Institut Islam SS

Haji Amin Al-Husseini bersama Adolf Hitler

Institut Islam SS adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh Jerman Nazi, atau lebih tepatnya oleh Schutzstaffel di Jerman pada masa Perang Dunia II. Tujuan awal dari didirikannya Institut Islam SS ini adalah untuk mencetak kader-kader Nazi yang paham akan nilai-nilai ajaran Islam yang nantinya dapat menjadi seorang imam atau pemimpin spiritual bagi tentara Legiun Muslim Jerman Nazi atau Divisi SS Handschar yang mayoritas berisi orang-orang Bosnia yang beragama Islam yang selama dibawah pemerintahan Yugoslavia, orang-orang Bosnia ini tidak mendapatkan tempat untuk mengembangkan ajaran-ajaran Islam, oleh karena itu ketika Jerman menduduki Balkan, orang Bosnia - bersama orang Kroasia - kemudian membantu Jerman dalam pertempuran di Front Timur dalam Perang Dunia II melawan Serbia. Selain itu tujuan lain bagi Partai Nazi atas dari didirikannya Institut Islam SS ini adalah, untuk mendapatkan simpati dan juga kader-kader penerus yang berasal dari golongan Muslim, sekaligus juga menciptakan kesetiaan dan fanatisme kepada ideologi Nazisme dan kepemimpinan Adolf Hitler.[1]

Latar Belakang

Mufti Besar Jerusalem, Haji Amin el-Husseini

Setelah pembentukan Divisi SS 'Handschar', Jerman membutuhkan lebih banyak kader-kader Nazi dari kalangan Muslim untuk menjadi imam dalam militer Jerman atau Wehrmacht, tujuannya adalah untuk menjadi pembimbing spiritual bagi prajurit Jerman yang beragama Islam. Kemudian atas dasar kebutuhan akan kader-kader Nazi Muslim, Mufti Besar Jerusalem, menyarankan agar SS-Gruppenführer Berger untuk mengadakan suatu pelatihan atau kadersasi. Usulan Mufti Besar Jerusalem itu diterima oleh Schutzstaffel, dan diputuskan untuk mengadakan sebuah kaderisasi Nazi yang pertama untuk mencetak kader Nazi Muslim di Babelsberg, dekat Postdam.[1]

Pada acara kaderisasi pertama di Babelsberg itu, ada delapan belas orang calon kader Nazi Muslim yang siap menjadi imam atau pemimpin spiritual bagi tentara Jerman yang beragama Islam, kebanyakan dari mereka adalah orang-orang Bosnia yang memiliki ketaatan yang baik dalam beragama. Kaderisasi pertama itu dipimpin oleh seorang ulama dari Bosnia bernama Husein Džozo, kaderisasi berlangsung selama tiga minggu, dan setelah lulus dari kaderisasi, pada kader baru itu mendapatkan pangkat SS-Haupsturmführer.[1]

Perkembangan

Setelah dibentuknya divisi SS Bosnia Kedua, Schutzstaffel merasa membutuhkan lebih banyak imam baru, oleh karena itu kemudian Reichführer SS, Heinrich Himmler memutuskan untuk mendirikan sebuah institut untuk mencetak kader Nazi yang dpat menjadi imam bagi tentara Jerman yang Muslim. Sebuah institut pendidikan Agama Islam kemudian dibangun di sebuah hotel yang dimiliki oleh anggota SS di Kota Guben, Brandenburg. Institut Islam SS itu kemudian dibuka pada 17 Maret 1944 oleh SS-Brigadeführer Walter Schellenderg, kaderisasi untuk mencetak kader imam itu kemduian diawasi langsung oleh Husein Džozo dan berlangsung sampai Agustus 1944. Para kader lulusan Institut Islam SS itu kemudian ditugaskan ke divisi-divisi SS Handschar, dan SS-Gruppenführer Berger kemudian melantik Mufti Besar Jerusalem, Haji Amin el-Husseini sebagai pemimpin Institut Islam SS itu.[1]

Mufti Besar Jerusalem kemudian menyatukan Institut Islam SS dengan beberapa pusat indoktrinasi pada prajurit Muslim dalam berbagai formasi Wehrmacht dan Waffen-SS. Mufti Besar Jerusalem kemudian berencana untuk membuat sebuah sekolah tinggi untuk para imam, agar kaderisasi yang berlangsung dapat berjalan maksimal dan para lulusannya bisa menjadi sumber daya manusia yang efektif dan efisien, namun cita-cita Mufti Besar Jerusalem itu tidak pernah terwujud karena Jerman Nazi bersama-sama dengan Blok Poros (Republik Sosial Italia dan Kekaisaran Jepang) kalah dalam Perang Dunia II. Sementara itu tempat asal Haji Amin el-Husseini, yaitu Palestina menjadi tanah air bagi Yahudi, yang nantinya akan berdiri Negara Israel.[1]

Referensi

  1. ^ a b c d e Nino Oktorino, Singa Bosnia: Sejarah Divisi SS Handschar, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2013) hal. 53