1 (satu) adalah sebuah angka, sistem bilangan, dan nama dari glif yang mewakili angka tersebut. Angka ini merupakan bilangan positif pertama dan terkecil dari barisan bilangan asli. 1 digunakan sebagai satuan dalam pencacahan dan juga pengukuran. Berdasarkan latar belakangnya, lambangnya berevolusi dari lambang milik bangsa Sumeria dan bangsa Babilonia hingga menuju ke lambang sistem bilangan Arab modern.
1 adalah identitas perkalian, yang berarti setiap bilangan yang dikalikan oleh 1 hasilnya tetap sama. 1 tidak dianggap sebagai bilangan prima berdasarkan konvensi. 1 merepresentasikan keadaan hidup ("on") dalam kode biner. 1 juga digunakan dilambangkan sebagai sumber utama atau sumber keberadaan menurut berbagai tradisi filsafat.
Matematika
1 adalah bilangan asli pertama setelah 0. Setiap bilangan asli (termasuk 1) dibangun oleh penerusnya, yang berarti dengan menambahkan satu ke bilangan asli sebelumnya. 1 merupakan identitas perkalian dari bilangan bulat, bilangan real, dan bilangan kompleks: setiap bilangan jika dikalikan dengan 1, hasilnya tetap tidak berubah (). Akibat dari sifat itu, kuadratnya (), akar kuadrat darinya (), dan perpangkatan lain darinya selalu 1.[1] 1 juga merupakan faktorial dari dirinya (), dan 0! sama saja bernilai 1. Hasil tersebut merupakan kasus spesial dari perkalian kosong.[2] 1 memenuhi definisi bilangan prima (bilangan yang dapat dibagi oleh 1 dan dirinya sendiri, yaitu 1; walaupun demikian, berdasarkan konvensi modern, 1 tidak dianggap sebagai bilangan prima maupun bilangan komposit.[3]
Konstruksi matematis dari bilangan asli yang berbeda merepresentasikan 1 dengan berbagai cara. Sebagai contoh, formulasi Giuseppe Peano dalam kumpulan aksioma-aksiomanya yang mendefinisikan bilangan asli dengan cara yang akurat dan logis, 1 diperlakukan sebagai awal mulanya barisan bilangan asli.[4][5] Peano kemudian merevisi aksiomanya lagi yang berbunyi awal mula barisan bilangan asli dimulai dari 0.[4][6] Dalam penugasan kardinal Von Neumann suatu bilangan asli, dengan tiap-tiap bilangan didefinisikan sebagai himpunan yang berisi semua bilangan sebelumnya, 1 dinyatakan sebagai singelton, sebuah himpunan yang berisi anggota 0 sahaja.[7]Palang Romawi [en] merupakan salah satu contoh umum dari sistem bilangan dengan basis-1, karena hanya mengandalkan satu goresan itu sendiri. Meskipun cara ini sangat mudah untuk menyatakan bilangan asli, sistem bilangan basis-1 jarang digunakan sebagai praktek awal dalam berhitung karena kesulitan dalam membaca lambang-lambang tersebut.[8][9]
Dalam banyak permasalahan matematika dan rekayasa, nilai-nilai numerik biasanya dinormalisasikan ke dalam interval satuan; 1 disini menyatakan nilai maksimum termungkin. Sebagai contoh, berdasarkan definisi tadi, 1 merupakan nilai peluang dari kejadian yang sangat atau hampir pasti terjadi.[10] Contoh lainnya adalah vektor-vektor yang acapkali dinormalisasikan menjadi vektor satuan (vektor bernilai satu), sebab vektor-vektor tersebut acapkali memiliki sifat-sifat yang lebih mudah dipahami. Fungsi-fungsi juga sering kali dinormalisasikan berdasarkan syarat bahwa mereka memiliki integral bernilai satu, memiliki nilai maksimum satu, atau memiliki fungsi yang terintegralkan kuadrat bernilai satu, tergantung penerapannya.[11]
1 sering muncul dalam banyak kumpulan data numerik di kehidupan nyata. Hal ini disebabkan hukum Benford yang berbunyi bahwa peluang untuk suatu digit terdepan secara signifikan dirumuskan sebagai . Kecenderungan bilangan-bilangan di kehidupan nyata yang menuju pertumbuhan baik secara eksponensial ataupun secara logaritmik malah mendistribusikan ke digit-digit signifikan yang lebih kecil; peluang sering munculnya digit 1 kira-kira 30%.[15]
Bangsa Sumeria tercatat sebagai bangsa yang menggunakan sistem bilangan untuk pertama kali. Berawal kira-kira dari abad ketiga SM, sistem bilangan yang digunakan bangsa Sumeria berupa seksagesimal yang tercetak lauh tanah liat.[16] Bangsa Sumeria kuno menggunakan angka 1 dan 60 yang sama-sama terdiri dari aksara-aksara setengah melingkar yang dijajarkan secara mendatar.[17] Kira-kira pada 2350 SM, aksara-aksara melengkung yang digunakan bangsa Sumeria yang kuno itu digantikan dengan aksara-aksara berbentuk paku, dengan angka 1 dan 60 sama-sama dilambangkan dengan simbol yang sama. Sistem aksara paku tersebut merupakan penerus langsung sistem desimal semasa adanya bahasa Ebla dan bahasa semitik Assiro-Babilon.[18] Hampir semua tulisan-tulisan yang masih ada berasal dari zaman bangsa Babilonia kuno (kira-kira 1500 SM) dan Seleucid (kira 300 SM).[16] Lambang untuk menyatakan angka atau bilangan, yang berbentuk aksara paku seperti bangsa Babilonia, memakai lambang yang sama seperti bangsa Babilonia menyatakan 1 and 60.[19]
Negara-negara Barat di zaman modern seringkali menggunakan bilangan Arab untuk menyatakan glif 1ː sebuah garis vertikal yang a memiliki serif di atasnya pada umumnya, dan terkadang ada garis mendatar yang pendek di bawahnya. Penulisan angka 1 ini dapat dilihat kembali pada tulisan Brahmi dari India kuno, yang dilambangkan oleh Ashoka dengan menggambarkan garis vertikal sederhana dalam maklumatnya kira-kira 250 SM.[20] Bentuk tulisan angka tersebut kemudian ditransmisikan ke Eropa di daerah Maghreb dan Al-Andalus pada masa Abad Pertengahan.[21] Sistem bilangan Arab dan beberapa glif lainnya digunakan untuk melambangkan angka satu, seperti bilangan Romawi (I) dan bilangan Mandarin (一), yang merupakan logogram. Simbol-simbol ini sering kali secara langsung melambangkan konsep angka 'satu' tanpa mematah-matahkannya menjadi komponen fonetik.[22]
Rupa bentuk simbol di zaman modern
Mesin tik Woodstock pada tahun 1940-an tanpa adanya tombol angka 1.
Hoefler Text, typeface yang didesain pada 1991 menggunakan text figures. Disini angka 1 dibuat mirip dengan huruf kapital "I", tetapi lebih kecil.
Bentuk karakter untuk angka 1 di dalam rupa huruf modern biasanya dibuat ukuran tinggi dan lebarnya yang sama besarnya dengan huruf kapital. Akan tetapi, ada juga rupa huruf dengan glifnya yang mengikuti ukuran x-height [en], yang didesain mengikuti irama hurur-huruf kecil, seperti .[23] Contoh rupa huruf yang kedua tadi tersebut ialah Hoefler Text [en], yang menggambarkan angka 1 sebagai huruf I dengan ukuran yang lebih kecilː tampilannya adalah serif yang saling sejajar baik di atas maupun di bawah, sembari mempertahankan tinggi ukuran huruf kapital I. Bentuk karakter tersebut malah terlihat seperti sistem bilangan Romawi yang menggunakan huruf tersebut melambangkan angka 1.[24] Banyak mesin tik lainnya yang tidak memberikan tombol untuk angka 1, melainkan menggantikannya dengan huruf kecil l atau huruf kapital I.[25][26][27][28]
Huruf kecil "j" dapat dipandang sebagai variasi swash dari sistem bilangan Romawi "i" berhuruf kecil, dan seringkali digunakan sebagai i terakhir dari sistem bilangan Romawi berhuruf kecil. Beberapa contoh-contoh bersejarah lainnya yang menampilkan huruf j atau J sebagai pengganti sistem bilangan Arab untuk angka 1.[29][30][31][32] Di Jerman, serif di bagian atas dapat diperluas menjadi upstroke yang panjang, yang ukurannya sama seperti garis vertikal. Variasi ini malah menimbulkan kebingungan di berbagai negara sebagaimana menyerupai glif angka 7. Supaya menyajikan perbedaan visual, angka 7 dapat ditambahkan garis stroke mendatar yang melalui garis vertikalnya.[33]
Bidang lain
Berdasarkan bidang sastra, satu merupakan bilangan kardinal yang digunakan untuk mencacah dan mengekpresikan jumlah suatu benda dalam di suatu kumpulan tertentu.[34] Satu juga dapat digunakan untuk awalan bilangan yang menyatakan jumlah sesuatu yang tunggal dan keseluruhan dari sesuatu, yang diawali dengan imbuhan awal kosakata se-, seperti "semalam", "serumpun", dan "sedunia".[35] Beberapa imbuhan lainnya yang menyatakan 1 dalam beberapa bahasa serapan ialah uni- (seperti unifikasi) dalam bahasa Latin, atau mono- (seperti monogami atau monopoli) dalam bahasa Yunani.[36][37]
Dalam teknologi digital, data dinyatakan dengan menggunakan kode biner, yaitu sistem bilangan basis-2 yang terdiri dari barisan digit 1 dan 0. Data-data yang terdigitisasi itu dinyatakan dalam perangkat-perangkat; contohnya adalah perangkat komputer karena mendorong listrik melalui perangkat switch-nya seperti transistor atau gerbang logika, dengan "1" merepresentasikan nilai untuk "menyala". Demikian pula banyak bahasa pemrograman menggunakan 1 untuk menyatakan nilai true.[38][39] Dalam kalkulus lambda dan teori komputablitas, bilangan asli dinyatakan dengan pengodean Church yang dipandang sebagai fungsi; nilai Church untuk 1 dinyatakan dengan fungsi yang diaplikasikan ke suatu argumen sekali saja (1).[40]
Dalam filosofi, 1 juga acapkali dipandang sebagai simbol kesatuan, yang merepresentasikan Tuhan atau alam semesta dalam tradisi monoteisme.[45]Pengikut-pengikut Pythagoras menganggap bilangan harus menjadi plural dan tidak boleh menggolongkan 1 sendiri sebagai suatu angka atau bilangan, melainkan sebagai awal mulanya semua angka atau bilangan. Dalam pemahaman filosofis mereka, yang menganggap bahwa bilangan ganjil menyatakan laki-laki dan bilangan genap menyatakan perempuan, 1 dipandang sebagai sesuatu yang netral karena dapat mengubah bilangan genap menjadi bilangan ganjil, dan sebaliknya, melalui operasi penambahan.[45]Nicomachus dari Gerasa, seorang filosofis Neopythagoreanisme, memiliki karya berjudul Arithmetike eisagoge, yang kemudian diperbaiki oleh Boethius dalam terjemahan bahasa Latin. Di dalam karyanya Nicomachus menyetujui bahwa satu bukanlah sebuah angka atau bilangan, tetapi sebagai sumber bilangan.[46] Dalam pemahaman Plotinus dan beberapa pengikut neoplatonisme, 'Yang Satu' berarti sumber utama sekaligus sumber dari segala keberadaan.[47]Filo dari Alexandria memandang bilangan satu sebagai bilangan Tuhan, dan basis untuk semua angka atau bilangan.[48]
Lihat pula
Wikimedia Commons memiliki media mengenai 1 (number).
^Acharya, Eka Ratna (2018). "Evidences of Hierarchy of Brahmi Numeral System". Journal of the Institute of Engineering. 14: 136–142. doi:10.3126/jie.v14i1.20077.
Emsley, John (2001). Nature's Building Blocks: An A-Z Guide to the Elements (edisi ke-illustrated, reprint). Oxford, UK: Oxford University Press. ISBN0198503415.
Glick, David; Darby, George; Marmodoro, Anna (2020). The Foundation of Reality: Fundamentality, Space, and Time. Oxford University Press. ISBN978-0198831501.
Guastello, Stephen J. (2023). Human Factors Engineering and Ergonomics: A Systems Approach (edisi ke-3rd). CRC press. ISBN978-1000822045.
Huddleston, Rodney D.; Pullum, Geoffrey K. (2002). The Cambridge grammar of the English language. Cambridge, UK ; New York: Cambridge University Press. ISBN978-0-521-43146-0.
Peano, Giuseppe (1889). Arithmetices principia, nova methodo exposita [The principles of arithmetic, presented by a new method]. An excerpt of the treatise where Peano first presented his axioms, and recursively defined arithmetical operations. Turin: Fratres Bocca. hlm. xvi, 1–20. JFM21.0051.02.
Polt, Richard (2015). The Typewriter Revolution: A Typist's Companion for the 21st Century. The Countryman Press. ISBN978-1581575873.
Schubring, Gert (2008). "Processes of Algebraization". Semiotics in Mathematics Education: Epistemology, History, Classroom, and Culture. oleh Radford, Luis; Schubring, Gert; Seeger, Falk. Kaiser, Gabriele, ed. Semiotic Perspectives in the Teaching and Learning of Math Series. 1. Netherlands: Sense Publishers. ISBN978-9087905972.
Stewart, Ian (2024). "Number Symbolism". Brittanica. Diakses tanggal 2024-08-21.