Grebeg Sudiro adalah perayaan grebeg yang menggabungkan budaya Jawa dan budaya Tionghoa di Sudiroprajan. Perayaan ini awalnya dilakukan untuk tradisi Islam seperti Maulid Nabi Muhammad, Muharram, Idul Fitri dan Idul Adha. Tradisi ini kemudian berkembang menjadi acara kampung yang dilaksanakan menjelang Imlek yang acara utamanya adalah karnaval dan gulungan. Tema utama dalam perayaan Grebeg Sudiro adalah keberagaman dan kebhinekaan. Masyarakat Tionghoa, Jawa dan etnis lainnya turut serta dalam penyelenggaraan Grebeg Sudiro yang menjadi acara tahunan Kota Surakarta. Ornamen yang ditampilkan selama perayaan sangat beragam.
Perintis
Grebeg Sudiro dirintis oleh Oei Bengki, Sarjono Lelono Putro, dan Kamajaya dengan persetujuan dari Lurah Sudiroprajan beserta jajaran aparatnya. Perintisannya juga mendapat dukungan para budayawan, tokoh masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat di Kota Surakarta. Rangkaian acaranya yaitu Sedekah Bumi dan Kirab Budaya. Sedekah Bumi dilaksanakan 7 hari sebelum Kirab Budaya. Pelaksanaannya dilakukan di dekat Prasasti Bok Teko, Sudiroprajan. Kirab Budaya diikuti oleh masyarakat Sudiroprajan dengan pameran budaya sambil berkeliling. Awalnya, Grebeg Sudiro hanya dilakukan untuk memperingati ulang tahun Pasar Gede. Kirab Budaya pada Grebeg Sudiro baru dilaksanakan pada tanggal 3 Februari 2008 dengan warga Sudiroprajan sebagai pesertanya. Pada tahun 2009, warga Tionghoa turut serta dalam Grebeg Sudiro. Pada tahun 2010, pemerintah Kota Surakarta menetapkan Grebeg Sudiro sebagai acara tahunan Kota Surakarta. Setiap tahun, Grebeg Sudiro dilakukan sekali dengan Pasar Gede sebagai pusat acara.
Galeri
Referensi
Daftar pustaka