Harta sesan (bahasa Inggris: dowry) adalah harta yang diberikan oleh pihak mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) kepada pihak mempelai laki-laki (atau keluarganya) pada saat dilangsungkannya perkawinan. Harta sesan tidak sama dengan mahar atau maskawin karena mahar dibayarkan dari pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan.[1]
Harta sesan telah menjadi tradisi sejak lama dan hingga kini masih menjadi syarat perkawinan di berbagai tempat di Asia, Afrika Utara, dan Balkan. Di beberapa negara Asia, perselisihan terkait harta sesan kadang-kadang mengakibatkan kekerasan terhadap perempuan, termasuk tindakan pembunuhan dan penyerangan dengan menggunakan asam.[2][3][4] Tradisi harta sesan biasanya ditemui di kebudayaan yang sangat patrilineal dan mengharuskan wanita untuk tinggal di (atau di dekat) rumah keluarga suaminya (patrilokalitas).[5]
India
Di India, tradisi harta sesan tidak hanya dipraktikkan oleh orang Hindu (yang menyebutnya dengan istilah dahez dalam bahasa Hindi). Umat Muslim juga memberikan harta sesan pada saat perkawinan, dan mereka menyebutnya jahez (berasal dari bahasa Arab, jahez-e-fatimi).[6] Praktik pemberian harta sesan sudah dilarang oleh Undang-Undang Pelarangan Harta Sesan 1961 dan kemudian oleh Pasal 304B dan 498a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana India.
Walaupun sudah dilarang, undang-undang pelarangan harta sesan dianggap tidak berhasil menghapuskan praktik tersebut.[7] Tindakan kekerasan dan pembunuhan yang terkait dengan perselisihan harta sesan terus berlangsung di berbagai tempat di India.[8] Istri telah menjadi korban pembunuhan karena dianggap tidak membawa cukup harta ke dalam perkawinan.[9]
Lihat juga
Referensi