Akbar mempromosikan toleransi kepada kepercayaan lainnya. Faktanya, tak hanya ia mentoleransi mereka, ia mengadakan debat tentang filsafat dan masalah-masalah keagamaan. Hal ini mendorong terbentuknya Ibādat Khāna ("Dewan Persembahyangan") di Fatehpur Sikri pada 1575. Ia menghapuskan Jizya (pajak bagi non-Muslim) pada 1575.[3]
Dari diskusi-diskusi yang ia bawa kee Ibādat Khāna, Akbar menyatakan bahwa tidak ada agama tunggal yang dapat mengklaim monopoli kebenaran. Hal ini menginspirasinya untuk membuat Dīn-i Ilāhī pada 1582. Berbagai tokoh Muslim, yang salah satu diantaranya adalah QadiBengal dan Sheikh SufiAhmad Sirhindi, menganggap hal tersebut sebagai pelecehan terhadap Islam.
Dīn-i Ilāhī muncul untuk menyelamatkan Akbar menurut Dabestān-e Mazāheb dari Mubad Shah (Mohsin Fani). Namun, gerakan tersebut tidak pernah berjumlah lebih dari 19 orang.[4]
[5]
Ia menentukan usia minimum pernikahan untuk laki-laki adalah 16 tahun dan perempuan adalah 14 tahun.
Pengikut Din-e-ilahi
Pengikut Din-i-ilahi pada masa kaisar Akbar yang Agung meliputi (halaman 186):[2]
^ abcRoy Choudhury, Makhan Lal (1997) [1941], The Din-i-Ilahi, or, The religion of Akbar (edisi ke-3rd), New Delhi: Oriental Reprint (dipublikasikan tanggal 1985, 1997), ISBN978-81-215-0777-6Periksa nilai tanggal di: |publication-date= (bantuan)
^Schimmel,Annemarie (2006) The Empire of the Great Mughals: History, Art and Culture, Reaktion Books, ISBN 1-86189-251-9