Haka adalah sebuah tarian, seruan perang atau tantangan dari Suku Māori di Selandia Baru. Haka adalah tarian yang dilakukan oleh sebuah kelompok, dengan gerakan cekatan serta menyentakkan kaki berirama disertai dengan teriakan.[1] Kelompok penari haka disebut sebagai kapa haka dan umumnya dibentuk di sekolah.[2]
Walaupun penggunaan Haka oleh Tim Rugbi All Blacks dan Tim Rugbi Nasional Selandia Baru telah membuat salah satu jenis Haka sangat dikenali orang-orang, tetapi hal tersebut membuat suatu kesalahpahaman.[3] Haka bukanlah hanya sebuah tarian perang, melainkan juga dilakukan untuk kesenangan, sebagai ungkapan selamat datang bagi tamu-tamu penting, untuk menandakan tercapainya suatu prestasi, atau acara-acara besar dan bahkan pemakaman. Secara adati, tarian ini dilakukan oleh laki-laki, tetapi pada dewasa ini, berbagai Haka telah diciptakan untuk dilakukan oleh perempuan bahkan juga anak-anak.[4]
Sejarah
Abad ke-18 dan ke-19
Penggunaan tarian haka sebagai acara penyambutan keluarga kerajaan Inggris membantu menaikkan prestisenya di Eropa. Pangeran Alfred, Adipati Edinburgh adalah anggota keluarga kerajaan pertama yang mengunjungi Selandia Baru pada 1869.[5] Setelah sang adipati tiba di Wellington, ia dipersembahkan dengan tarian haka yang kuat. The Wellington Independent melaporkan bahwa "Kegirangan Māori menjadi tidak terkendali. Mereka menggerakan tangannya, mereka menari, mereka melempar senjatanya dengan buas ke udara dan berteriak seperti iblis yang dilepaskan. Namun, teriakan keras ini dilakukan dengan nada yang bersahabat. Mereka telah menantikan ketibaan Adipati."[6]
Haka modern
Di era modern, beberapa haka juga dibuat untuk wanita dan bahkan anak-anak. Di beberapa tarian haka, penari pria memulai tariannya dan kemudian disusul oleh wanita.[7][8] Haka mulai ditarikan karena beberapa alasan, seperti acara penyambutan tamu terhormat, menandakan tercapainya sebuah prestasi, acara-acara besar dan bahkan pemakaman.
Tarian haka yang terkenal di dunia dibawakan oleh All Blacks berasal dari 'Ka Mate', sebuah tarian haka yang sebelumnya dimaksudkan untuk pertunjukan tanpa persiapan dan tidak tersinkronisasi, yang komposisinya dikaitkan dengan Te Rauparaha (1760-an–1849), seorang pemimpin perang suku Ngāti Toa.[9] Tarian ini tidak menggunakan senjata dan menceritakan tentang kecerdikan Te Rauparaha untuk mengelabui musuh, dan dapat diartikan sebagai "sebuah selebrasi tentang kemenangan hidup atas kematian".[10] Namun, pihak suku Ngāti Toa mengecam pengunaan tarian haka tersebut karena menurut mereka, kepemilikan dan signifikasi tariannya sudah tidak ada arti dan tarian tersebut menjadi "tarian yang sering dipakai, yang paling difitnah dan paling disalahgunakan dari semua haka",[11] dan menjadi "bentuk jelas dari perampasan budaya".[12] Suku Ngāti Toa kemudian melancarkan kampanye pengugatan yang menutut agar suku Ngāti Toa diakui sebagai pencipta dan pemilik tarian haka tersebut yang kemudian diselesaikan setelah pemerintahan Selandia Baru dan tim nasional uni rugbi Selandia Baru menyetujui akta penyelesaian dengan suku tersebut pada 2009 dan menandatangani akta tersebut pada 2012.[13][14]
Penyebaran di negara Austronesia lainnya
Indonesia mengadopsi budaya 'haka-haka' atau lebih umumnya disebut sebagai yel-yel dan diperagakan oleh instansi militer, kepolisian, pegawai negeri sipil, siswa pelajar dan lainnya.[15][16][17]
Pada abad ke-21, kapa haka ditawarkan sebagai mata pelajaran di berbagai universitas, termasuk pembelajaran tentang haka. Mata pelajaran ini diterapkan ke dalam sekolah dan instansi militer.
Setelah peristiwa penembakan masjid Christchurch, pelajar sekolah dan beberapa kelompok lainnya menampilkan tarian haka untuk memberi hormat kepada korban jiwa yang terbunuh.[19]
Pada September 2024, ribuan orang memadati Taman Eden di Auckland untuk melakukan tarian haka dengan jumlah penari terbesar. Mereka berhasil memecahkan rekor dunia sebelumnya yang ditarikan di Prancis pada 2014.[20]
^Kelompok penari Haka disebut sebagai Kapa haka (kapa berarti barisan atau deretan). Bahasa-bahasa Polinesia yang lain juga memiliki kata Haka yang artinya memiliki banyak kesamaan, seperti contoh: Haka dalam bahasa Tonga berarti "gerakan tangan sambil menyanyi". Juga kata saʻa dalam bahasa Samoa, kata haka dalam bahasa Tokelau, kata ʻakadalam bahasa Rarotonga, kata haʻa dalam bahasa Hawaii dan kata haka dalam bahasa Marquesas, semua memiliki arti yang sama yaitu "tari". Bahasa Mangarevan juga mempunyai kata yang sama yaitu ʻaka, yang berarti "menari dalam pakaian tradisional; tarian yang ditemani oleh nyanyian, biasanya dalam keadaan perang". Namun, dalam beberapa bahasa Polinesia, artinya pun berbeda juga, seperti contoh, dalam bahasa Tikopia, kata saka berarti "melakukan ritual dalam tatanan ritual adat". Bentuk-bentuk kata di atas direkonstruksi dari bahasa Proto-Polinesia, yaitu *saka, yang berasal dari bahasa Proto-Oseanik yaitu *saŋka(g).
^"Serma Asep Ciptakan 'Haka Haka' Khusus untuk HUT TNI" [Sergeant Major Asep Creates 'Haka Haka' Specially for TNI Anniversary]. detiknews. Surabaya. 7 October 2014. Diakses tanggal 2023-11-20. Itu haka haka yang kita lakukan tadi. Bukan yel yel, Itu yang dilakukan para pejuang Selandia Baru sebelum bertempur selalu melakukan haka haka agar musuh takut lebih dulu.Parameter |trans-quote= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^TNI, Puspen (24 April 2013), Atraksi Haka-Haka dari Wan TNI (Part 1) [Haka-Haka Attraction from TNI Women (Part 1)], National Monument, Jakarta, diakses tanggal 2023-11-20