberi kesimpulan bahwasannya Jepang bisa dibuat sebagai contoh modernisasi non-revolusioner untuk menghalau teori-teori yang berkembang tentang revolusi.
Dalam beberapa dasawarsa selanjutnya, sejumlah kritik mengenai Asia Timur terinspirasi dari buku yang ditulis di tahun 1978 oleh Edward Said bernama Orientalisme sementara sarjana lain yang menulis dari pendekatan kuantitatif atau pendekatan ilmu sosial lainnya, menganggap studi kawasan apalagi studi Asia Timur sebagai studi yang tidak kongkrit dan disiplin yang tidak bisa diukur secara ketat.[1]
^Judith Farquhar, James Hevia, "Culture and Postwar American Historiography of China," positions 1.2 (1993): 486-525; Andrew Gordon, “Rethinking Area Studies, Once More” The Journal of Japanese Studies 30. 2, (Summer 2004): 417-429.