Organisasi ini memulai sejarahnya pada tahun 1976 saat Kementerian Kehutanan ditugaskan untuk membuat model reboisasi skala besar di luar Pulau Jawa. Tiga tahun kemudian, melalui kerja sama dengan JICA, pemerintah Indonesia pun menyelenggarakan Proyek ATA-186, yakni proyek reboisasi mekanis di lahan alang-alang di Benakat, Muara Enim. Pada tahun 1981, melalui kerja sama dengan pemerintah Finlandia, pemerintah Indonesia menyelenggarakan Proyek ATA-267, yakni proyek persemaian mekanis di Suban Jeriji, Muara Enim.[2]
Tiga tahun kemudian, Proyek ATA-267 dipindah ke Banjarbaru dan kegiatannya diperluas dengan pembuatan tanaman di lahan alang-alang, pengendalian kebakaran hutan, dan pengelolaan hutan alam produksi. Kementerian Kehutanan kemudian juga membentuk organisasi ini dengan nama Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru (BTR Banjarbaru) untuk mewadahi Proyek ATA-267. Pada tahun 1991, organisasi ini diletakkan di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pada tahun 2002, nama dari organisasi ini diubah menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur (BP2HTIBT).[1]