Ia dilahirkan sebagai putra pewaris dari ayah bernama Ashikaga Sadauji. Ayahnya adalah pewaris klan Ashikaga yang berasal dari keturunan Kawachi Genji (klan Minamoto). Nama Takauji (高氏code: ja is deprecated ) yang dipakainya adalah pemberian dari shikkenHōjō Takatoki. Atas jasanya membantu Kaisar Go-Daigo merebut kembali tahta dari tangan Kaisar Kōgon, kaisar memberinya nama kehormatan (imina) Takauji (尊氏code: ja is deprecated ) (ditulis dengan aksara kanji yang berbeda).
Setelah Restorasi Kemmu yang dijalankan Kaisar Go-Daigo kehilangan dukungan, Takauji berangkat untuk memadamkan Pemberontakan Nakasendai di Kamakura. Setelah pemberontakan selesai, Takauji menduduki Kamakura. Hubungannya dengan istana semakin buruk akibat menolak perintah kaisar untuk pulang. Ketika Takauji menyerang Kyoto, Kaisar Go-Daigo terusir ke Gunung Hiei. Serangan balasan pihak kaisar membuatnya mundur hingga ke Kyushu. Pada akhirnya Kyoto berhasil dikuasai setelah Takauji kembali memimpin penyerangan dari Kyushu. Pengangkatan dirinya sebagai Sei-i Taishōgun yang didukung mantan Kaisar Kōgon dan Kaisar Kōmyo adalah awal dari pemerintahan militer Keshogunan Muromachi. Di pihak yang berseberangan, Kaisar Go-Daigo mendirikan Istana Selatan di Yoshino sebagai tandingan Istana Utara di Kyoto.
Keshogunan Muromachi dipimpin secara diarki bersama adiknya, Ashikaga Tadayoshi. Namun di antara keduanya terjadi perselisihan yang menyebabkan Kerusuhan zaman Kannō. Kerusuhan berakhir setelah tewasnya Tadayoshi. Perlawanan Istana Selatan berulang kali berhasil diatasi, dan Takauji terus berusaha memimpin pemerintahan yang stabil. Setelah Kaisar Go-Daigo mangkat, Takauji mendirikan kuil Tenryū-ji di Kyoto untuk berdamai dengan arwah Kaisar Go-Daigo.
Sejak zaman Meiji, Takauji terus dicap sebagai pengkhianat karena memberontak terhadap Kaisar Go-Daigo. Nama Ashikaga Takauji mulai diakui sebagai salah seorang pelaku sejarah sejak berakhirnya Perang Dunia II.
Perjalanan hidup
Masa kecil hingga runtuhnya Keshogunan Kamakura
Takauji dilahirkan tahun 1305, dan ada tiga tempat yang sering dikatakan sebagai tempat kelahirannya: Kamakura, Ayabe (sekarang kota Ayabe utara Prefektur Kyoto), dan tanah bangsawan Ashikaga (sekarang kota Ashikaga di Prefektur Tochigi). Dalam literatur klasik Nantai Heiki ditulis tentang legenda kelahiran Takauji. Ketika baru dilahirkan dan sedang dimandikan dengan air panas, dua ekor burung merpati terbang menghampiri, seekor hinggap di pundaknya, dan seekor lagi hinggap di atas gayung. Nama kecilnya adalah Matatarō. Upacara kedewasaan (genbuku) dijalaninya ketika berusia 15 tahun (tahun 1319). Nama kehormatan Takauji (高氏code: ja is deprecated ) diterimanya dari shikkenHōjō Takatoki.[butuh rujukan]
Dari istri pertama bernama Shakadō (putri dari Hōjō Akitoki), ayahnya memiliki putra sulung bernama Ashikaga Takayoshi yang meninggal dalam usia muda. Sebagai penggantinya, Takauji diangkat sebagai kepala klan Ashikaga.[butuh rujukan]
Pada tahun 1331, rencana Kaisar Go-Daigo untuk menggulingkan Keshogunan Kamakura terungkap untuk kedua kalinya. Kaisar bersama pendukungnya melarikan diri, dan memulai perlawanan dari Gunung Kasagi (peristiwa yang disebut Perang Genkō). Sebagai gokenin berpengaruh di Kamakura, Takauji diperintahkan istana untuk memimpin pasukan ke Kyoto, tapi ia tidak mau pergi karena ayahnya baru meninggal dunia. Ia terpaksa pergi ke Kyoto setelah keshogunan menyandera anak dan istrinya. Peristiwa tersebut menurut literatur klasik Taiheiki membuat Takauji membenci pihak keshogunan. Takauji ikut serta dalam penyerbuan ke kubu pertahanan Kaisar Go-Daigo di Gunung Kasagi, dan benteng pertahanan Kusunoki Masashige di Istana Shimoakasaka. Kaisar Go-Daigo bersama sejumlah bangsawan dan biksu pendukungnya (termasuk Hino Toshimoto dan Enkan) akhirnya ditangkap. Tahun berikutnya, setelah Kaisar Go-Daigo diasingkan ke Pulau Oki, Kaisar Kōgon naik tahta berkat dukungan keshogunan.[butuh rujukan]
Pada tahun 1333, Go-Daigo yang sedang diasingkan di Pulau Oki melarikan diri, dan memulai perlawanan bersenjata dari Gunung Senjō, Provinsi Hōki. Sementara itu, Takauji bersama Nagoe Takaie diperintahkan keshogunan untuk kembali memimpin pasukan ke Kyoto. Kepergiannya kali ini untuk menghancurkan kekuatan antikeshogunan di negeri sebelah barat. Di tengah perjalanan, Takaie dibunuh oleh Akamatsu Norimura (Enshin), pemimpin pemberontak dari pihak Go-Daigo. Setelah menerima perintah dari Go-Daigo, Takauji membelot ke pihak Go-Daigo.Pasukan Takauji bertempur melawan pasukan keshogunan dari markasnya di kuil Shinomura Hachimangū, Provinsi Tamba (sekarang kota Kameoka, Prefektur Kyoto). Takauji mengirimkan surat permintaan bantuan kepada gokenin di berbagai provinsi. Setelah dibantu gokenin dari daerah, termasuk Sasaki Dōyo asal Provinsi Ōmi, Takauji bergerak maju ke Kyoto dan menghancurkan kantor Rokuhara Tandai.[butuh rujukan]
Sementara itu, gokenin yang berada di pihak Takauji, Nitta Yoshisada asal Provinsi Shimotsuke menyerang Kamakura, dan membebaskan Senjuō dari penyanderaan. Senjuō adalah putra pewaris Takauji yang nantinya dikenal sebagai Ashikaga Yoshiakira. Keshogunan Kamakura tumbang, dan kekuasaan berada di tangan Yoshisada dan Senjuō. Di tengah kekacauan, putra Takauji dari seorang selir, Takewakamaru tewas terbunuh. Sesudah itu, Takauji mengirimkan pengikutnya, tiga kakak beradik Hosokawa Kazuuji, Hosokawa Yoriharu dan Hosokawa Morouji ke Kamakura sebagai pengganti Nitta Yoshisada yang diminta pulang ke Kyoto agar Kamakura sepenuhnya dalam kekuasaan klan Ashikaga.[butuh rujukan]
Restorasi Kemmu hingga Istana Utara-Selatan
Kaisar Go-Daigo mengakui Takauji sebagai pahlawan yang paling berjasa dalam menumbangkan Keshogunan Kamakura. Jabatan yang diterimanya adalah sebagai Chinjufu Shōgun, dan hadiah tanah di 30 tempat, Selain itu, ia menerima nama kehormatan berupa sebuah aksara kanji 尊 dari nama asli Kaisar Go-Daigo. Sejak itu pula, namanya mulai ditulis sebagai Takauji (尊氏code: ja is deprecated ). Takauji berusaha menjauhkan diri dari urusan pemerintahan Kaisar Go-Daigo (sebagian sejarawan berpendapat Kaisar Go-Daigo tidak menginginkan Takauji ikut dalam pemerintahan). Pengurus klan Ashikaga seperti kakak beradik Kō no Moronao dan Kō no Morouji diutusnya untuk membantu Kaisar Go-Daigo. Adik kandungnya sendiri, Ashikaga Tadayoshi sebagai shikken di kantor syogun di Kamakura.[butuh rujukan]
Kedua pangeran yang masih kanak-kanak diutus Kaisar Go-Daigo ke daerah. Kitabatake Akiie ditunjuk sebagai Chinjufu Shōgun bersama Pangeran Nariyoshi dalam ekpedisi penaklukan Ōshū. Sementara itu, Takauji memerintahkan adiknya, Tadayoshi dikirim ke Kamakura bersama Pangeran Narinaga. Takauji akhirnya berselisih dengan Pangeran Morinaga (putra Kaisar Go-Daigo) karena sama-sama mengincar jabatan Sei-i Taishōgun. Penjagaan yang ketat membuat usaha pembunuhan terhadap Takauji yang dilakukan Pangeran Morinaga menemui kegagalan. Pada tahun 1334, Takauji berkomplot dengan Ano Yasuko (selir kesayangan Kaisar Go-Daigo) yang menginginkan anaknya (Pangeran Tsuneyoshi) menjadi putra mahkota. Keinginan Ano Yasuko terwujud setelah Pangeran Morinaga juga berselisih dengan Kaisar Go-Daigo ditangkap Takauji, dan dipenjarakan di Kamakura di bawah pengawasan Tadayoshi.[butuh rujukan]
Pada tahun 1335, sisa-sisa pengikut klan Hōjō yang didukung Hōjō Tokiyuki (putra almarhum Hōjō Takatoki) mengobarkan Pemberontakan Nakasendai di Provinsi Shinano. Pasukan Tokiyuki menduduki Kamakura untuk sementara waktu. Di tengah kekacauan, Tadayoshi bertindak sendiri dan membunuh Pangeran Morinaga. Takauji meminta Kaisar Go-Daigo untuk mengangkatnya sebagai Sei-i Taishogun namun tidak dikabulkan. Tanpa surat perintah penangkapan, Takauji berangkat juga ke Kamakura untuk menghabisi Hōjō Tokiyuki. Kaisar Go-Daigo akhirnya terpaksa mengakui Takauji sebagai Seitō Taishōgun. Pasukan Hōjō Tokiyuki dikalahkan pasukan gabungan Takauji dan Tadayoshi dalam Pertempuran Sungai Sagami.[butuh rujukan]
Setelah Kamakura direbut kembali, Takauji dan Tadayoshi terus menduduki Kamakura dan menjadikannya sebagai markas. Takauji menyita tanah dan membagi-bagikannya kepada samurai anak buahnya. Akibatnya, Kaisar Go-Daigo memerintahkan Takauji untuk pulang ke Kyoto. Takauji menolak perintah kaisar, dan mendirikan pemerintahan militer dengan caranya sendiri. Takauji menyatakan bahwa di antara samurai yang setia terhadap kaisar, kekuatan militer yang terbesar ada di tangan Nitta Yoshisada (kepala kantor prajurit Mushadokoro),dan meminta agar dirinya diberi izin untuk menghancurkan Yoshisada. Sebagai jawaban, Kaisar Go-Daigo mengirim Yoshisada dan pasukannya dari Kyoto untuk menghabisi Takauji. Setelah Kitabatake Akiie dan pasukannya juga diturunkan dari Ōshū, Takauji memohon pengampunan dan menyatakan dirinya pensiun.[butuh rujukan]
Kekalahan pihak Ashikaga (antara lain pasukan Tadayoshi dan Kō no Moronao) dalam berbagai pertempuran, termasuk di Provinsi Mikawa) akhirnya membuat Takauji menyatakan perang terhadap pemerintahan Kaisar Go-Daigo. Pasukan Nitta Yoshisada ditaklukkannya dalam Pertempuran Hakone-Takenoshita, dan pasukan Ashikaga maju menuju Kyoto. Izin untuk memasuki Kyoto diberikan kepada Takauji oleh mantan Kaisar Kōgon dari garis keturunan Jimyō-in. Kyoto akhirnya jatuh ke tangan pasukan Ashikaga Takauji pada tahun baru Kemmu tahun 3, dan Kaisar Go-Daigo melarikan diri ke Gunung Hiei. Tidak lama kemudian, kedudukan Takauji di Kyoto diserang pasukan gabungan Kitabatake Akiie, Kusunoki Masashige, dan Nitta Yoshisada. Atas saran Akamatsu Enshin, Takauji mengundurkan diri dari Kyoto menuju Kyushu.[butuh rujukan]
Dalam perjalanan menuju Kyushu, Takauji disambut Shōni Yorinao
di Akamagaseki, Provinsi Nagato (sekarang kota Shimonoseki, Prefektur Yamaguchi). Di Kyushu, Takauji dibantu Munakata Ujinori yeng menjadi pengurus kuil Munakata Taisha di Munakata, Provinsi Chikuzen. Kekuatan militer Takauji pulih setelah menaklukkan Kikuchi Taketoshi yang berada di pihak Kaisar Go-Daigo dalam Pertempuran Tataragahama di Tataragahama, Provinsi Chikuzen (sekarang kota Fukuoka). Di tengah perjalanan menuju Kyoto, Takauji mendapat izin dari mantan Kaisar Kōgon untuk memasuki ibu kota. Akibatnya, samurai dari sebelah barat negeri beramai-ramai menjadi pendukung Takauji. Setelah pasukan Nitta Yoshisada dan Kusunoki Masashige dikalahkan dalam Pertempuran Minatogawa, Kyoto jatuh ke tangan Ashikaga Takauji, dan Kaisar Go-Daigo melarikan diri ke Gunung Hiei.[butuh rujukan]
Setelah menguasai Kyoto, Takauji mengajak Kaisar Go-Daigo untuk berdamai. Tawaran tersebut diterima Kaisar Go-Daigo yang menyerahkan Tiga Harta Suci kepada Kaisar Kōmyō (adik mantan Kaisar Kōgon). Selanjutnya, Takauji menetapkan 17 pasal Kemmu Shikimoku sebagai kebijakan dasar pemerintahan, dan mengumumkan berdirinya pemerintahan militer yang baru. Sementara itu, Kaisar Go-Daigo melarikan diri dari Kyoto dengan membawa Tiga Harta Suci. Di Yoshino, Kaisar Go-Daigo mendirikan pemerintahan Istana Selatan, dan Tiga Harta Suci yang berada di tangan Kaisar Kōmyō dinyatakan sebagai barang palsu.[butuh rujukan]
Kerusuhan zaman Kannō hingga tutup usia
Pada tahun 1338, Kaisar Kōmyo mengangkat Takauji sebagai Sei-i Taishōgun (masa jabatan 1338-1358) yang menandai dimulainya pemerintahan militer yang disebut Keshogunan Muromachi. Tahun berikutnya (1339), Kaisar Go-Daigo mangkat di Yoshino, dan Takauji memulai pembangunan Tenryū-ji, sebuah kuil di Kyoto untuk mendoakan arwahnya. Uang untuk biaya pembangunan kuil tersebut didapat dari Kapal dagang Tenryū-ji yang dikirimnya ke Dinasti Yuan.[butuh rujukan]
Berbeda dengan masa Keshogunan Kamakura ketika syogun berperan sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala kalangan samurai
, Takauji menjalankan pemerintah diarki. Takauji menunjuk Tadayoshi adiknya sebagai kepala administrasi pemerintahan, sedangkan dirinya menjadi kepala kalangan samurai. Pemerintahan diarki yang dijalankan Takauji ternyata menimbulkan konflik internal di dalam keshogunan. Kō no Moronao beserta pendukungnya yang anti-Tadayoshi berhadapan dengan kelompok pro-Tadayoshi, sehingga pecah Kerusuhan zaman Kannō. Takauji yang mulanya bersikap netral akhirnya berubah menjadi pendukung Moronao. Pada tahun 1349, Tadayoshi diserang, dan melarikan diri ke rumah kediaman Takauji. Dalam keadaan terkepung pasukan Moronao, Tadayoshi dipaksa mengundurkan diri dari jabatannya dan ditahbiskan sebagai biksu.[butuh rujukan]
Putra pewaris Takauji yang bernama Yoshiakira dipanggil dari Kamakura untuk menggantikan Tadayoshi sebagai kepala pemerintahan. Takauji mengangkat putra kedua, Ashikaga Motouji sebagai pengganti Yoshimitsu sebagai penguasa Kamakura (Kamakura Kubō), dan kantor pemerintah Kamakura (Kamakura-fu) didirikannya untuk memerintah wilayah timur negeri. Setelah Tadayoshi mengundurkan diri, putra angkatnya yang bernama Ashikaga Tadafuyu melarikan diri ke Kyushu, dan memulai pemberontakan terhadap keshogunan. Tadafuyu adalah anak luar nikah dari Takauji yang tidak mau diakuinya, dan dijadikan anak angkat oleh Tadayoshi.[butuh rujukan]
Pada tahun 1350, ketika Takauji sedang memimpin ekspedisi ke wilayah Chūgoku untuk menghabisi Tadafuyu, Tadayoshi meloloskan diri dari Kyoto dan bergabung dengan Istana Selatan. Sejumlah samurai ulung seperti Momonoi Tadatsuna dan Hatakeyama Kunikiyo turut menyertai Tadayoshi bergabung dengan Istana Selatan. Pasukan Tadayoshi menjadi semakin kuat, sehingga Yoshiakira melarikan diri dari Kyoto karena kalah dalam jumlah pasukan. Sementara itu, pasukan Takauji kalah melawan pasukan Tadayoshi dalam pertempuran di Provinsi Settsu (sekarang kota Nishinomiya, Hyogo). Dengan syarat kakak beradik Kō no Moronao dan Kō no Morouji dijadikan biksu, Takauji menawarkan Tadayoshi untuk berdamai.[butuh rujukan]
Perdamaian tercapai antara Takauji dan Tadayoshi pada tahun 1351, tetapi Kō no Moronao dan Kō no Morouji dibunuh Uesugi Yoshinori sewaktu sedang dikawal dalam perjalanan. Tadayoshi kembali sebagai pembantu Yoshiakira. Takauji dan Yoshiakira pergi melakukan perundingan damai dengan Istana Selatan, dengan alasan pergi menumpas pemberontakan Akamatsu Norisuke-Sasaki Dōyo di Provinsi Harima dan Provinsi Ōmi. Selain itu, mereka berdua memiliki rencana untuk menghabisi Tadayoshi dan Tadafuyu. Namun Tadayoshi lebih dulu melarikan diri ke Kamakura melalui rute Hokuriku.[butuh rujukan]
Masih pada tahun 1351, Takauji berhasil berdamai dengan Istana Selatan. Nama zaman yang digunakan Istana Utara untuk sementara diganti menjadi zaman Shōhei untuk mengikuti nama zaman yang sedang digunakan Istana Selatan. Sementara itu, Takauji mengejar Tadayoshi melalui rute Tōkaidō. Setelah kalah dalam dua kali pertempuran di Provinsi Suruga dan Sagami, Tadayoshi tertangkap dan dipenjarakan di Kamakura. Tahun berikutnya (1352), Tadayoshi meninggal dunia. Menurut Taiheiki, Tadayoshi tewas diracun oleh Takauji.[butuh rujukan]
Selanjutnya, pihak Istana Selatan yang dipimpin Pangeran Muneyoshi, Nitta Yoshioki, Nitta Yoshimune, serta Hōjō Tokiyuki menyerang pasukan Takauji. Setelah sempat mundur hingga ke Provinsi Musashi, lewat serangan balasan terhadap kekuatan Istana Selatan di daerah Kanto, Takauji melakukan akhirnya merebut kembali Kyoto. Sesudah itu, Tadafuyu menyerang Kyoto, tetapi gagal dan terpaksa mundur ke Kyushu. Pada tahun 1354, pihak Istana Selatan untuk sementara berhasil menduduki Kyoto untuk direbut kembali oleh Istana Utara pada tahun berikutnya. Takauji secara pribadi masih memiliki rencana untuk membunuh Tadafuyu, tetapi penyakit bisul (radang di bawah kulit) lebih dulu merenggut nyawanya. Ashikaga Takauji, 54 tahun, meninggal dunia di rumah kediamannya di daerah Nijō, Kyoto pada tahun 1358.[butuh rujukan]
Lukisan potret
Lukisan berjudul Kiba Mushazō (Lukisan Samurai Naik Kuda) yang disimpan Museum Nasional Kyoto pernah diketahui secara luas sebagai lukisan potret Ashikaga Takauji. Namun kini, pengurus klan Ashikaga yang bernama Kō no Moronao, atau putranya yang bernama Kō no Moroakira diperkirakan sebagai tokoh yang digambar dalam lukisan tersebut. Alasannya, cap di bagian atas lukisan adalah milik syogun kedua Muromachi (Ashikaga Yoshiakira), dan lambang keluarga pada pelana kuda adalah lambang klan Kō.[butuh rujukan]
Salah satu dari tiga lukisan Tiga potret dari kuil Jingo-ji (Jingo-ji Sanzō) yang dulunya dipercaya sebagai lukisan potret Taira no Shigemori, sekarang disebut sebagai lukisan potret Ashikaga Takauji. Ketiga lukisan tersebut merupakan pusaka nasional Jepang, dan kemungkinan dilukis pada zaman Kamakura oleh Fujiwara Takanobu. Pada tahun 1990-an, sejarawan seni Michiyo Yonekura dan Hideo Kuroda mengatakan bahwa tokoh yang digambar dalam salah satu lukisan potret tersebut adalah Ashikaga Takauji. Teori tersebut didukung sebagian besar sejarawan karena tokoh yang dilukis mirip dengan patung kayu Ashikaga Takauji di kuil Touji-in, Kyoto. Aksesori rambut yang dipakai untuk menahan kanmuri (hiasan kepala) adalah model zaman Muromachi dan bukan model dari zaman Heian. Selain itu, masih ada lukisan potret Takauji yang disimpan kuil Jōdo-ji di Onomichi, Prefektur Hiroshima.[butuh rujukan]