Gereja Katolik dan Zaman Penjelajahan

Biara Santo Agustinus. Sebuah pusat penginjilan yang didirikan di kota Yuriria, Meksiko pada tahun 1550

Selama zaman penjelajahan, Gereja Katolik Roma melancarkan usaha besar-besaran untuk menyebarkan ajaran Kristiani ke Dunia Baru dan untuk membaptis orang-orang pribumi Amerika (Indian) dan orang-orang pribumi lainnya. Usaha penginjilan ini merupakan sebuah bagian penting dari, dan sebuah pembenaran sebagian terhadap upaya-upaya pembentukan koloni-koloni (penjajahan) kekuatan-kekuatan Eropa saat itu seperti Spanyol, Prancis dan Portugal. Penginjilan Kristiani terhadap orang-orang pribumi berjalan bersamaan dengan upaya-upaya kolonialisme negara-negara Katolik. Di Benua Amerika dan koloni-koloni lainnya di Benua Asia dan Afrika, kebanyakan penginjilan dilakukan oleh ordo-ordo keagamaan seperti kaum Augustin, Fransiskan, Yesuit dan Dominikan.

Antonio de Montesinos, seorang biarawan Dominikan di Pulau Hispaniola, adalah perangkat gereja pertama yang secara publik menolak segala bentuk perbudakan dan penindasan terhadap kaum pribumi Amerika.[1] Para teolog seperti Fransisco de Vitoria dan Bartolomé de las Casas merancang dasar-dasar teologi dan filosofi untuk pembelaaan terhadap hak-hak asasi manusia masyarakat pribumi yang dijajah, dan oleh karenanya menciptakan dasar bagi hukum internasional yang mengatur hubungan antarnegara.

Dalam tahun-tahun pertamanya kebanyakan karya-karya penginjilan dilakukan oleh ordo-ordo keagamaan. Selama beberapa waktu kegiatan ini bertujuan agar sebuah struktur gereja yang wajar bisa dibentuk di daerah-daerah penginjilan ini. Proses ini dimulai dengan pembentukan daerah-daerah yurisdiksi khusus yang dikenal dengan nama Prefektur apostolik dan Vikariat Apostolik. Gereja-gereja yang berkembang ini nantinya memperoleh status keuskupan seperti di tempat-tempat lainnya dengan ditunjuknya seseorang sebagai seorang uskup lokal. Setelah terjadinya dekolonialisasi, proses ini berlangsung semakin cepat karena struktur gereja mengalami perubahan untuk menyesuaikan diri pada kenyataan-kenyataan politis dan administratif yang baru.

Kebanyakan karya-karya penginjilan Katolik mengalami sebuah perubahan yang mendasar semenjak Konsili Vatikan Kedua (1962-1965), dan secara terbuka telah semakin sadar akan bahaya-bahaya imperialisme budaya maupun eksploitasi ekonomi. Para penginjil Kristiani saat ini mencoba untuk menaati dasar-dasar dari inkulturisasi dalam kegiatan penginjilan mereka.

Referensi

  1. ^ Hanke, Lewis. (1946) Free Speech in Sixteenth-Century Spanish America. The Hispanic American Historical Review, 26,2:135-149. Page 142.

Lihat pula