Agus Noor (lahir 26 Juni 1968) adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia. Agus Sejak muda, Agus Noor telah berkecimpung di dunia sastra dengan menulis karya-karya puisi dan prosa. Dia merupakan penulis naskah untuk program Sentilan Sentilun Metro TV yang diadopsi dari naskah monolognya, Matinya Sang Kritikus, yang sebelumnya telah dipentaskan di sejumlah kota oleh Butet Kertaradjasa.[1][2]
Latar belakang
Agus Noor lahir dan dibesarkan di Kecamatan Margasari, Kabupaten Tegal. Berlatar belakang pendidikan Jurusan Teater, Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta. Meskipun berlatar belakang pendidikan teater, ia aktif menulis. Dia dikenal sebagai cerpenis, penulis prosa, dan naskah panggung dengan gaya parodi yang terkadang satir. Monolog Matinya Toekang Kritik adalah salah satu karyanya yang menertawakan keadaan Indonesia. Naskah ini, kemudian diusung sebagai program Sentilan Sentilun yang ditayangkan oleh stasiun televisi Metro TV.[3]
Karya
Bersama Ayu Utami, ia menulis naskah Sidang Susila untuk merefleksikan dan mengkritik Rancangan Undang Undang Anti-Pornografi. Selain menulis prosa, ia juga menulis cerpen. Karya cerpennya dimuat dalam Antologi Ambang (1992), Pagelaran (1993), Lukisan Matahari (1994). Sedangkan cerpen-cerpennya yang terhimpun dalam antologi bersama, di antaranya Lampor (Cerpen Pilihan Kompas, 1994), Jalan Asmaradana (Cerpen Pilihan Kompas, 2005), Kitab Cerpen Horison Sastra Indonesia (Majalah Horison dan The Ford Foundation, 2002), dan Dari Pemburu ke Tapuetik (Majelis Sastra Asia Tenggara dan Pusat Bahasa, 2005).[4]
Buku-buku kumpulan cerpennya yang sudah terbit antara lain, Memorabilia (Yayasan untuk Indonesia, 1999), Bapak Presiden yang Terhormat (Pustaka Pelajar, 2000), Selingkuh Itu Indah (Galang Press, 2001), Rendezvous: Kisah Cinta yang Tak Setia (Galang Press, 2004), Potongan Cerita di Kartu Pos (Penerbit Buku Kompas, 2006), Sebungkus Nasi dari Tuhan, Sepasang Mata Penari Telanjang, Matinya Toekang Kritik (Lamalera, 2006), Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia (Bentang, 2010), Cerita Buat Para Kekasih (Gramedia Pustaka Utama, 2015). Cerpen-cerpennya pernah dimasukkan oleh Korie Layun Rampan sebagai sastrawan angkatan 2000. Buku terbaru yang disusun berjudul Cerpen-cerpen Terbaik Indonesia, merangkum tentang penerbitan cerpen dari Idrus hingga Seno Gumira Ajidarma.[5]
Penghargaan
- Juara I Penulisan Cerpen pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) (1991).
- Cerpenis terbaik pada Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) IV (1992).
- Anugerah Cerpen Indonesia yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta untuk tiga cerpennya, Keluarga Bahagia, Dzikir Sebutir Peluru, dan Tak Ada Mawar di Jalan Raya (1999).
- Karya terbaik Majalah Horison selama kurun waktu 1990-2000.
- Anugerah Seni dari Mentri Kebudayaan dan Pariwisata untuk cerpennya, Piknik (2006).
Lihat pula
Referensi
|
---|
Umum | |
---|
Perpustakaan nasional | |
---|
Lain-lain | |
---|