Euis Sunarti (lahir di Bandung, Indonesia, pada tanggal 18 Januari 1965[1]) adalah seorang profesor di Institut Pertanian Bogor dalam bidang ketahanan dan pemberdayaan keluarga.[1] Ia sudah berprofesi sebagai dosen di IPB sejak tahun 1987 dan mulai memusatkan perhatian pada bidang ketahanan-kesejahteraan-pemberdayaan keluarga sejak tahun 2000.[2]
Nama Euis Sunarti sempat menarik perhatian media saat ia menjadi salah satu akademisi yang mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperluas cakupan KUHP agar secara eksplisit melarang zina (bak dalam ikatan maupun di luar ikatan pernikahan), perkosaan (kepada perempuan maupun laki-laki), dan larangan cabul sesama jenis (pada semua kelompok umur) pada 2016 sampai 2017. Akan tetapi, setelah proses sidang dan pertimbangan yang panjang, permohonan ini ditolak oleh MK pada tanggal 14 Desember 2017 karena MK menganggap perluasan cakupan KUHP bukan merupakan kewenangan MK, tetapi merupakan kewenangan lembaga pembuat hukum seperti DPR.[5] Namun demikian, terdapat 4 dari 9 hakim yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion), yang menyatakan bahwa MK bukan hanya berwenang namun hendaknya mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.[5]
Pengembangan Instrumen Penelitian dalam Bidang Keluarga
Euis Sunarti mengembangkan beberapa instrumen penelitian dalam bidang keluarga, diantaranya:
● Indikator Keluarga Sejahtera (IKS): Indikator kesejahteraan keluarga yang mengukur tingkat kesejahteraan keluarga berdasarkan empat dimensi: fisik, sosial, psikologis, dan spiritual.[6] .
● Skala Ketahanan Keluarga: Skala yang menilai kemampuan keluarga dalam mengatasi stres dan kesulitan, berdasarkan enam faktor: komunikasi keluarga, penyelesaian masalah keluarga, dukungan keluarga, sistem kepercayaan keluarga, organisasi keluarga, dan keterhubungan keluarga.[7]
● Skala Kesiapan Keluarga untuk Menikah: Skala yang mengukur kesiapan generasi muda untuk memasuki pernikahan, berdasarkan empat aspek: kesiapan diri, pemilihan pasangan, kualitas hubungan, dan harapan pernikahan.
● Skala Interaksi Keluarga: Skala yang mengevaluasi kualitas interaksi keluarga, berdasarkan empat dimensi: kohesi, kemampuan beradaptasi, komunikasi, dan kepuasan.
● Skala Tekanan Ekonomi Keluarga: Skala yang mengukur tingkat tekanan ekonomi yang dialami keluarga, berdasarkan tiga komponen: tekanan finansial, kesulitan ekonomi, dan tekanan ekonomi.
Penelitian mengenai Ketahanan Keluarga
● Perumusan Ukuran Ketahanan Keluarga diterbitkan pada tahun 2003. Tulisan ini bertujuan untuk mengembangkan pengukuran ketahanan keluarga dengan reliabilitas dan validitas tinggi berdasarkan teori keluarga fungsionalisme struktural. Makalah ini menganalisis data dari 233 keluarga di Kabupaten Leuwiliang dan Cibungbulang, dan mempertimbangkan sumber daya fisik dan non-fisik, permasalahan keluarga, mekanisme penanggulangan, dan indikator kesejahteraan sebagai faktor kekuatan keluarga1.
● Peningkatan ketahanan keluarga dan kualitas pengasuhan untuk meningkatkan status gizi dan perkembangan anak, diterbitkan pada tahun 2010. Makalah ini mengkaji hubungan antar keluarga kekuatan, pola asuh, dan hasil anak dalam hal nutrisi dan perkembangan. Makalah ini menggunakan data dari 120 keluarga di Kabupaten Bogor dan Sukabumi, dan menemukan bahwa kekuatan keluarga yang lebih tinggi akan menghasilkan praktik pengasuhan anak dan outcome anak yang lebih baik3.
● Pengukuran Ketahanan Keluarga diterbitkan pada tahun 2004. Makalah ini merupakan versi bahasa Inggris dari makalah pertama yang diterbitkan dalam jurnal Media Gizi dan Keluarga. Makalah ini mempunyai isi dan tujuan yang sama dengan makalah pertama, namun terdapat sedikit perbedaan dalam bahasa dan referensi4.
Penelitian mengenai Ekologi Keluarga
● Keluarga Korban Banjir Bandang Garut: Hubungan Manajemen Stres dengan Ketahanan Keluarga Berdasarkan Tempat Tinggal dan Waktu Pascabencana (Garut Flash Flood Victim's Families: Relation Between Stress Management and Family Resilience Based on Residence and Post-disaster Time)[8]. Tulisan ini menganalisis pemicu stres, strategi coping, gejala stres, dan ketahanan keluarga dari 120 keluarga yang terkena dampak banjir bandang di Garut, Jawa Barat, pada tahun 2016. Makalah ini membandingkan perbedaan antara keluarga yang tinggal di tempat penampungan sementara dan keluarga yang kembali. ke tempat asal mereka, dan bagaimana mereka mengelola stres dan ketahanan mereka pada 1 dan 4 bulan setelah bencana.
● Titik kritis dalam pembangunan perumahan, ketahanan dan kesejahteraan subjektif keluarga setelah gempa bumi di Lombok, Indonesia (Critical point on housing construction, resilience and family subjective welfare after disaster: Notes from the Lombok, Indonesia, earthquake sequence of July-August 2018)[9]. Tulisan ini mengkaji dampak gempa bumi tahun 2018 di Lombok, Nusa Tenggara Barat, terhadap kemiskinan, pendapatan, perumahan, ketahanan, dan kesejahteraan subjektif 300 keluarga. Makalah ini mengidentifikasi poin-poin penting dan tantangan-tantangan dalam proses pemulihan pascabencana, dan memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk kebijakan dan intervensi.
● Pemodelan Kampung Ramah Keluarga (FFK): Mengembangkan Ketahanan Perkotaan di Kawasan Rawan Bencana[10]. Tulisan ini mengusulkan model ketahanan perkotaan berdasarkan konsep kampung ramah keluarga, yang merupakan pemukiman tradisional dan komunal di Indonesia. Makalah ini membahas karakteristik, indikator, dan strategi FFK, serta bagaimana FFK dapat meningkatkan ketahanan sosial, ekonomi, dan lingkungan keluarga perkotaan di daerah rawan bencana.
Aplikasi Pengukuran Ketahanan Keluarga
Prof. Euis Sunarti dan rekan rekannya di IPB University mengembangkan sebuah aplikasi berbasis android yang bernama FamLink. Aplikasi ini digunakan untuk mendiagnosa atau mengukur tingkat ketahanan sebuah keluarga. FamLink menyediakan berbagai fitur, seperti penilaian mandiri terhadap ketahanan keluarga, pendidikan keluarga, layanan konsultasi, dan ruang networking bagi lembaga masyarakat yang terlibat dalam peningkatan ketahanan keluarga[11]. FamLink didasarkan pada teori fungsionalisme struktural keluarga dan menggunakan kuesioner untuk mengukur sumber daya fisik dan non-fisik, masalah keluarga, mekanisme koping, dan indikator kesejahteraan keluarga[12].