Andi Siti Nurhani Sapada

Andi Siti Nurhani Sapada (25 Juni 1929 – 8 Juli 2010) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal secara luas melalui karya-karyanya berupa ciptaan tari-tarian. Dia merupakan salah satu penari Istana Negara semasa pemerintahan Presiden Soekarno. Atas perstasi dan pengabdiannya, Andi Siti Nurhani Sapada menerima penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Republik Indonesia (2009).[1][2][3]

Latar belakang

Andi Siti Nurhani Sapada lahir di Parepare, Sulawesi Selatan 25 Juni 1929. Dia termasuk wanita keturunan bangsawan. Ayahnya, Andi Makasau Parenregi Lawalo, adalah bangsawan Bugis bergelar Datu Suppa Toa. Ibunya, Rachmatiah Daeng Baji adalah bangsawan Makassar, putri dari Karaeng Sonda, Raja Bontonompo, sebuah kecamatan di wilayah Kabupaten Gowa. Pendidikan formal ditempuhnya adalah ELS (1934-1941), Mulo (1946-1948) dan AMS (1948-1950). Sempat berkuliah selama dua tahun di Fakultas Sastra dan Seni IKIP Ujungpandang (1971-1973), pada jurusan bahasa Inggris. Andi Siti Nurhani Sapada menikah dengan Andi Sapada Mappangile, mantan Bupati Sidrap, 1960, di karuniai delapan anak. Tahun 1949, ia bergabung dalam Orkes Daerah Baji Minasa pimpinan Bora Daeng Irate, pencipta lagu Angin Mammiri. Ia jugalah pelantun pertama lagu tersebut. Pada tahun 1950 terjadi peristiwa yang mendorongnya kian memacu semangatnya terus menekuni seni tari sampai. Peristiwa itu bermula ketika Presiden Soekarno berkunjung di kantor Gubernur di Makassar. Pada suatu kesempatan, Presiden Soekarno tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya dan bertanya, "Adakah tari daerah yang bisa saya nikmati?". Mendengar pertanyaan itu, dengan cepat dan tanpa persiapan sama sekali ia meminjam pakaian adat Mandar, lalu menyuguhkan tari Pattuddu yang berasal dari daerah Mandar (kini Provinsi Sulawesi Barat). Presiden Soekarno terkesan dan mengharapkan agar kiprahnya diteruskan dalam membina dan mengembangkan tari-tarian Sulawesi Selatan. Sejak tahun 1950 hingga tahun 1965, setiap tahun ia selalu tampil di Istana Negara, memimpin tim kesenian/tari dari Sulawesi Selatan pada setiap rangkaian acara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Antara 1952 sampai 1985, ia mengolah, membina, dan menciptakan seni tari Sulawesi Selatan, di antaranya Pakarena, Pattuddu, Padendang, Bosara, Pabbekkenna Majjina, Pattennung, Dendang-Dendang, Pasuloi, Angina Mamiri, dan Tomassenga. Adapun fragmen tari yang diciptakannya antara lain Sultan Hasanuddin, Pajjonga, Wetadampali Masala Olie, Saleppang Sampu dan Anak Rara. Ia juga menggarap tari Pakduppa (tari menjemput tamu) yang dimainkan 300-an orang tatkala pembukaan Pekan Olahraga Mahasiswa tahun 1968 di Makassar.

Tahun 1962, ia mendirikan Institut Kesenian Sulawesi (IKS) untuk menawarkan pendidikan seni kepada putra-putri Indonesia agar lebih mengenal seni tari empat kelompok etnis di Sulawesi Selatan (Makassar, Bugis, Toraja, Mandar) serta mengatur dan menggelar beragam pertunjukan, khususnya tari dan musik daerah. Melalui lembaga ini pula, Nani mencipta dan menggali tari-tari tradisional. Banyak tari yang semula sudah terkubur, lantaran bubarnya kerajaan-kerajaan, digali dan digubah sampai menjadi tari yang berestetika tinggi. Belasan tari tradisional Sulawesi Selatan yang sarat makna, lahir dari kerja keras dan permenungannya yang dalam. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, ketika pemerintah mengirim tim kesenian ke Australia (1975), dua karyanya, tari Bosara dan Patten Nung ikut di tampilkan. Pada awal tahun 1970-an ia menggarap karya besar dalam bidang musik dengan menampilkan sekitar 90 pemain kecapi dan suling bertajuk Simfoni Kecapi. Selain itu ia juga memodifikasi instrumen kecapi menggunakan enam grip yang kini di Sulawesi Selatan dikenal sebagai Kecapi Anida (singkatan dari Andi Nurhani Sapada). Kecapi ini mampu memainkan lagu-lagu dalam tangga nada diatonis. Tahun 1991, ia diundang ke Inggris dan Belanda untuk memberi ceramah tentang kostum tari dari Sulawesi Selatan. Ia juga memberi ceramah pada Lembaga Kebudayaan Indonesia di Moskow, Rusia (1996). Dalam rangka memperkanalkan potensi daerah, dia memproduksi VCD berisi tarian empat kelompok etnis di Sulawesi Selatan (2001). Di luar dunia tari dan musik, Nani pernah pula menulis naskah sandiwara radio dan delapan buku tentang kesenian dan kebudayaan empat etnis di Sulawesi Selatan. Atas pengabdian dan kesetiaannya pada bidang seni tari, Andi Siti Nurhani Sapada beberapa kali menerima penghargaan.

Karier

  • Kepala Kantor Kesenian Kota Besar Makassar (1952-1954)
  • Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (1971-1974)

Bibliografi

Berikut beberapa buku yang ditulis antara tahun 1975 sampai dengan 2002:

  • Tari Kreasi Baru Sulawesi Selatan
  • Dasar Tari Sulawesi Selatan Metode Anida
  • Tata Rias Pengantin & Tata Cara Adat Perkawinan Bugis Makassar
  • Nuansa Pelangi
  • Tata Rias Pengantin & Tata Cara Adat Perkawinan Bugis Makassar
  • Pelajaran Dasar Tari Sulawesi Selatan Metode Anida
  • Tari Tradisi/Kreasi 4 Etnis Budaya Sulawesi Selatan

Karya tari

  • Pakarena
  • Pattuddu
  • Padendang
  • Bosara
  • Pabbekkenna Majjina
  • Pattennung
  • Dendang-Dendang
  • Pasuloi
  • Angina Mamiri
  • Tomassenga
  • Sultan Hasanuddin
  • Pajjonga
  • Wetadampali Masala olie
  • Saleppang Sampu
  • Anak Rara
  • Pakduppa

Penghargaan

  • Anugerah Seni dari pemerintah RI (1972)
  • Cultural Award dari pemerintah Australia (1975)
  • Warga Teladan Makassar Sualwesi Selatan (1976)
  • Warga Teladan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan (1976)
  • Anugerah Satya Lencana Kebudayaan dan Hadiah Seni (2007)
  • Satya Lencana Bintang Budaya Parana Dharma dari Pemerintah Indonesia (2009)

Referensi