Bekonang sendiri sebenarnya sudah dikenal ketika masa peralihan Kraton Kartasura Hadiningrat menjadi Kraton Surakarta Hadiningrat. Dahulu, daerah tersebut merupakan daerah yang dinominasikan untuk dijadikan sebagai tempat berdirinya Kraton Surakarta Hadiningrat. Sehingga, wajar bila sebutan Bekonang masih membekas sampai sekarang meski sebenarnya Bekonang malah menjadi lebih kecil atau setingkat desa saja.
Kawedanan Bekonang meliputi wilayah Mojolaban, Polokarto, dan sekitarnya yang kala itu merupakan wilayah tersendiri. Namun, dengan bergabungnya Kawedanan Bekonang, Kawedanan Larangan atau Sukoharjo, dan Kawedanan Kartasura menjadi Kabupaten Sukoharjo pada hari Senin Pon tanggal 15 Juli 1946, praktis Kawedanan Bekonang sudah tidak difungsikan dan digantikan dengan Kecamatan Mojolaban. Setelah Dalem Kawedanan Bekonang menjadi wilayah Kecamatan Mojolaban, Dalem ini pernah berganti nama menjadi rumah dinas Pembantu Bupati Kepala Daerah Wilayah Mojolaban. Setelah struktur kawedanan tidak ada lagi, rumah dinas tersebut dipergunakan sebagai aset Kecamatan Mojolaban dan masuk dalam Data Inventarisasi BCB Tidak Bergerak Kabupaten Sukoharjo.[2]
Desa Bekonang sangat terkenal di Jawa dengan produksi ciu cangkol Bekonang, sejenis minuman beralkohol yang terkenal jitu untuk membuat orang mabuk yang diproduksi para perajin minuman tradisional di Bekonang.[4] Pada masa penjajahan Belanda, industri ini dijalankan sembunyi-sembunyi.[5][6]
Industri ini dijalankan turun-temurun.[7] Industri ciu sempat terbuka, tetapi sudah tertutup saat ini. Terlebih lagi, pembuatannya tidak lagi dengan cara tradisional sehingga mengurangi cita rasa khas yang menyebabkan penurunan peminat.[7] Hal ini terjadi karena alkohol yang diproduksi sering dimanfaatkan untuk keperluan medis (kadar 70%–90%),[8][9] bahkan untuk pupuk cair dan bioetanol.[5][6] Meski demikian, keberadaan industri tersebut mampu membuka lapangan kerja dan menyejahterakan masyarakat sekitar.[9]