Arkeologi semu (pseudoarkeologi) atau arkeologi alternatif dan arkeologi pinggiran, adalah interpretasi masa lalu oleh orang-orang yang bukan arkeolog profesional, dan oleh orang yang menolak atau mengabaikan data yang sudah dikumpulkan yang diterima dan metode analitis disiplin ilmu arkeologi.[1][2][3] Interpretasi semu ini melibatkan penggunaan artefak, situs atay merial untuk membangun teori yang secara ilmiah tidak substansial untuk menguatkan klaim seorang arkeolog semu. Metode yang dilakukan mencakup melebih-lebihkan bukti, kesimpulan yang diromantisir atau didramatisir, penggunaan argumen sesat, dan rekayasa bukti (bukti bohongan).
Tidak ada metode atau teori pseudoarkeologi yang menyatukan semuanya, namun arkeologi semu terdiri dari beragam jenis interprteasi masa lalu, yang saling bertentangan dengan apa yang telah dikembangkan oleh komunitas ilmiah. Hal ini mencakup filosofi-filosofi religius seperti kreasionisme atau "ilmu penciptaan" yang mengaplikasikan arkeologi periode bersejarah yang meliputi mitos air bah global, naratif air bah Kitab Kejadian, Nephilim, Bahtera Nuh, dan Menara Babel yang diyakini terjadi. Beberapa teori arkeologi semu lainnya membahas ide bahwa peradaban-peradaban manusia prasejarah dan kuno dibantu pengembangannya dengan kehidupan ekstrabumi pintar (alien), yaitu sebuah ide yang disebarkan oleh penulis Italia Peter Kolosimo, penulis Prancis Louis Pauwels dan Jacques Bergier pada The Morning of the Magicians (1963), dan penulis Swiss Erich von Däniken pada Chariots of the Gods? (1968). Beberapa lainnya malah berargumen bahwa peradaban-peradaban kuno manusia jauh lebih berkembang teknologinya, seperti Atlantis, dan ide ini telah disebarkan oleh beberapa orang seperti Graham Hancock pada buku terbitannya Fingerprints of the Gods (1995). Arkeologi semu juga terlibat pada Mayanisme dan fenomena 2012.
Banyak arkeologi semu telah diadopsi oleh kelompok-kelompok reiligus. Ide-ide arkeologi semu seperti arkeokriptografi dan piramidologi telah didukung oleh agama-agama mulai dari Anglo-Israel dan teosof. Beberapa ide lainnya mencakup beberapa yang telah diadopsi oleh anggota-anggota kepercayaan Zaman Baru dan paganisme kontemporer.
Arkeolog akademis telah sering mengkritik arkeologi semu, dengan salah stau kritik utamanya, John R. Cole, mencirikannya sebagai bergantung dengan "sensasionalisme, penyalahgunaan logika dan bukti, kesalahpahaman metode ilmiah, dan kontradiksi internal pada argumen-argumen mereka".[4] Hubungan antara arkeologi akademis dan semu telah dibandingkan dengan hubungan antara teori-teori perancangan cerdas dan biologi evolusi oleh beberapa arkeolog.[5]
Referensi
- ^ Holtorf 2005. p. 544.
- ^ Fagan and Feder 2006. p. 720.
- ^ Williams 1987.
- ^ Cole 1980. p. 2.
- ^ Fagan and Feder 2006. p. 721.