Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Tiwah

Tiwah
Salah satu bentuk "Sandung" dalam upacara Tiwah.

JenisUpacara kematian dalam agama Kaharingan
LokasiKalimantan Tengah :
  • Suku Dayak Ngaju
  • Suku Dayak Siang
  • Suku Dayak Lawangan
  • Suku Dayak Oot Danum
  • (serta sub-suku Dayak Kalimantan Tengah lainnya)

Kalimantan Barat :
  • Suku Dayak Pesaguan
Tahun aktifDulu - Sekarang
PesertaUmat beragama Kaharingan
Anggaran• 50 - 100 juta Rupiah (Tiwah per-satu orang/makam)
• 5 - 10 juta Rupiah per-keluarga (Tiwah massal)
Badan pelindung
  • Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI)
  • Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan (MDA-HK)
  • Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBA-HK)
Tokoh
  • Pisor/Kandong
  • Basir/Basie
  • Mantir
  • Balian

Tiwah, atau Tiwah Lale, dikenal juga magah salumpuk liau uluh matei adalah upacara kematian dalam agama Kaharingan yang dilakukan oleh suku Dayak Ngaju dan juga sub-suku Dayak lainnya di Kalimantan yang masih menganut agama Kaharingan, khususnya di Kalimantan Tengah. Upacara Tiwah diberlakukan kepada orang atau anggota keluarga yang telah lama meninggal dan sudah lama dikubur dengan usia makam bisa 7 - 10 tahun lamanya karena yang diperlukan dalam ritual Tiwah adalah tulang-belulang orang yang telah meninggal. Setelah menunggu untuk waktu yang lama, barulah makam-nya bisa digali, kemudian dilakukan berbagai ritual, dan terakhir tulang-belulang tersebut akan diletakkan ke dalam "Sandung" atau "Pambak".

"Sandung" suku Dayak Pesaguan di Desa Tanjung Maloy, Tumbang Titi, Ketapang, Kalimantan Barat.

Upacara Tiwah sendiri merupakan upacara sakral terbesar dalam agama Kaharingan, sama halnya dengan upacara Dallok, Miya, Ijambe, Wara, dan Kwangkey. Hal ini dikarenakan upacara Tiwah melibatkan sumber daya yang banyak dan waktu yang cukup lama. Upacara ini dilakukan bertujuan untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia menuju tempat yang kekal abadi yaitu Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang, Rundung Raja Dia Kamalesu Uhate, Lewu Tatau Habaras Bulau, Habusung Hintan, Hakarangan Lamiang atau Lewu Liau yang letaknya di langit ke tujuh.[1] Pada tahun 2014, upacara Tiwah telah dimasukan ke dalam penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.[2]

Konsep kematian

Bagi masyarakat Dayak Ngaju yang umumnya memeluk kepercayaan lokal yakni Kaharingan, kematian merupakan hal akhir yang dijalani manusia di bumi, dan juga awal untuk mencapai dunia keabadian yang menjadi tempat asal manusia. Dunia kekal abadi tersebut adalah dunia roh tempat manusia mencapai titik kesempurnaanya. Dalam mitos suku Dayak Ngaju, awalnya manusia tidak mengenal kematian. Hal tersebut dikarenakan kehidupan duniawi adalah sesuatu yang kekal. Namun, suatu ketika manusia berbuat kesalahan dan akhirnya kekekalan hidup duniawinya dicabut oleh dewata. Manusia yang meninggal akan melanjutkan perjalanannya ke dunia para arwah. Manusia yang telah berganti wujud menjadi arwah ini disebut dengan Lio/Liau/Liaw. Liau oleh masyarakat Dayak Ngaju wajib diantar ke dunia arwah yakni alam tertinggi yang disebut Lewu Liaw atau Lewu Tatau. Proses pengantaran ini melalui serangkaian upacara kematian, yakni upacara Tiwah. Liaw sendiri menurut masyarakat Dayak Ngaju terbagi atas tiga jenis yakni:

  1. Salumpuk liaw haring kaharingan, yakni roh rohani dan jasmani,
  2. Salumpuk liaw balawang panjang, yakni roh tubuh/badan,
  3. Salumpuk liaw karahang tulang, yaitu roh tulang belulang.[3]

Penyelenggaran upacara Tiwah bagi masyarakat Dayak Ngaju dianggap sesuatu yang wajib secara moral dan sosial. Pihak keluarga yang ditinggalkan merasa memilki kewajiban untuk mengantar arwah sanak saudara yang meninggal ke dunia roh. Selain itu, dalam kepercayaan Dayak Ngaju, arwah orang yang belum diantar melalui upacara Tiwah akan selalu berada di sekitar lingkungan manusia yang masih hidup. Keberadaan mereka dianggap membawa gangguan berupa munculnya peristiwa gagal panen, penyakit, dan bahaya-bahaya lainnya.[3]

Biaya

Upacara Tiwah dalam masyakat Dayak Ngaju merupakan acara besar yang juga membutuhkan biaya sangat besar. Keluarga atau kelompok masyarakat yang ingin melaksanakan upacara Tiwah harus membuat sejumlah keperluan pendukung dan beberapa hewan kurban. Dalam pelaksanaanya, upacara ini biasanya membutuhkan biaya antara Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.[4] Karena biaya yang besar tersebut, penyelenggaraan upacara Tiwah dapat menjadi simbol sosial seseorang atau keluarga. Semakin meriah dan durasi yang lama, maka status sosial seseorang semakin tinggi. Bagi keluarga yang memiliki kekayaan, upacara Tiwah dapat dilaksanakan secara mandiri yakni hanya dengan keluarganya sendiri dan dilakukan dengan waktu yang relatif lebih cepat misalkan sekitar 7 tahun setelah kematian sanak keluarganya. Sedangkan bagi keluarga yang kekayaannya tidak melimpah, upacara Tiwah dapat dilakukan secara bersama-sama atau gotong royong oleh beberapa keluarga atau bahkan oleh satu desa. Istilah bergotong royong ini dalam bahasa Ngaju dinamakan handep .Biasanya, mereka akan mengumpulkan dana bersama-sama dan kemudian menyelenggarakan upacara Tiwah.[3] Beberapa upacara Tiwah yang melibatkan banyak keluarga tercatat dalam sejumlah tulisan. Pada tahun 1996, antropolog Anne Schiller mencatat upacara Tiwah yang melibatkan 89 kerangka jenazah di wilayah Petah Putih yang terletak di tepi Sungai Katingan.[5] Pada tahun 2002, peneliti Balai Arkeologi Kalimantan Banjarmasin Vida Pervaya Rusianti Kusmantoro mencatat upacara Tiwah yang melibatkan 35 keluarga di desa Pandahara yang juga berada di tepi Sungai Katingan.[6] Pada 1 April 2016 tercatat pula penyelenggaraan upacara Tiwah yang melibatkan 77 kerangka jenazah nenek moyang dari 46 keluarga. Mereka berasal dari beberapa desa di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.[7]

Durasi dan waktu pelaksanaan

Upacara Tiwah umumnya memiliki durasi selama tujuh hingga empat puluh hari. Sebagai upacara sakral terbesar bagi masyarakat Dayak Ngaju, penyelenggaran upacara Tiwah harus berjalan secara sempurna. Penyelenggara harus cermat terhadap segala persiapan dan pelaksanaannya. Bila dalam pelaksanaan upacara Tiwah terjadi kekeliruan atau pelaksanaanya tidak sempurna, maka keluarga yang ditinggalkan dipercaya akan menanggung beban berat seperti rejekinya tidak lancar dan kesehatannya terganggu.[8]

Waktu penyelenggaran upacara Tiwah biasanya dilangsungkan pada saat setelah musim panen padi yakni sekitar bulan Mei, Juni dan Juli. Pemilihan waktu setelah panen dikarenakan pada waktu tersebut orang-orang memilki cadangan pangan yang cukup bagi anggota keluarga yang akan menyelanggarakan upacara Tiwah. Selain itu, masa pascapanen bersamaan dengan masa liburan anak sekolah.[5] Masyarakat dianggap memiliki waktu yang luang dengan tidak menyibukkan diri dalam kegiatan pertanian. Dengan begitu, diharapkan dapat melangsungkan upacara Tiwah tanpa harus terganggu dengan kekurangan pangan, kegiatan bertani dan hal lainnya.[3]

Tahapan Upacara

Secara garis besar, upacara kematian dalam kepercayaan masyarakat Dayak Ngaju dapat dibagi menjadi dua yakni pertama, upacara-upacara yang dilakukan setelah kematian seseorang hingga saat penguburan sementara dan kedua, upacara Tiwah itu sendiri. Kedua upacara tersebut biasanya memiliki jeda. Umumnya jeda ini berlangsung selama satu tahun hingga beberapa tahun. Jeda ini diakibatkan permasalahan biaya upacara Tiwah yang mahal sehingga pihak keluarga menunda pelaksanaannya untuk mengumpulkan dana terlebih dahulu.[3]

Dalam masa jeda atau masa antara upacara kematian setelah meninggal dan penguburan pertama dengan berlangsungnya upacara Tiwah, diadakan sejumlah upacara yang bertujuan memberi makan dan sesaji kepada arwah. Adapun upacara-upacara tersebut adalah[3]

  1. Meniti
  2. Mahanjur
  3. Minih
  4. Manampa raung
  5. Manatun
  6. Memalas
  7. Tantulak matey

Pra Upacara Tiwah

Upacara selanjutnya pasca penguburan sementara adalah upacara Tiwah itu sendiri. Hal pertama yang dilakukan adalah mengumpulan tulang belulang orang yang sudah meninggal. Bagi kelompok masyakarat yang membutuh waktu beberapa tahun untuk melangsungkan upacara Tiwah, jenazah yang sudah habis jasadnya, tinggal diambil saja tulang-tulangnya. Sedangkan bagi keluarga kaya yang melangsungkan upacara Tiwah segera setelah anggota keluarganya meninggal, proses pengambilan tulang sedikit berbeda. Jenazah yang masih memiliki jasad utuh harus dipisahkan dulu tulang belulangnya. Cara memisahkannya adalah dengan mengoyak-ngoyak jasad tersebut hingga daging dan tulang dapat terpisah.[3]

Setelah prosesi di atas, dana untuk melangsungkan upacara Tiwah yang telah terkumpul atau disebut dengan laloh, diberikan kepada pimpinan penyelenggara atau bakas Tiwah. Pimpinan penyelanggara ini bertugas untuk mengkoordinasikan semua kegiatan yang berhubungan dengan upacara Tiwah. Bakas Tiwah nantinya akan dibantu oleh peserta lain yang disebut anak-anak Tiwah.[3]

Salah satu bentuk Sandung.

Adapun tahapan persiapan awal dari upacara Tiwah adalah[3]

  1. Memilih dan menentukan orang yang akan menjadi pemimpin upacara. Para pemimpin ini biasanya terdiri dari tujuh atau sembilan orang. Salah satu dari mereka akan bertindak sebagai pemimpin utama atau Upo. Sisanya akan menjadi anggota yang disebut dengan Basir. Tugas orang-orang ini adalah mengantarkan arwah (Liaw) ke dunia akhirat (Lewu Tetu).
  2. Mempersiapkan peralatan upacara yakni:
    • Balay Tiwah atau Balai Nyahu merupakan rumah kecil yang memiliki ukuran sekitar 9 x 12 meter. Tempat ini terbuat dibangun dari bahan-bahan yang terbuat dari kayu-kayu yang masih utuh (bulat). Digunakan untuk menyimpan gong.
    • Sangkaraya merupakan sejumlah batang bambu yang tersusun rapi dengan ukurang 2-4 meter. Biasanya dijadikan tempat tarian dalam pelaksanaan upacara.[9] Sankaraya didirikan di depan balay Tiwah dan setelah upacara Tiwah selesai akan dipindah ke dekat sandung.
    • Sandong/Sandung merupakan tempat penyimpanan tulang-tulang manusia setelah upacara Tiwah berakhir. Biasanya terbuat dari kayu besi (ulin) yang dapat bertahan hingga 100 tahun. Pada dinding Sandong terdapat ukiran dengan motif tertentu. Sandong memiliki ukuran lebar sekitar 0,5 - 1,5 meter dan tinggi sekitar 0,5 meter.
    • Sapundu merupakan tiang kayu yang dipahat hingga berbentuk patung manusia atau sejenis hewan tertentu seperti kera. Tiang ini memilki tinggi sekitar 1,5 - 3 meter dengan diameter antara 15 – 25 cm. Sapundu berfungsi sebagai tiang untuk mengikat hewan yang akan dikurbankan yakni kerbau. Jumlahnya tergantung jumlah hewan yang dikurbankan.
    • Pantar merupakan tiang yang terbuat dari kayu besi. Tiang ini memiliki tinggi 10 meter dengan diamter sekitar 20- 30 meter. Pada bagian bawah Pantar terdapat ukiran dengan motif tertentu. Sedangkan pada bagian atas terdapat pahatan berbentuk burung enggang (tingang). Di bagian atas juga biasanya akan ditusukkan sebuah belanga/guci atau sebuah gong. Tiang ini dibuat tidak jauh dari sandung yang menandakan selesainya upacara Tiwah.
    • Bara-bara atau hantar bajang yakni sejenis pagar yang terbuat dari bambu dihiasi sejumlah bendera yang mewakili arwah yang akan melaksanakan upacara Tiwah.[9] Bara-bara merupakan pintu gerbang yang letaknya di tepi sungai. Hal ini dikarenakan rumah masyarakat Dayak Ngaju umumnya terletak di tepi sungai. Tiang-tiang yang menjadi pagar tersebut saling terhubung dengan daun-daunan yang disebut dengan daun biru.
    • Pasah pali merupakan rumah-rumahan yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian. Pasah pali memiliki bentuk persegi empat dengan ukuran sekitar 1 x 1 meter. Selain itu, pasah pali dilengkapi dengan beberapa tiang dengan tinggi rata-rata dua meter.
    • Garantung (gong) dan kakandin (kain merah). Gong dalam upacara Twiah tidak hanya berfungsi sebagai alat musik, juga sebagai tempat membawa tulang-tulang. Sedangkan kain merah digunakan sebagai pembungkus tulang belulang sebelum dimasukkan ke dalam sandung.
    • Pemahay merupakan wadah yang digunakan untuk membakar jenazah.
    • Hewan kurban yang biasa disediakan dalam upacara Tiwah adalah ayam, babi, dan kerbau.
Seorang pria Dayak bersama seorang wanita Dayak yang memegang tempayan atau guci yang digunakan untuk menyimpan tulang belulang. Di belakang mereka berdiri Sapundu.

Puncak Upacara Tiwah

Pelaksanaan upacara Tiwah pada memiliki sejumlah perbedaan di masing-masing daerah. Penyebabnya adalah tidak adanya pedoman penyelenggaran yang secara resmi ditulis. Sehingga masing-masing kelompok masyarakat Dayak yang terdiri dari berbagai sub-suku menafsirkannya berbeda-beda. Namun, pada dasarnya pelaksanaan upacara Tiwah memiliki tujuan yang sama yakni mengantarkan arwah ke negeri yang kekal.[8] Adapun pelaksanaan inti dari Upacara Tiwah adalah sebagai berikut

Hari Pertama

Pada hari pertama upacara Tiwah, bangunan berbentuk rumah yang disebut Balai Pangun Jandau mulai dibuat. Dalam proses pembuatannya, terdapat syarat yang harus dipenuhi yakni kurban seekor babi yang disembelih oleh Bakas Tiwah.[8]

Hari Kedua

Pada hari kedua, dilakukan prosesi pembuatan sangkaraya sandung rahung yang diletakkan di depan rumah bakas Tiwah. Bangunan tersebut berfungsi sebagai tempat menyimpan tulang belulang salumpuk liaw. Selanjut, darah babi diambil sebagai syarat untuk melakukan mamalas sangkaraya sandung rahung. Selain itu, pada hari ini berbagai macam alat musik seperti gandang, garatung, kangkanung, katambung, toroi, dan tarai mulai dibunyikan. Sebelumnya, semua alat musik tersebut harus di-palas atau di-saki dengan darah hewan kurban terlebih duhulu.[8]

Hari Ketiga

Pada hari ketiga, hewan kurban seperti sapi atau kerbau akan diikat di sangkaraya. Tiga orang memiliki tugas untuk melakukan mangajan, yakni sejenis tarian sakral. Saat melakukan mengajan akan diiringi dengan tabuhan alat musi dan sorakan kegembiran. Selain itu, dilakukan juga kegiatan melempar beras merah dan beras kuning ke angkasa. Setelah prosesi mangajan selesai, hewan kurban akan dibunuh dan darahnya akan dikumpulkan dalam sebuah wadah bernama sangku. Darah ini akan digunakan untuk menyaki dan memalas semua orang dan peralatan yang digunakan selama upacara Tiwah. Tujuannya adalah membersihkan segala kotoran sehingga menjadi suci.[8]

Hari Keempat

Pada hari keempat, tidak jauh dari Sangkaraya didirikan tiang panjang yang disebut Tihang Mandera. Tiang tersebut menjadi tanda bahwa kampung tersebut tertutup karena sedang berlangsung upacara Tiwah. Penduduk yang belum di-saki atau di-palas, dilarang masuk ke dalam kampung. Pada hari ini, ahli waris arwah atau salumpuk liaw mulai melaksanakan sejumlah pantangan.[8]

Hari Kelima

Pada hari kelima, hewan-hewan yang akan dikurbankan diikat di sapundu. Para tamu yang hadir biasanya akan mengelilingi hewan kurban tersebut. Selain itu, pada hari ini sandung mulai dibangun.[8]

Hari Keenam

Pada hari ini, dilaksanakan puncak upacara Tiwah. Para tamu akan hadir dengan menaiki rakit atau kapal yang berisi sesaji atau persembahan. Kapal tersebut dinamakan lanting laluhan atau kapal laluhan.[8]

Hari Ketujuh

Pada hari ketujuh yang merupakan hari terakhir pelaksanaan inti upacara Tiwah, arwah anggota keluarga atau salumpuk liaw akan melakukan perjalanan menuju Lewu Liaw. Proses ini diawali dengan proses pengurbanan hewan yang diaikat di sapundu dengan cara ditombak. Selanjutnya, ada prosesi tarian kanjan. Terakhir, tulang belulang yang telah dibersihkan akan dibungkus menggunakan kain merah dan dimasukkan ke dalam sandung.[8]

Pengaruh budaya luar

Seiring berkembangnya zaman dan interaksi suku Dayak dengan dunia luar, upacara Tiwah juga mengalami banyak perubahan. Adapun beberapa perubahan dalam upacara Tiwah dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti munculnya negara dan masuknya teknologi baru.

Keberadaan negara bangsa

Pertemuan kepala suku dari seluruh Pulau Kalimantan pada 1894 yang menghasilkan perjanjian Tumbang Anoi.

Hadirnya negara yang kemudian mengadministrasi dan mengatur kehidupan penduduknya melalui peraturan, turut mempengaruhi sejumlah perubahan dalam penyelenggaran upacara Tiwah. Munculnya misionaris Kristen yang juga bersamaan dengan hadirnya negara kolonial Belanda berpengaruh terhadap tradisi kurban upacara Tiwah, upacara Kwangkey, maupun upacara kematian suku Dayak lainnya. Dalam masyarakat Dayak, ketika seorang yang memiliki status sosial tinggi seperti bangasawan meninggal dunia, maka ada kepercayaan bahwa arwahnya perlu ditemani. Dalam mencari teman tersebut, orang Dayak akan melakukan mangayau, yakni sebuah tradisi perburuan kepala manusia yang nantinya akan menjadi kurban dalam upacara Tiwah. Dalam melaksanakan orang Dayak biasanya akan mencari kepala manusia yang berasal dari suku lain. Semakin banyak kepala manusia yang didapat maka akan semakin baik bagi arwah. Dalam kepercayaan suku Dayak, arwah kepala manusia hasil buruan tersebut dipercaya akan menjadi pelayan.[10] Bagi sang pemburu pyang berhasil mendapatkan kepala manusia akan mendapat kenaikan status sosial dalam masyarakat. Jika mangayau gagal dan tidak mendapatkan kepala, maka yang akan menjadi penggantinya adalah para budak. Kepala manusia yang sudah dikumpulkan itu nantinya akan ditanam di bawah sapundu.[3]

Kehadiran Belanda sebagai negara kolonial yang kemudian mengatur kehidupan masyarakat Dayak kemudian melakukan pelarangan terhadap tradisi mengayau. Pada 22 Mei hingga 24 Juli 1894 Belanda mengumpulkan seluruh kepala suku Dayak yang ada di Pulau Kalimantan. Pertemuan ini kemudian melahirkan Perjanjian Tumbang Anoi yang bertujuan untuk mengakhiri rasa saling bermusuhan dan sekaligus mempertegas pemberlakuan larangan mangayau. Selain itu, sistim perbudakan yang ada dalam masyarakat Dayak juga dihapuskan.[10] Dalam upacara Tiwah, kurban kepala manusia akhirnya diganti dengan kurban kepala hewan terutama kerbau.

Selain pelarangan tradisi mengayau, keberadaan negara Indonesia yang hadir pasca kemerdekaan juga turut mempengaruhi berlangsungnya upacara Tiwah. Waktu pelaksanaan upacara Tiwah akan menjadi lama karena menunggu perizinan dari banyak instansi seperti camat, polisi, dan majelis adat. Lama dikeluarkannya izin bahkan bisa mencapai 12 bulan. Penyelenggara upacara Tiwah wajib mengisi sejumlah dokumen dan harus memberikan detil kegiatan yang nantinya akan dilangsungkan.[5]

Teknologi baru

Dalam upacara Tiwah penggunaan kayu berupa kayu besi dan bambu banyak digunakan untuk membuat sejumlah keperluan upacara. Seiring perkembangan zaman dan interaksi orang Dayak dengan masyarakat pendatang, membuat penggunaan kayu untuk keperluan upacara Tiwah sedikit berkurang. Pada tahun 1960-an ketersediaan semen mulai melimpah. Hal ini kemudian berpengaruh terhadap pembuat sandung terutama sandung yang dletakkan di tanah atau sandung munduk.[9] Sandung yang biasanya terbuat dari kayu besi atau kayu ulin, kini semakin banyak yang membuatnya dari semen yang dicampur batu dan pasir. Sandung yang terbuat dari semen memiliki bentuk serupa dengan kubus, polos dan tidak memilki ukiran.[3][11][12][13]

Referensi

  1. ^ Tiwah Diarsipkan 2012-07-23 di Wayback Machine.. Pemkab Gunung Mas. Diakses pada 18 September 2012
  2. ^ "PENETAPAN WARISAN BUDAYA TAKBENDA INDONESIA 2014". Direktorat Jendral Kebudayaan. 2015-01-19. Diakses tanggal 2019-04-09. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k Dyson, L.; Asharini (1981). Tiwah upacara kematian pada masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Jakarta: Proyek Media Kebudayaan Jakarta, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. OCLC 13896021. 
  4. ^ Tarigan, Kurnia. Ika, Aprillia, ed. "Mengenal Ritual Tiwah, Cara Suku Dayak Menghargai Kematian (1)". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-04-09. 
  5. ^ a b c Schiller, A. (2002). How to hold a tiwah: the potency of the dead and deathways among Ngaju Dayaks. The Potent Dead: Ancestors, Saints, and Heroes in Contemporary Indonesia, 17-31.
  6. ^ Kusmartono, V. P. R. (2007). Tiwah: The Art of Death in Southern Kalimantan. Naditira Widya, 1(1), 206-213. doi:https://doi.org/10.24832/nw.v1i1.344
  7. ^ Asdhiana, I Made (ed.). "Tiwah, Rukun Kematian Penuh Kebahagiaan". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-04-09. 
  8. ^ a b c d e f g h i tutupkuncoro (2018-02-15). "Upacara Tiwah yang merupakan upacara sakral terbesar di kalangan pemeluk Kaharingan". Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-04-09. 
  9. ^ a b c Schiller, Anne (Anne Louise) (1997). Small sacrifices : religious change and cultural identity among the Ngaju of Indonesia. New York: Oxford University Press. ISBN 0585238235. OCLC 45727329. 
  10. ^ a b edu (2018-04-10). "Sejarah Rapat Damai Suku Dayak di Tumbang Anoi Tahun 1894". MULTI MEDIA CENTER. Diakses tanggal 2019-04-11. 
  11. ^ Harysakti, A., & Mulyadi, L. (2017). Penelusuran Genius Loci Pada Permukiman Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Diarsipkan 2019-04-01 di Wayback Machine. Jurnal Spectra, 12(24), 72-86.
  12. ^ Tarigan, Kurnia. Ika, Aprillia, ed. "Mengenal Ritual Tiwah, Cara Suku Dayak Menghargai Kematian (2)". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-04-09. 
  13. ^ Schiller, Anne L. (1993-01-01). "Journalistic Imputation and Ritual Decapitation: Human Sacrifice and Media Controversy in Central Kalimantan". Asian Journal of Social Science. 21 (2): 97–110. doi:10.1163/030382493x00134. ISSN 1568-4849. 
Baca informasi lainnya:

Hotel in Miami Beach, Florida This article uses bare URLs, which are uninformative and vulnerable to link rot. Please consider converting them to full citations to ensure the article remains verifiable and maintains a consistent citation style. Several templates and tools are available to assist in formatting, such as reFill (documentation) and Citation bot (documentation). (August 2022) (Learn how and when to remove this template message) United States historic placeFontainebleau Miami BeachU.S…

Смена империи Суй империей Тан (кит. упр. 隋末唐初, 613—628) — период китайской истории, в котором империя Суй распалась на ряд мелких короткоживущих государств, после чего страна была объединена вновь в качестве империи Тан. Содержание 1 Когурёско-суйские войны 2 Распад импе

Artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Tolong bantu perbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber dapat dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu.Cari sumber: Itiak lado mudo – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR Sepiring Itiak Lado Mudo Itiak Lado Mudo merupakan masakan olahan daging itiak (bebek) dan bumbu-bumbu khusus serta dicampur dengan lado m…

Russian multiple thermobaric rocket launcher For the wheeled Russian multiple rocket launcher, see TOS-2. ТОС-1TOS-1 Buratino/TOS-1A SolntsepyokObject 634/634B/MO.1.01.00 TOS-1A Solntsepyok during the Army-2020 exhibitionTypeMultiple rocket launcherPlace of originSoviet UnionService historyIn service1988–presentUsed bySoviet Union (historically), Russia, Azerbaijan, Armenia, Algeria, Syria, Iraq, Ukraine(captured from Russia)WarsSoviet–Afghan WarNagorno-Karabakh confli…

ريو لوسيو   الإحداثيات 36°11′30″N 105°43′08″W / 36.1917°N 105.719°W / 36.1917; -105.719  [1] تقسيم إداري  البلد الولايات المتحدة[2]  التقسيم الأعلى مقاطعة تاوس  خصائص جغرافية  المساحة 2.723504 كيلومتر مربع2.723501 كيلومتر مربع (1 أبريل 2010)  ارتفاع 2210 متر  عدد السكان &#…

Cet article est une ébauche concernant l’Allemagne. Vous pouvez partager vos connaissances en l’améliorant (comment ?) selon les recommandations des projets correspondants. Chronologie de l’Allemagne ◄◄ 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Chronologies Données clés 2005 2006 2007  2008  2009 2010 2011Décennies :1970 1980 1990  2000  2010 2020 2030Siècles :XIXe XXe  XXIe  XXIIe XXIIIeMillénaires :Ier IIe  IIIe  C…

Перхтольдсдорфнім. Perchtoldsdorf герб Ринкова площаРинкова площа Основні дані Координати: 48°07′00″ пн. ш. 16°16′00″ сх. д. / 48.11667° пн. ш. 16.26667° сх. д. / 48.11667; 16.26667 Країна АвстріяРегіон Нижня Австрія Межує з — сусідні нас. пункти Лізінг, Брун-ам-Гебірг…

التخلف عن التسديد في التمويل هو عدم اتباع الالتزامات القانونية (الشروط) الخاصة بقرض ما، على سبيل المثال عندما لا يوفي مُشتري البيت قسط الرهن العقاري أو عندما لا تسدّد الحكومة أو الشركة المساهمة سنداً مالياً بعد تجاوزه تاريخ الاستحقاق. الإفلاس السيادي أو الوطني هو عدم دفع ال

خاض الجيش البريطاني خلال الحرب العالمية الأولى الحرب الأكبر والأكثر كلفة في تاريخه الطويل. على عكس الجيوش الفرنسية والألمانية، تكوّن الجيش البريطاني حصريًا من متطوعين -عكس المجندين- في بداية النزاع. علاوةً على ذلك، كان الجيش البريطاني أصغر بكثير من نظيريه الفرنسي والألمان

名侦探柯南:第14號獵物名探偵コナン 14番目の標的基本资料导演兒玉兼嗣编剧古內一成原著青山剛昌主演高山南山口胜平神谷明山崎和佳奈松井菜櫻子緒方賢一茶風林中尾隆聖配乐大野克夫片尾曲ZARD《彷彿回到少女時代》制片商TMS娱乐「名偵探柯南」製作委員會片长99分鐘产地 日本语言日语上映及发行上映日期 1998年4月18日 1998年7月7日发行商 东宝 普威爾國際票房18.5億日圓

Ki-20 Bombardero pesado Mitsubishi Ki-20 en la Base Aérea de Hamamatsu. Tipo Bombardero pesadoFabricante MitsubishiDiseñado por Ernst ZindelPrimer vuelo 15 de agosto de 1930Usuario principal Servicio Aéreo del Ejército Imperial JaponésProducción 1931-1935N.º construidos 6Desarrollo del Junkers G 38[editar datos en Wikidata] El Mitsubishi Ki-20, designado Bombardero pesado del Ejército Tipo 92, era una variante del avión comercial alemán Junkers G 38. Mitsubishi fabricó seis …

Japanese light novel series Tatakau ShishoCover of Tatakau Shisho volume 1 as published by Shueisha戦う司書GenreAdventure, fantasy[1] Light novelWritten byIshio YamagataIllustrated byShigeki MaeshimaPublished byShueishaImprintSuper Dash BunkoDemographicMaleOriginal runSeptember 22, 2005 – January 22, 2010Volumes10 MangaTatakau Shisho to Koisuru BakudanWritten byKokonotsu ShinoharaPublished byShueishaMagazineUltra Jump EggDemographicSeinenOriginal runMarch 1…

For other ships with the same name, see HMS Dainty. Scale model of an English galleon History England NameRepentance BuilderBuilt in the River Thames[2] Laid down1588 Launched1588 RenamedDainty (1589)[1] CapturedBy the Spaniards on 2 July 1594 in the San Mateo Bay action Spain NameNuestra Señora de la Visitación (usually also called Visitación) Acquired2 July 1594 In service1594–1619 Nickname(s)La Inglesa FateSold (fate unknown) General characteristics Class and typeRace-bui…

プリキュアシリーズ > プリキュアオールスターズ > 映画 プリキュアオールスターズDX みんなともだちっ☆奇跡の全員大集合! 映画 プリキュアオールスターズDX みんなともだちっ☆奇跡の全員大集合! 映画の舞台となった横浜みなとみらい21監督 大塚隆史脚本 村山功出演者 沖佳苗喜多村英梨中川亜紀子三瓶由布子樹元オリエ本名陽子音楽 佐藤直紀、高梨康冶制…

アレクシン(ロシア語: Але́ксин;Aleksin)はロシアのトゥーラ州にある都市。人口は6万0842人(2021年)[1]。モスクワの130km南、州都トゥーラの71km北西に位置する。オカ川に面している。 アレクシンが記録に初出するのは、モスクワ総主教ニーコンの年代記の1348年の条においてである。森に囲まれたアレクシンはモスクワの南方を遊牧民などから守る要塞で、…

Philippine television series HaplosTitle cardAlso known asAngelaGenreHorror dramaCreated byAloy AdlawanWritten by Lobert Villela Jake Somera Tina Samson-Velasco Dang Sulit-Marino Directed byGil Tejada Jr.Creative directorRoy C. IglesiasStarring Sanya Lopez Thea Tolentino Pancho Magno Rocco Nacino Theme music composerCecille G. BorjaOpening themeHaplos by Aicelle SantosCountry of originPhilippinesOriginal languageTagalogNo. of episodes164 (list of episodes)ProductionExecutive producerReylie Manal…

Family of birds For other uses, see Toucan (disambiguation). ToucanTemporal range: 2–0 Ma PreꞒ Ꞓ O S D C P T J K Pg N ↓ Early Pleistocene – recent Clockwise from top-left: Toco toucan (Ramphastos toco), Plate-billed mountain toucan (Andigena laminirostris), Chestnut-eared aracari (Pteroglossus castanotis), White-throated toucanet (Aulacorhynchus albivitta) Scientific classification Domain: Eukaryota Kingdom: Animalia Phylum: Chordata Class: Aves Order: Piciformes Suborder: Pic…

Alatskivi Gemeente in Estland Situering Provincie Tartumaa Coördinaten 58° 38′ NB, 27° 10′ OL Algemeen Oppervlakte 128,36 vierkante kilometer[1] Inwoners (1 januari 2017) 1.263[2] (10 inw./km²) Foto's Het kasteel van Alatskivi Portaal    Baltische staten Alatskivi (Estisch: Alatskivi vald) is een voormalige gemeente in het noordoosten van de Estlandse provincie Tartumaa. De gemeente telde 1263 inwoners op 1 januari 2017 en had een oppervlakte v…

1953 film by Irving Rapper Forever FemaleTheatrical release posterDirected byIrving RapperWritten byJulius J. EpsteinPhilip EpsteinBased onRosalindby J. M. BarrieProduced byPat DugganStarringGinger RogersWilliam HoldenPaul DouglasCinematographyHarry StradlingEdited byArchie MarshekMusic byVictor YoungDistributed byParamount PicturesRelease dateJanuary 1954Running time93 minutesCountryUnited StatesLanguageEnglish Forever Female is a 1953 black and white film directed by Irving Rapper. It stars Gi…

Portrait picture of Salim Ali Salam Salim Ali Salam (Arabic: سليم علي سلام, Turkish: Selim Ali Selam, also known as Abu Ali Salam; 1868–1938) was a prominent figure in Beirut at the turn of the 20th century who held numerous public positions, including deputy from Beirut to the Ottoman Parliament, President of the Municipality of Beirut, and President of the Muslim Society of Benevolent Intentions (al-Makassed). He was the leader of the Beirut Reform Movement, which called for the d…

Kembali kehalaman sebelumnya

Lokasi Pengunjung: 18.223.122.86