Géza I (pengucapan bahasa Hungaria: [ˈɡeːzɒ]; bahasa Hungaria: I. Géza; skt. 1040 – 25 April 1077) merupakan seorang Raja Hungaria dari tahun 1074 sampai kematiannya. Ia adalah putra sulung Raja Béla I. Nama Kristennya adalah Magnus. Ketika ayahandanya meninggal pada tahun 1063, sepupu Géza, Salamon memperoleh mahkota tersebut dengan bantuan Jerman, memaksa Géza untuk meninggalkan Hungaria. Géza kembali dengan bala bantuan Polandia dan menandatangani sebuah perjanjian dengan Salamon pada awal tahun 1064. Di dalam perjanjian tersebut, Géza dan saudaranya, László I mengakui pemerintahan Salamon, yang memberi mereka bekas kadipaten ayahandanya, yang mencakup sepertiga Kerajaan Hungaria.
Géza bekerja sama erat dengan Salamon, tetapi hubungan mereka menjadi tegang dari tahun 1071. Raja menyerang kadipaten pada bulan Februari 1074 dan mengalahkan Géza di medan pertempuran. Namun Géza menang di dalam Pertempuran Mogyoród yang sengit pada tanggal 14 Maret 1074. Ia segera memperoleh takhta tersebut, walaupun Salamon memeprtahankan pemerintahannya di wilayah-wilayah Moson dan Pressburg (sekarang Bratislava, Slowakia) selama bertahun-tahun. Géza memulai perundingan damai dengan sepupunya yang diturunkan takhta pada bulan-bulan terakhir hidupnya. Putra-putra Géza masih bocah saat ia meninggal dan ia digantikan oleh saudaranya, László I.
Pada sekitar tahun 1048, ayahanda Géza kembali ke Hungaria dan menerima sepertiga dari kerajaan dengan sebutan adipati dari saudaranya, Raja András I.[4][5][6] Géza tampaknya telah tiba di Hungaria bersama ayahandanya.[6] Raja, yang tidak memiliki keturunan sah, menyatakan Béla sebagai ahli warisnya.[7] Menurut prinsip tradisional senioritas, Béla mempertahankan hak warisnya untuk menggantikan saudaranya bahkan setelah istri András, Anastasia dari Kiev, melahirkan Salamon pada tahun 1053.[4][5] Namun raja memahkotai putranya pada tahun 1057 atau 1058.[1][8]Kronik Piktum menceritakan bahwa si bocah Salamon "diurapi dengan persetujuan Adipati Béla dan putra-putranya, Geysa dan Ladislas",[9] yang erupakan referensi pertama untuk sebuah tindakan publik oleh Géza.[1] Namun menurut teks kontemporer Annales Altahenses, Géza tidak hadir di dalam pertemuan dimana Judit — saudari raja Jerman Heinrich IV — dijodohkan dengan si bocah Salamon pada tahun 1058.[10][11]
Géza menemani ayahandanya, yang berangkat ke Polandia untuk meminta bantuan melawan Raja András.[12] Mereka kembali dengan bala bantuan Polandia pada tahun 1060.[12][13] Géza adalah salah satu penasihat ayahandanya yang paling berpengaruh. Lampert dari Hersfeld menulis bahwa Géza membujuk ayahandanya untuk membebaskan Comte Wilhelm IV dari Weimar, salah satu komanda pasukan Jerman yang bertempur di sisi András, yang ditangkap dalam sebuah pertempuran.[12][14]
Raja meninggal dalam perang sipil; Partisannya membawa Salamon ke Kekaisaran Romawi Suci dan ayahanda Géza, Béla dinobatkan sebagai raja pada tanggal 6 Desember 1060.[4][15] Meskipun Géza tetap menjadi penasihat utama ayahandanya, Raja Béla tidak menyerahkan mantan kadipatennya kepada putranya.[12][16] Menurut Annales Altahenses, Béla bahwa menawarkan Géza sebagai sandera ke Jerman ketika ia diberitahu bahwa istana Jerman memutuskan pada bulan Agustus 1063, untuk menyerang Hungaria untuk mengembalikan Salamon.[17][18][19] Namun Jerman menolak tawaran Béla dan ia meninggal pada tanggal 11 September 1063, beberapa hari setelah tentara kekaisaran memasuki Hungaria.[8][18][19]
Setelah kematian ayahandanya, Géza ditawarkan untuk menerima pemerintahan Salamon jika ia menerima bekas kadipaten ayahandanya.[19] Tawaran itu ditolak, yang memaksanya dan kedua saudaranya — László dan Lampert — meninggalkan Hungaria ke Polandia.[16][19] Raja Bolesław II memberi mereka bala bantuan dan mereka kembali setelah pasukan Jerman mundur dari Hungaria.[19][20] Bersaudara tersebut ingin menghindari perang sipil baru dan membuat kesepakatan dengan Raja Salamon.[19][21] Menurut perjanjian tersebut, yang ditandatangani di Győr pada tanggal 20 Januari 1064, Géza dan saudara-saudaranya menerima pemerintahan Salamon dan raja memberi mereka kadipaten ayahanda mereka.[3][22] Raja dan sepupunya merayakan Paskah bersama di katedral Pécs, dimana Adipati Géza secara seremonial memasang makota di atas kepala Salamon.[23]
Sebagai pendatang baru dan belum berdiri kerajaannya, Raja [Solomon] takut bahwa [Géza] mungkin akan menyerangnya dengan tentara Polandia, dan karena itu, ia pensiun untuk sementara waktu dengan pasukannya dan mengambil sebuah stasiun yang aman di kastil [Moson] yang sangat terlindungi. Para uskup dan orang-orang religius lainnya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan penyelesaian damai di antara mereka. Terutama uskup Desiderius melunakkan semangat Adipati [Géza] dengan nasihatnya yang lembut dan permohonan manis bahwa ia harus mengembalikan kerajaan dengan damai ke [Solomon], meskipun ia lebih muda, dan seandainya dirinya sendiri menganggap wilayah kadipaten yang dimiliki ayahandanya sebelumnya. [Géza] mendengarkan kata-kata bijaknya dan menyingkirkan perasaan buruknya. Di [Győr], pada hari perayaan santo-santo Fabianus dan Sebastianus para martir, Raja [Solomon] dan Adipati [Géza] berdamai di hadapan rakyat Hungaria.
Menurut Ján Steinhübel dan sejarahwan Slowakia lainnya, Géza hanya mempertahankan pemerintahan wilayah Nyitra (yang sekarang Nitra, Slovakia) dan memberi wilayah timur kadipaten ayahanda mereka, yang berpusat di sekitar Bihar (yang sekarang Biharia, Rumania), kepada saudaranya, László.[3][21] Sejarahwan Hungaria, Gyula Kristó juga mengatakan bahwa pembagian kadipaten sezaman Béla ini "mungkin".[23] Sejarahwan Gyula Kristó dan Ferenc Makk menulis bahwa Géza tampaknya telah menikahi seorang comtesse Jerman yang bernama Sophia sekitar waktu ini.[2][25] Géza berhak mencetak uangnya sendiri di kadipatennya.[3] Setengah dinar perak dicetak untuknya bertuliskan DUX MAGNUS ("Adipati Magnus") dan PANONAI ("Kerajaan Hungaria").[26]
Géza bekerja sama erat dengan raja di antara tahun 1064 dan 1071.[8] Misalnya, mereka bersama-sama menyalurkan tentara yang menyerang yang telah menjarah wilayah timur kerajaan Kerlés (yang sekarang Chiraleş, Rumania) pada tahun 1068.[8][25] Identifikasi penyerang tidak pasti: Annales Posonienses menulis tentang Pecheneg, Kronik Piktum dan kronik-kronik Hungaria lainnya pada abad ke-14 dan 15 mengacu pada Cuman, dan sebuah kronik Rusia mengidentifikasi mereka sebagai Cuman dan Vlachs.[27] Sejarahwan modern menyimpulkan bahwa mereka adalah Pecheneg.[27]
Hubungan Géza dan Salamon mulai memburuk selama pengepungan benteng Bizantium di Beograd pada tahun 1071.[8] Komandannya lebih memilih untuk menyerah kepada Géza, bukan raja dan utusan Bizantium yang tiba di kamp Hungaria setelah jatuhnya Beograde hanya melakukan negosiasi dengan Géza.[28] Pembagian jarahan juga menimbulkan konflik baru di antara Salamon dan Géza.[8] Meskipun Géza menemani raja dalam sebuah kampanye baru melawan Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 1072, tetapi saudaranya, László tinggal di belakang dengan setengah dari pasukan kadipaten mereka.[29][30]
Konflik di antara raja dan sepupunya dipertajam oleh penasihat utama Salamon, Comte Vid yang ingin mendapatkan wilayah para adipati untuk dirinya sendiri.[25][31] Namun Salamon dan Géza, yang yakin bahwa mereka membutuhkan bala bantuan asing sebelum menyerang pihak lain, menyimpulkan sebuah gencatan senjata yang berlangsung dari tanggal 11 November 1073 sampai 24 April 1075.[30][31] Géza mengirim saudara-saudaranya ke Polandia dan Rus Kiev untuk meminta bantuan melawan Salamon.[31] Pada sebuah pertemuan di Biara Szekszárd, Comte Vid membujuk raja untuk memecahkan gencatan senjata tersebut agar menyerang Géza mendadak yang "sedang berburu di Hutan Igfan"[32] ke sebelah timur Sungai Tisza.[30][31] Meskipun abbas biara yang didirikan oleh ayahanda Géza, memperingatkan adipati akan rencana-encana raja, tentara kerajaan menyeberangi sungai dan mengarahkan pasukan Géza dalam pertempuran Kemej pada tanggal 26 Februari 1074.[30][31][33]
Dari medan perang, Géza dan pengiringnya bergegas menuju Vác di mana ia bertemu dengan saudaranya, László dan saudara ipar mereka, Adipati Ota Sličný.[33][34] Yang terakhir, disertai bala bantuan Ceko, tiba di Hungaria untuk membantu Géza melawan Salamon.[33][34] Dalam pertempuran berikutnya, yang berlangsung di Mogyoród pada tanggal 14 Maret 1074, Géza "dengan pasukan dari Nitria ditempatkan di tengah",[35] sesuai dengan Kronik Piktum.[33] Selama pertempuran, Géza dan László mengubah standar mereka untuk membingungkan Salamon yang berencana menyerang Géza.[34] Géza dan sekutunya menang telak dan raja terpaksa melarikan diri dari medan perang dan mundur ke Moson di perbatasan barat Hungaria.[33][34] Géza "membuat" Kapuvár, Babót, Székesfehérvár dan "kastil-kastil lainnya yang aman dengan garnisun tentara yang paling berani",[36] sehingga menguasai hampir seluruh kerajaan.[33]
Pemerintahannya (1074–1077)
Menurut Kronik Piktum, Géza menerima takhta "atas desakan bangsa Hungaria"[36] setelah Salamon mengungsi ke Moson.[28] Namun ia tidak dinobatkan karena mahkota kerajaan masih berada di dalam kepemilikan raja yang turun takhta.[37] Raja Jerman, Heinrich IV, yang merupakan saudara ipar Salamon, meluncurkan sebuah ekspedisi melawan Hungaria pada pertengahan tahun 1074.[38][39] Pasukan Jerman bergerak sejauh Vác, tetapi Géza menerapkan taktik bumi hangus dan menyogok beberapa komandan Jerman, yang membujuk raja Jerman tersebut untuk mundur dari Hungaria.[39][40]
[Géza], mendengar bahwa Kaisar tiba di Vacia, dengan kebijakan yang seksama memberi instruksi untuk mendekati dan memenangkan Patriarkat Aquileia, yang nasihatnya paling didengar Kaisar, dan juga seluruh adipati [Jerman], menjanjikan banyak uang jika mereka membuat Kaisar berbalik. Oleh karena itu, Patriark dan para adipati yang tergoda oleh emas, mengarang berbagai cerita palsu untuk mendorong Kaisar kembali. Sang Patriark berpura-pura bahwa ia mendapat sebuah mimpi yang interpretasinya paling jelas adalah bahwa pasukan Kaisar akan hancur total oleh pembalasan Tuhan kecuali jika ia kembali dengan kecepatan maksimal. Para adipati berpura-pura juga terbebani oleh peringatan Tuhan ...
Pada awal tahun 1074, Géza mendekati Paus Gregorius VII untuk mendapatkan pengakuan internasional atas pemerintahannya.[38] Namun paus ingin memanfaatkan konflik di antara Salamon dan Géza dan berusaha meyakinkan kedua orang tersebut untuk mengakui suzerenitas Tahta Suci.[39] Géza tidak mematuhi paus dan meminta Kaisar BizantiumMikhaēl VII Doukas sebuah mahkota.[37] Kaisar tersebut mengirim Géza sebuah medali emas dan enamel, yang bertuliskan legenda "Géza, raja setia Hungaria" di salah satu plakatnya.[42][43] Benda ini merupakan sebuah "karya seni yang indah"[22] yang menjadi bagian bawah Mahkota Suci Hungaria pada akhir abad ke-12. Géza dinobatkan sebagai raja dengan diadem ini pada awal tahun 1075.[44] Pada tahun ini ia menggayakan dirinya sendiri sebagai "raja yang diurapi bangsa Hungaria dengan ramat Tuhan" di dalam piagam yayasan Biara Benediktin, Garamszentbenedek (yang sekarang Hronský Beňadik, Slowakia).[45]
Géza menikahi seorang keponakanNikephoros III Botaneiates, penasihat dekat Kaisar Mikhaēl VII.[46] Namun Salamon masih mengendalikan Moson dan Pressburg; pasukan kerajaan — yang berada di bawah komando saudara Géza, László — tidak dapat merebut Pressburg pada tahun 1076.[44]Menurut Kronik Piktum, Géza mempertimbangkan untuk menolak mahkota tersebut demi Salamon dari akhir tahun.[47] Géza meninggal pada tanggal 15 April 1077 dan dimakamkan di katedral Vác, yang didirikannya untuk menghormati sang Perawan Suci.[48][49] Saudaranya, László menggantikannya.[21] Sebuah makam yang ditemukan di pusat katedral abad pertengahan pada bulan Agustus 2015 diidentifikasikan sebagai makam Géza oleh Zoltán Batizi, pemimpin penggalian tersebut.[50]
[Raja Géza] merayakan Natal di [Szekszárd]. ... Ketika Misa dirayakan dan semua upacara dilakukan dengan semestinya, Raja menginstruksikan agar semua orang harus pergi kecuali uskup dan abbas. Kemudian sang Raja brsujud dengan air mata di hadapan uskup agung dan tokoh gerejawi lainnya. Ia mengatakan bahwa ia telah berdosa karena ia berhasrat untuk memiliki kerajaan yang rajanya telah dimahkotai dengan sah; dan ia berjanji bahwa ia akan mengembalikan kerajaan ke [Salamon], dan bahwa ini adalah kondisi kedamaian yang kokoh di antara mereka: Ia akan memegang mahkota dengan benar, dengan sepertiga bagian kerajaan milik kadipaten; yang dinobatkan [Salamon] akan memegang dua bagian kerajaan yang telah dipegang sebelumnya. ... Kemudian Raja [Géza] mengirim utusan kepada Raja [Salamon] dengan surat-surat yang menunjukkan syarat-syarat kedamaian. Para utusan bolak balik, tetapi perasaan di sisi yang ini dan itu berbeda, dan rekonsiliasi tidak menemukan penyempurnaan. Sementara Raja [Géza] jatuh sakit parah, dan pada tanggal 25 April, dihiasi dengan kebajikan, ia pergi ke jalan semua orang. Ia paling setia kepada Tuhan dalam iman Katolik, dan ia adalah seorang Pangeran yang paling Kristen.
Géza menikah dua kali.[54] Keluarga istri pertamanya, Sophia, yang dinikahinya pada akhir tahun 1060-an, tidak diketahui.[25][55] Setelah penobatannya pada tahun 1075, ia menikahi istri keduanya, seorang keponakan calon kaisar Bizantium, Nikephoros III.[46][55]
Tidak yakin istri mana yang melahirkan anak-anak Géza, tetapi sejarahwan Gyula Kristó dan Márta Font mengatakan bahwa Sophia adalah ibunda mereka.[25][56] Kristó menambahkan bahwa Géza memiliki setidaknya enam orang anak.[25] Meskipun hanya dua diantara mereka yang dikenal — Kálmán dan Álmos — , Kronik Piktum menyatakan bahwa Kálmán memiliki beberapa saudara laki-laki yang "meninggal sebelum dia".[57][58] Baik Kálmán dan Álmos di duga lahir pada sekitar tahun 1070.[56]
Pohon keluarga berikut ini menyajikan leluhur Géza dan beberapa kerabatnya yang disebutkan dalam artikel.[52]
*Entah istri pertama atau kedua Géza adalah ibunda dari anak-anaknya tidak pasti. **Géza memiliki setidaknya dua anak lagi, tetapi nama mereka tidak diketahui.
^"Megtalálták I. Géza király sírhelyét" (dalam bahasa Hungarian). Múlt-Kor. 2005-08-19. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-16. Diakses tanggal 2015-10-05.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^The Hungarian Illuminated Chronicle (ch. 92.130), p. 127.