Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari State Shinto di en.wikipedia.org. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan.
(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel)
Shintō negara (国家神道 atau 國家神道code: ja is deprecated , Kokka Shintō) mendeskripsikan penerapan ideologi Shinto sebagai tradisi rakyat asli dalam kehidupan bernegara Kekaisaran Jepang.[1]:547 Negara sangat mendorong praktik-praktik Shinto untuk menjadikan Kaisar sebagai sosok ilahi,[2]:8 yang memegang kontrol keuangan kuil dan rezim terlatih untuk para pendeta.[3][4]:59[5]:120
Ideologi Shinto negara timbul pada permulaan era Meiji, setelah para pejabat pemerintah menolak kebebasan beragama dalam Konstitusi Meiji.[6]:115 Para cendekiawan kekaisaran meyakini bahwa Shinto merefleksikan fakta sejarah dari asal usul keilahian Kaisar ketimbang keyakinan agama, dan berpendapat bahwa ini harus meraih hubungan yang diutamakan dengan negara Jepang.[2]:8[4]:59 Pemerintah berpendapat bahwa Shinto adalah sebuah tradisi moral non-relijius dan praktik patriotik.[4]:59[5]:120 Meskipun upaya-upaya era Meiji awal untuk menyatukan Shinto dan negara mengalami kegagalan,[6]:51 konsep non-relijius dari ideologi Shinto dimasukkan ke dalam birokrasi negara.[7]:547[8] Kuil-kuil didefinisikan sebagai patriotik, bukan agama, institusi yang memegang keperluan negara seperti menghormati korban tewas pada masa perang.[6]:91
Negara tersebut juga mengintegrasikan kuil-kuil lokal ke dalam fungsi politik, terkadang menimbulkan penentangan dan penarikan lokal.[5]:120 Dengan sedikit kuil yang didanai oleh negara, nyaris 80.000 kuil ditutup atau digabung dengan wilayah tetangga.[6]:98[7]:118 Beberapa kuil dan organisasi kuil mulai secara sendiri-sendiri mendorong pengarahan negara, tanpa pendanaan.[7]:114 Pada 1940, para pendeta Shinto mengalami penganiayaan karena menampilkan upacara keagamaan Shinto tradisional.[6]:25[9]:699 Kekaisaran Jepang tak menggambarkan perbedaan antara ideologi Shinto dan Shinto tradisional.[7]:100
Para pemimpin militer AS memperkenalkan istilah "Shinto negara" untuk membedakan ideologi negara tersebut dari praktik-praktik Shinto tradisional[2]:38 dalam Pengarahan Shinto tahun 1945.[2]:38 Dekrit tersebut menganggap Shinto sebagai agama, dan melarang pemakaian ideologi lebih lanjut dari Shinto oleh negara.[9]:703 Kontroversi masih terjadi mengenai pemakaian simbol-simbol Shinto dalam fungsi-fungsi negara.[3]:428[9]:706[10]
Asal usul istilah
Shinto adalah perpaduan praktik foklor Jepang asli, kebiasaan istana, dan pemujaan roh yang bermula dari setidaknya 600 Masehi.[7]:99 Keyakinan tersebut disatukan sebagai "Shinto" pada era Meiji (1868-1912),[6]:4[11] meskipun Kronik Jepang (日本書紀code: ja is deprecated , Nihon Shoki) mula-mula menyebut istilah tersebut pada abad kedelapan. Shinto tak memiliki doktrin atau pendiri, namun tergambar dari serangkaian mitos penciptaan yang dikisahkan dalam kitab-kitab seperti Kojiki.[12]:9
"Pengarahan Shinto" tahun 1945 dari Markas Besar Umum Amerika Serikat memperkenalkan sebutan "Shinto negara" saat mereka mulai memerintah Jepang setelah perang dunia kedua. Pengarahan Shinto, (nama resmi "Peniadaan Pensponsoran, Dukungan, Perpetuasi, Kontrol dan Desminasi Shinto negara") mendefinisikan Shinto negara sebagai "cabang Shinto (Kokka Shinto atau Jinja Shinto) yang, menurut undang-undang resmi pemerintah Jepang, dibedakan dari agama Sekte Shinto (Shuha Shinto atau Kyoha Shinto) dan diklasifikasikan menjadi kultus nasional non-relijius."[2]:41–42
Istilah "Shinto negara" kemudian dipakai untuk mengkategorisasikan dan meniadakan praktik-praktik Kekaisaran Jepang yang berkaitan dengan Shinto untuk mendukung ideologi nasionalistik.[6]:133[7]:97 Dengan menolak untuk melarang praktik-praktik Shinto sekaligus, konstitusi pasca-perang Jepang kemudian dapat memberikan Kebebasan Beragama penuh.[6]:133
Definisi
Definisi Shinto negara mengharuskan pembedaan dari istilah "Shinto," yang merupakan satu aspek dari serangkaian simbol nasionalis yang terintegrasi dalam ideologi Shinto negara.[1]:547[13] Meskipun beberapa cendekiawan seperti Woodard dan Holtom,[13][14] dan Pengarahan Shinto itu sendiri memakai istilah "Kuil Shinto" dan "Shinto negara" secara bergantian, kebanyakan cendekiawan kontemporer memakai istilah "Kuil Shinto" untuk merujuk kepada mayoritas kuil Shinto yang berada di luar pengaruh Shinto negara, meninggalkan "Shinto negara" untuk merujuk kepada kuil dan praktik yang ditujukan untuk merefleksikan ideologi negara.[1]:547
Penafsiran
Secara umum, Shinto negara merujuk kepada pemakaian praktik Shinto yang terinkorporasi dalam ideologi nasional pada zaman Meiji yang bermula pada 1868.[7]:100 Ini sering kali dideskripsikan sebagai ideologi atau praktik yang terinspirasi Shinto dan didukung negara yang bertujuan untuk menginspirasi integrasi, persatuan, dan loyalitas nasional.[9]:700 Shinto negara juga dimengerti untuk merujuk kepada ritual dan ideologi negara dari pemujaan kaisar, yang tak menjadi tujuan tradisional dari Shinto[9]:699 — dari 124 kaisar Jepang, hanya 20 yang memiliki kuil terdedikasi.[12]:80
"Shinto negara" bukanlah perancangan resmi untuk praktik atau keyakinan apapun di Kekaisaran Jepang pada masa tersebut. Sebagai gantinya, ini berkembang pada akhir perang untuk mendeskripsikan perpaduan dukungan negara untuk kegiatan kuil non-relijius dan dukungan ideologi untuk kebijakan Kokutai dalam pendidikan, yang meliputi pelatihan seluruh pendeta kuil.[7]:100 Ini mengijinkan bentuk Shinto relijius tradisional untuk merefleksikan posisi Shinto negara tanpa kontrol langsung dari negara.[7]:100 Kepastian apakah pemujaan Kaisar didukung oleh masyarakat masih belum jelas, meskipun para cendekiawan seperti Ashizu Uzuhiko, Sakamoto Koremaru, dan Nitta Hitoshi berpendapat bahwa pendanaan dan kontrol kuil-kuil oleh pemerintah tak pernah mendorong untuk membenarkan sebuah klaim untuk keberadaan Shinto negara.[5]:118[7] Keberadaan dukungan masyarakat untuk tindakan-tindakan yang dikategorisasikan sebagai "Shinto negara" adalah bahan perdebatan.[7]:94
Beberapa otoritas Shinto kontemporer menolak konsep Shinto negara, dan berniat untuk merestorasi unsur-unsur dari praktik tersebut, seperti menamakan periode-periode waktu berdasarkan pada Kaisar.[2]:119 Pandangan tersebut sering kali memandang "Shinto negara" secara murni sebagai penemuan "Pengarahan Shinto" dari Amerika Serikat.[5]:119
Shinto sebagai ideologi politik
Dalam esensi Barat-nya, praktik "keagamaan" belum diketahui di Jepang sebelum restorasi Meiji.[15] "Agama" diartikan menjadi serangkaian kepercayaan tentang iman dan kehidupan setelah kematian, selain juga sangat diasosiasikan dengan kekuatan Barat.[4]:55–56 Restorasi Meiji menjadikan kembali Kaisar, seorang figur "keagamaan", sebagai kepala negara Jepang.[2]:8
Kebebasan beragama awalnya merupakan tanggapan untuk tuntutan-tuntutan pemerintah Barat.[6]:115 Jepang mengijinkan para misionaris Kristen di bawah tekanan dari pemerintah-pemerintah Barat, meskipun memandang Kristen sebagai ancaman asing.[4]:61–62 Negara tersebut berniat untuk mendirikan penafsiran suprarelijius dari Shinto yang menginkorporasikan dan mempromosikan garis keilahian Kaisar.[2]:8[4]:59 Dengan menjadikan Shinto sebagai bentuk unik dari praktik budaya "suprarelijius", ini akan terhindari dari hukum-hukum Meiji yang melindungi kebebasan beragama.[5]:120[6]:117
Ideologi "Shinto negara" menganggap Shinto sebagai suatu hal yang tak sekadar agama, "sebuah penyatuan pemerintah dan ajaran ... [yang] bukanlah sebuah agama."[6]:66 Alih-alih praktik agama, Shinto dimengerti sebagai bentuk pendidikan, yang "terdiri dari tradisi-tradisi wangsa kekaisaran, bermula pada zaman para dewa dan berlanjut sepanjang sejarah."[6]:66
Para cendekiawan seperti Sakamoto Koremaru, berpendapat bahwa sistem "Shinto negara" hanya berdiri antara 1900 dan 1945, selaras dengan pembentukan negara dari Biro Kuil-kuil. Biro tersebut membedakan Shinto dari agama-agama yang diurus oleh Biro Kuil dan Biara, yang menjadi Biro Agama.[7]:547 Dipisahkan melalui birokrasi negara tersebut, Shinto dibedakan dari kuil-kuil Buddha dan gereja-gereja Kristen, yang dirumuskan sebagai agama. Ini menandai permulaan penyebutan resmi negara terhadap kuil-kuil Shinto sebagai "suprarelijius" atau "non-relijius".[7]:547[8]
Shinto negara tak dianggap sebagai "agama negara" pada era Meiji.[16][17] Sebagai gantinya, Shinto negara dianggap merupakan penunjangan Shinto tradisional melalui dukungan keuangan negara untuk kuil-kuil yang bersekutu dalam hal ideologi.[5]:118[9]:700
Implementasi ideologi Shinto
Melalui inisiatif pendidikan dan hubungan keuangan khusus untuk kuil-kuil baru, Kekaisaran Jepang mendorong kemajuan praktik Shinto sebagai tradisi moral patriotik.[5]:120 Dari awal era Meiji, asal usul keilahian dari Kaisar adalah posisi resmi dari negara tersebut, dan diajarkan di ruang-ruang kelas tak sebagai mitos, namun sebagai fakta sejarah.[4]:64[5]:122 Para pendeta Shinto diundang untuk mengajar di sekolah-sekolah negeri, dan menanamkan ajaran tersebut, bersama dengan penghormatan untuk Kaisar dan kunjungan kelas dasar ke kuil-kuil.[5]:120 Para praktisioner Shinto negara juga mendorong aspek ritual sebagai praktik sipil nasional yang bukanlah panggilan eksplisit terhadap iman untuk berpartisipasi.[4]:59
Dengan menyeimbangkan pemahaman "suprarelijius" dari Shinto sebagai sumber keilahian untuk Jepang dan Kaisar, negara dapat mengadakan partisipasi dalam ritual-ritual untuk subyek-subyek Jepang sesambil mengklaim penghormatan mereka terhadap kebebasan beragama.[5]:120 Sehingga, negara dapat menempatkan tempatnya dalam masyarakat sipil tidak dalam cara keagamaan. Ini meliputi mengajarkan pendirian ideologinya terhadap Shinto di sekolah-sekolah negeri,[3] termasuk resitasi seremonial kepada Kaisar dan ritus-ritus yang melibatkan potret-potret Kaisar.[5]:120
Pada 1926, pemerintah membentuk Shūkyō Seido Chōsakai(宗教制度調査会, Komite Penyelidikan Sistem Keagamaan) dan kemudian Jinja Seido Chōsakai(神社制度調査会, Komite Penyelidikan Sistem Kuil), yang mekin mendirikan ideologi "Shintogaku" suprarelijius.[15]:147
Untuk melindungi sifat non-relijius tersebut, praktik-praktik yang tak sejalan dengan fungsi-fungsi negara makin ditekan. Ini meliputi kotbah di kuil dan mengadakan pemakaman. Pemakaian gerbang torii sinbolik dibatasi pada kuil-kuil yang didukung negara.[18] Saat ritual-ritual keagamaan tanpa fungsi-fungsi negara dibatasi, para praktisioner mengadakannya secara diam-diam dan kemudian ditangkap.[19]:16 Gerakan-gerakan Shinto alternatif, seperti Omotokyo, berakhir dengan penahanan pada pendetanya pada 1921.[6]:24 Status pemisahan kuil-kuil "Shinto negara" berubah pada 1931; dari masa itu, kuil-kuil didorong untuk berfokus pada keilahian Kaisar Hirohito atau para pendeta kuil dapat menghadapi penindasan.[6]:25[9]:699
Beberapa intelektual pada masa itu, seperti Yanagita Kunio, menjadi kritikus argumen Kekaisaran Jepang pada masa itu yang menyatakan bahwa Shinto bukanlah agama.[19]:15 Pada 1936, Badan Propaganda Gereja Katolik sepakat dengan definisi negara tersebut, dan mengumumkan bahwa kunjungan ke kuil-kuil "murni hanyalah bersifat sipil".[20]
Meskipun peminatan ideologi pemerintah terhadap Shinto sangat besar, terdapat perdebatan tentang bagaimana kontrol pemerintah atas kuil-kuil lokal, dan seberapa lamanya.[7] Keuangan kuil tidaklah murni dukungan negara.[7]:114[8] Para pendeta Shinto, bahkan saat didukung negara, berusaha menghindari kotbah tentang materi-materi ideologi sampai pendirian badan Kuil Masa Perang pada 1940.
Pada 1906, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membatasi dukungan finansialnya menjadi satu kuil per desa.[6]:98 Kuil-kuil yang didukung negara mengikuti paduan spesifik tersebut dan mendorong kuil-kuil yang tak didanai untuk menjadi mitra dari kuil yang lebih besar. Akibat inisiatif untuk mengkonsolidasikan keyakinan Shinto dalam praktik yang disepakati negara, 200.000 kuil di Jepang berkurang menjadi 120.000 pada 1914,[7]:118 mengkonsolidasikan kontrol terhadap kuil-kuil selaras dengan penafsiran negara terhadap Shinto.[6]:98
Pada 1910, para angkatan sekolah-sekolah Shinto milik negara, seperti Universitas Kokugakuin dan Universitas Kougakkan, secara implisit diijinkan untuk menjadi guru sekolah negeri.[6]:23 Jumlah pendeta yang terlatih lebih baik yang lebih besar dengan pendidikan di sekolah yang didukung negara, dipadukan dengan kebangkitan jiwa patriotik, diyakini menanamkan sebuah lingkungan dimana akar-akar rumput penyembahan Kaisar menjadi memungkinkan, bahkan tanpa dukungan finansial untuk kuil-kuil lokal.[6]:113[7]
Pada 1913, aturan resmi untuk pendeta kuil — Kankokuheisha ika jinja shinshoku hömu kisoku (官国幣社以下神社神 職奉務規則code: ja is deprecated ) — secara spesifik menyerukan "tugas untuk mengamati perayaan yang sejalan dengan ritual negara."[7]:114 Beberapa kuil mengadopsi praktik negara Shinto secara independen dari dukungan keuangan dari pemerintah.[7]:114[8] Beberapa Asosiasi Kuil mengadvokasikan dukungan terhadap pengarahan "Shinto negara" secara independen, yang meliputi Organisasi Kepengurusan Kuil, Organisasi Kolaborasi Pendeta Kuil, dan Organisasi Pelatihan Pendeta Kuil.[7]:114
Pada 1940, negara membuat badan kuil masa perang, yang memperluas kontrol atas kuil-kuil negara dan meluaskan peran negara. Sampai masa tersebut, para pendeta individual telah dibatasi dalam peran-peran politik mereka, ditempatkan pada ritual tertentu dan kuil tak dijaga, dan jarang mendorong pemujaan Kaisar, atau aspek ideologi negara lain, secara independen.[7]:97[8] Tak ada pendeta kuil, atau anggota badan Kuil Masa Perang, yang sebelumnya masuk jawatan negeri, yang beberapa cendekiawan seperti Sakamoto nyatakan adalah bukti pemakaian Shinto dari negara menuju akhirannya sendiri, alih-alih upaya pendeta Shinto untuk meraih kekuasaan politik.[7]:97[8]
Asal usul ideologi
Cendekiawan Katsurajima Nobuhiro menyatakan bahwa wadah "suprarelijius" pada praktik-praktik Shinto negara tergambar pada kegagalan sebelumnya dari negara tersebut untuk mengkonsolidasikan Shinto relijius untuk keperluan negara.[21]:126[22]
Kokugaku ("Pemahaman Nasional") adalah upaya awal untuk mengembangkan penafsiran ideologi dari Shinto, beberapa diantaranya kemudian membentuk dasar ideolofi "Shinto negara".[6]:66 Kokugaku adalah sebuah filsafat pendidikan zaman Edo yang mendorong bentuk "murni" dari Shinto Jepang, melucuti pengaruh-pengaruh asing — terutama Buddha.[6]:28
Pada era Meiji, cendekiawan Hirata Atsutane mengadvokasikan pengembalian "Pemahaman Nasional" sebagai cara untuk menyingkirkan pengaruh agama Buddha dan menghimpun bentuk nativis dari Shinto.[6]:16 Dari 1870 sampai 1884, Atsutane, bersama dengan para pendeta dan cendekiawan, memimpin "Kampanye Promulgasi Besar" yang megadvokasikan perpaduan nasionalisme dan Shinto melalui pemujaan Kaisar. Tak ada tradisi sebelumnya dari penyikapan absolut terhadap Kaisar dalam Shinto.[5]:119 Inisiatif tersebut gagal untuk meraih dukungan masyarakat,[5]:119[6]:42 dan para intelektual mencemooh gagasan tersebut.[6]:51 Pengarang Fukuzawa Yukichi mencemooh kampanye tersebut pada waktu itu sebagai "gerakan insignifikan."[5]:119
Meskipun gagal, penafsiran nativis Atsutane terhadap Shinto mendorong cendekiawan pada masa berikutnya, Okuni Takamasa. Takamasa mengadvokasikan kontrol dan standardisasi praktik Shinto melalui "Departemen Keilahian" pemerintah.[6]:18 Para penggiat mendorong para pemimpin untuk mengkonsolidasikan keberagaman, melokalisasikan praktik Shinto dalam praktik nasional terstandardisasi, yang mereka anggap akan menyatukan Jepang dalam dukungan Kaisar.[6]:17
Negara menanggapinya dengan mendirikan Departemen Keilahian ("jingikan") pada 1869.[6]:17[7]:112 Birokrasi pemerintahan tersebut mendorong pemisahan roh-roh Kami dari unsur-unsur Buddha, dan mencantumkan garis ilahi Kaisar dari Dewi Matahari, Amaterasu.[7]:112 Tindakan tersebut mendorong balasan terhadap apa yang telah menjadi perpaduan praktik-praktik Buddha dan Shinto di Jepang.[4]:59 Departemen tersebut mengalami kegagalan, dan diturunkan menjadi Kementerian.[7]:113 Pada 1872, kebijakan untuk kuil-kuil dan agama lain diambil alih oleh Kementerian Pendidikan.[7]:113 Kementerian tersebut berniat untuk menstandardisasi ritual-ritual di seluruh kuil, dan mengalami sedikit kesuksesan, namun berbanding jauh dari tujuan aslinya.[7]:113
Pengajaran Nasional
Dalam seruan untuk pengembalian Departemen Keilahian pada 1874, sekelompok pendeta Shinto mengeluarkan pernyatana kolektif yang menyerukan bahwa Shinto adalah "Pengajaran Nasional." Pernyataan tersebut mengadvokasikan bahwa pemahaman Shinto berbeda dari agama. Mereka berpendapat, Shinto adalah penyajian tradisi wangsa Kekaisaran dan sehingga mewakili bentuk termurni dari ritus-ritus kenegaraan Jepang.[6]:66 Para cendekiawan tersebut menulis,
Pengajaran Nasional mengajarkan kode-kode pemerintah nasional kepada masyarakat tanpa kesalahan. Jepang disebut tanah ilahi karena ini diatur oleh para keturunan dewa surgawi, yang mengkonsolidasikan karya para dewa. Cara konsolidasi semacam itu dan aturan oleh para keturunan ilahi disebut Shinto.
— Ditandatangani oleh sejumlah pemimpin Shinto, 1874, Bahan sumber[5]:122
Para penandatangan pernyataan tersebut meliputi para pemimpin, praktisioner dan cendekiawan Shinto seperti Tanaka Yoritsune, kepala pendeta kuil Ise; Motoori Toyokai, kepala kuil Kanda; dan Hirayama Seisai, kepala kuil tutelar besar di Tokyo.[6]:68–69 Meskipun demikian, konsep Shinto sebagai "Pengajaran Nasional" gagal meraih penerimaan paling populer dari Shinto.[6]:73
Kampanye Promulgasi Besar
Biro Urusan Shinto berniat untuk menstandardisasi pelatihan pendeta pada 1875.[4]:58[7] Ini membentuk sebuah divisi antara para aktor negara dan pendeta lokal, yang tak sepakat atas isi dari pelatihan terstandardisasi. Debat timbul terkait Kami atau roh yang dimasukkan dalam ritual-ritual—terutama, apakah kami negara harus dilibatkan.[7] Debat tersebut menandai kebangkitan sekte Ise, yang membuka keperadaan negara yang lebih kuat dalam Shinto, dan sekte Izumo, yang tidak demikian.[4]:58[7] Sekte Izumo mengadvokasikan pengakuan dewa Ōkuninushi disetarakan dengan Amaterasu, yang memiliki konsekuensi teologi untuk pemujaan kaisar. Perdebatan tersebut, "debat perkuilan," menimbulkan ancaman ideologi serius pada pemerintahan era Meiji.[4]:58
Hasil dari debat perkuilan adalah bahwa Kementerian Dalam Negeri berkonsentrasi pada pembedaan "agama" dan "doktrin", menyatakan bahwa "ritual-ritual Shinto (shinsai) dipegang oleh negara sementara doktrin-doktrin agama (kyōhō) dipegang oleh para individual dan keluarga."[4]:59 Disamping pemikiran tersebut, ritual-ritual Shinto menjadi tanggung jawab sipil yang seluruh subyek Jepang ditarik untuk ikut serta, sementara Shinto "relijius" menjadi materi kepercayaan personal dan subyek kebebasan beragama.[4]:59 Perdebatan tersebut menandai kegagalan awal dalam perancangan praktik Shinto nasional yang bersatu, dan berujung pada penurunan tajam dalam pemberian negara kepada kuil-kuil Shinto dan pelantikan para pendeta Shinto dalam jabatan-jabatan pemerintahan.[6]:98 Kementerian Urusan Dalam Negeri memegang tanggung jawab untuk kuil-kuil pada 1877, dan mulai memisahkan praktik-praktik keagamaan Shinto dari indoktrinasi.[4]:59 Pada 1887, Kementerian menghentikan dukungan finansial untuk sebagian besar kuil, selain dari kuil-kuil Kekaisaran terpilih yang terikat pada fungsi-fungsi negara.[7]:113
Kuil Yasukuni
Pada 1879, Kuil Yasukuni dibangun untuk menghormati para korban tewas pada masa perang. Kaisar mengunjungi dan memimpin upacara untuk para korban tewas pada masa pernag di Yasukuni, penghormatan yang mungkin tertinggi dalam Shinto.[5]:119[6]:91 Sepanjang masa itu, negara mulai mendorong kuil-kuil untuk mengajarkan soal nasionalisme patriotik; termasuk jaringan kuil yang didedikasikan kepada para prajurit yang tewas dalam pertempuran. Kewajiban tersebut tak memiliki hubungan dengan sejarah kuil lokal tersebut, yang berujung pada penarikan.[5]:120
Pada zaman kontemporer, kuil tersebut menjadi simbol kontroversial untuk nasionalis Jepang.[10][23] Meskipun beberapa warga negara dari berbagai unsur politik mengunjungi situs tersebut untuk menghormati para keramat yang tewas dalam pertempuran, yang kami-nya (jiwa) bermukim disana, sehingga beberapa diantaranya adalah para penjahat perang kelas A. Para penjahat tersebut dikuilkan dalam sebuah upacara rahasia pada 1978, yang telah menjadi desas-desus yang berkembang di kalangan pasifis Jepang dan komunitas internasional.[23]
Tak ada Kaisar yang mengunjungi kuil tersebut sejak itu, dan kunjungan oleh perdana menteri dan pejabat pemerintah ke kuil tersebut menjadi bahan gugatan dan kontroversi media.[24]
Jepang membangun setidaknya 400 kuil di Korea pada masa pendudukan, dan penyembahan diwajibkan untuk orang-orang Korea.[5]:125 Sebuah pernyataan dari kepala Jawatan Dalam Negeri di Korea menuliskan soal kuil-kuil tersebut dalam sebuah pengarahan: "...mereka memiliki keberadaan yang secara penuh berbeda dari agama, dan pemujaan di kuil-kuil adalah tindakan patriotisme dan loyalitas, nilai-nilai moral dasar dari negara kami."[5]:125[14]
Setelah perang
Pada 1 Januari 1946, Kaisar Shōwa mengeluarkan sebuah pernyataan, yang terkadang disebut sebagai Deklarasi Kemanusiaan, dimana ia mengutip Lima Sumpah Piagam Kaisar Meiji, mengumumkan bahwa ia bukanlah Akitsumikami (dewa dalam wujud manusia) dan bahwa Jepang tak dibangun pada mitos-mitos.[2]:39Markas Besar Utama AS dengan cepat mendeginisikan dan melarang praktik yang diidentifikasikan sebagain "Shinto Negara", namun karena AS memandang kebebasan beragama sebagai aspek krusial dari Jepang pada masa setelah perang, mereka tak memberikan larangan bulat terhadap upacara-upacara keagamaan Jepang yang melibatkan Kaisar.[9]:702Jenderal Douglas MacArthur dan Departemen Negara berniat untuk menghimpun otoritas Kaisar untuk menghindari "penarikan berkelanjutan" di kalangan rakyat Jepang pada masa pendudukan dan rekonstruksi Jepang.[3]:429[9]:702
Pengarahan Shinto menyatakan bahwa aturan tersebut memberikan "kebebasan rakyat Jepang dari campur tangan langsung atau tak langsung untuk percaya atau memegang kepercayaan dalam sebuah agama atau pemujaan yang secara resmi dirancang oleh negara" dan "menghindari kebangkitan perversi teori dan keyakinan Shinto dalam propaganda militeristik dan ultranasionalistik Shinto".[2]:39
Saat ini, meskipun Wangsa Kekaisaran masih mengadakan ritual-ritual Shinto sebagai "upacara-upacara pribadi", partisipasi dan keyakinan tak lagi diwajibkan bagi para warga negara Jepang, maupun didanai oleh negara.[9]:703
Aspek penegakan "suprarelijius" pemerintah lain dari praktik-praktik Shinto, seperti kunjungan sekolah ke kuil-kuil Shinto, telah dilarang.[3]:432 Beberapa inovasi dari Shinto era Meiji hadir dalam Shinto kontemporer, seperti keyakinan di kalangan pendeta bahwa Shinto adalah praktik kebudayaan non-relijius yang mendorong persatuan nasional.[6]:161
Kontroversi
Kontroversi timbul pada pemakaman dan perkawinan para anggota keluarga Kekaisaran Jepang, saat mereka menghadirkan penggabungan Shinto dan fungsi negara. Perbendaharaan Jepang tak membayar acara-acara tersebut, yang menyajikan kekhasan antara fungsi negara dan kuil.[9]:703
Asosiasi Kuil Shinto secara politik aktif dalam mendorong dukungan untuk Kaisar,[9]:706 termasuk kampanye-kampanye seperti menyebarkan jimat-jimat dari Kuil Ise.[27] Kuil Ise adalah salah satu kuil paling penting dalam Shinto negara, melambangkan keberadaan Amaterasu dan hubungan dengan Kaisar.[10] Sebaliknya, Kuil Yasukuni era Meiji kemudian menjadi target kontroversi Shinto negara, kebanyakan karena membiarakan para penjahat perang Jepang.[10]
Para politikus konservatif dan kelompok kepentingan nasionalis masih mengadvokasikan pengembalian Kaisar ke posisi keagamaan dan politik utama, yang mereka yakini akan merestorasi esensi nasional dari persatuan.[3]:428[21]
^ abcdefghijklmnopqrstKeene, comp. by Ryusaku Tsunoda; Wm. Theodore de Bary; Donald (2006). Sources of Japanese tradition (edisi ke-2nd). New York: Columbia Univ. Press. ISBN9780231139182.
^ abcdefSakamoto, Koremaru (1993). Kokka Shinto taisei no seiritsu to tenkai. Tokyo: Kobunda. hlm. 165–202.
^ abcdefghijklBeckford, edited by James A.; III, N.J. Demerath (2007). The SAGE handbook of the sociology of religion. London: SAGE Publications. ISBN9781446206522.Pemeliharaan CS1: Teks tambahan: authors list (link)
^ abHoltom, Daniel Clarence (1963). Modern Japan and Shinto Nationalism: A Study of Present-day Trends in Japanese Religions. Chicago: University of Chicago Press. hlm. 167.
^Maxey, Trent E. (2014). The "greatest problem": religion and state formation in Meiji Japan. Cambridge, MA: Harvard University Asia Center. hlm. 19. ISBN0674491998.
^Josephson, Jason Ānanda (2012). The Invention of Religion in Japan. University of Chicago Press. hlm. 133. ISBN0226412342.
^Nitta, Hitoshi (2000). "Religion, Secularity, and the Articulation of the 'Indigenous' in Modernizing Japan". Dalam John Breen. Shintō in History: Ways of the Kami. Shintō as a 'Non-Religion': The Origins and Development of an Idea. hlm. 266. ISBN0700711708.
^ abTeeuwen, Mark; Breen, John (2010). A new history of shinto. Chicester: Wiley-Blackwell (an imprint of John Wiley & Sons). ISBN9781405155168.
^Nakai, Kate Wildman (2013). "Coming to Terms With 'Reverence at Shrines'". Dalam Bernhard Scheid. Kami Ways in Nationalist Territory. Verlag der Österreichischen Akademie der Wissenschaften. hlm. 109–154. ISBN978-3-7001-7400-4.
Kota Tua Yerusalem, dipandang dari seberang Lembah Kidron. Lembah Kidron dipandang dari Kota Tua Yerusalem. Kidron (Transliterasi Latin: Cedron, dari bahasa Ibrani: נחל קדרון, Naḥal Qidron; Lembah Qidron; Arab: وادي الجوز, Wadi al-Joz) adalah nama lembah dan sungai yang terletak tepat di sebelah timur bagian Kota Tua Yerusalem, memisahkan Bukit Bait Allah (Temple Mount) dengan Bukit Zaitun. Membujur terus ke timur melalui padang gurun Yudea, menuju Laut Mati,...
Artikel ini bukan mengenai Cerro Chaltén.ChaiténFoto tahun 2003 dari ISS menunjukan Kaldera dengan fitur melingkar yang terlihat di bagian bawah gambar. Kota Chaitén berada di puncak. (Gambar ini sejajar kira-kira ke barat daya, sekitar 220°.)Titik tertinggiKetinggian1.122 m (3.681 ft)Koordinat42°50′14″S 72°38′53″W / 42.83722°S 72.64806°W / -42.83722; -72.64806Koordinat: 42°50′14″S 72°38′53″W / 42.83722°S 72.64806°W...
Election in Alaska Main article: 1972 United States presidential election 1972 United States presidential election in Alaska ← 1968 November 7, 1972 1976 → Nominee Richard Nixon George McGovern John G. Schmitz Party Republican Democratic American Independent Home state California South Dakota California Running mate Spiro Agnew Sargent Shriver Thomas J. Anderson Electoral vote 3 0 0 Popular vote 55,349 32,967 6,903 Percentage 58.10% 34.61% 7.25...
Sepak bola pada Pekan Olahraga Daerah Sulawesi Selatan 2018Sepak bola pada Porda Sulsel 2018Sepak bola pada Porda Sulsel XVINegara IndonesiaTanggal penyelenggaraan24 – 30 September 2018Tempat penyelenggaraan Lapangan Andi Masapaila Desa Rajang, Kabupaten Pinrang Lapangan Malimpung, Kabupaten Pinrang Lapangan Pancasila Langnga, Kabupaten Pinrang Stadion Bau Massepe, Kabupaten Pinrang Juara bertahanPersiban BantaengJuara PS Toraja Utara(gelar ke-1)Tempat kedua Gaslut Luwu UtaraTempat ketiga P...
Jean RenoJean Reno at Cannes 2002LahirJuan Moreno y Herrera JiménezTahun aktif1980 - sekarangSuami/istriZofia Borucka Jean Reno (lahir 30 Juni 1948) merupakan seorang aktor berkebangsaan Prancis. Dia lebih banyak berkarya film di Prancis dan Inggris. Dia dilahirkan di Casablanca, Maroko. Dia berkarier di dunia film sejak tahun 1980. Dilahirkan dengan nama Juan Moreno y Herrera Jiménez. Filmografi Tahun Judul Sebagai Catatan 1980 The Moroccan Stallion 1982 La Passante du Sans-Souci 198...
Questa voce o sezione sull'argomento edizioni di competizioni calcistiche non cita le fonti necessarie o quelle presenti sono insufficienti. Puoi migliorare questa voce aggiungendo citazioni da fonti attendibili secondo le linee guida sull'uso delle fonti. Segui i suggerimenti del progetto di riferimento. Serie C 1963-1964 Competizione Serie C Sport Calcio Edizione 26ª Organizzatore Lega Nazionale Semiprofessionisti Date dal 22 settembre 1963al 24 maggio 1964 Luogo Italia...
Oliver Otis HowardPotret Oliver O. Howard oleh Mathew Brady, pada Perang SaudaraJulukanThe Christian GeneralLahir(1830-11-08)8 November 1830Leeds, Maine, ASMeninggal26 Oktober 1909(1909-10-26) (umur 78)Burlington, Vermont, ASTempat pemakamanLakeview Cemetery, Burlington, VermontPengabdianAmerika Serikat (Union)Dinas/cabangAngkatan Darat Amerika SerikatUnion ArmyLama dinas1854–1894Pangkat Mayor JenderalKomandanXI CorpsIV CorpsArmy of the TennesseeFreedmen's BureauUnited States Mili...
Konsonan kepakan rongga-gigi bersuaraɾNomor IPA124Pengkodean karakterEntitas (desimal)ɾUnikode (heks)U+027EX-SAMPA4Kirshenbaum*Braille Gambar Sampel suaranoicon sumber · bantuan Konsonan kepakan rongga-gigi adalah jenis dari suara konsonan rongga-gigi yang digunakan dalam berbagai bahasa. Simbol IPAnya adalah ⟨ɾ⟩. Dalam bahasa Indonesia huruf [ɾ] adalah alofon dari huruf r. Kata-kata Bahasa Kata IPA Arti Albania emër [ɛməɾ] nama Basque lore [lo̞ɾe̞] bunga ...
Kaisar Theodosius I, yang menjadikan Kekristenan Nicea sebagai gereja negara Kekaisaran Romawi. Kekristenan Nicea menjadi gereja negara Kekaisaran Romawi dengan dikeluarkannya Maklumat Tesalonika pada tahun 380 M, ketika Kaisar Theodosius I menjadikannya agama resmi Kekaisaran Romawi.[1][2] Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, dan Gereja Katolik, masing-masing mengklaim sebagai kelanjutan historis dari gereja ini dalam bentuk aslinya, tetapi tidak mengidentifikasik...
Pre-Middle Age history of economic thought Part of a series onEconomics History Outline Index Branches and classifications Applied Econometrics Heterodox International Micro / Macro Mainstream Mathematical Methodology Political JEL classification codes Concepts, theory and techniques Economic systems Economic growth Market National accounting Experimental economics Computational economics Game theory Operations research Middle income trap Industrial complex By application Agricultural Behavio...
مسجد ومدرسة أم السلطان شعبان إحداثيات 30°3′29″N 31°13′44″E / 30.05806°N 31.22889°E / 30.05806; 31.22889 معلومات عامة القرية أو المدينة القاهرة الدولة مصر تاريخ بدء البناء 770هـ - 1368م المواصفات عدد المآذن 1 عدد القباب 2 النمط المعماري الطراز المملوكي معلومات أخرى ويكيميديا كومنز م�...
Triathlon Mixed Relay World Championship 2012LocationStockholm, SwedenDate26 August 2012Nations20Teams22Medalists Great Britain France Russia← 20112013 → The 2012 ITU Triathlon Mixed Relay World Championship was held in Stockholm, Sweden on 26 August 2012. The championship was the seventh team championships to be held and the fourth since the championships were reformatted in 2009; eliminating the separate male and female teams, running ...
تحتاج هذه المقالة كاملةً أو أجزاءً منها إلى تدقيق لغوي أو نحوي. فضلًا ساهم في تحسينها من خلال الصيانة اللغوية والنحوية المناسبة. حنا رباني خار (بالأردوية: حناربانی کھر) مناصب عضو الجمعية الوطنية في باكستان في المنصب10 أكتوبر 2002 – 11 مايو 2013 وزير الخارجية �...
Questa voce o sezione sull'argomento mineralogia non cita le fonti necessarie o quelle presenti sono insufficienti. Puoi migliorare questa voce aggiungendo citazioni da fonti attendibili secondo le linee guida sull'uso delle fonti. Segui i suggerimenti del progetto di riferimento. MontmorilloniteClassificazione StrunzVIII/H.19-20 Formula chimica(Na,Ca)0,3(Al,Mg)2Si4O10(OH)2·n(H2O) Proprietà cristallograficheSistema cristallinomonoclino Classe di simmetriaprismatica Parametri di cellaa...
Comté de Jönköping Héraldique Administration Pays Suède Chef-lieu Jönköping Province historique Småland Création 1639 Communes 13 Préfet Lars Engqvist Assemblée locale Landstinget i Jönköpings län Démographie Population 339 116 hab. (2012) Densité 32 hab./km2 PIB (2004) 79 761 000 SEK Géographie Coordonnées 57° 45′ nord, 14° 12′ est Superficie 1 047 500 ha = 10 475 km2 Localisati...
Questa voce o sezione sull'argomento politici italiani non cita le fonti necessarie o quelle presenti sono insufficienti. Puoi migliorare questa voce aggiungendo citazioni da fonti attendibili secondo le linee guida sull'uso delle fonti. Segui i suggerimenti del progetto di riferimento. Cesare Salvatore Pirisi Deputato della Repubblica ItalianaDurata mandato24 settembre 1971 –24 maggio 1972 LegislaturaV GruppoparlamentareMisto CircoscrizioneCagliari Incarichi parlamentar...
Muhammad Sangidu Kepala Penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ke-13Masa jabatan1914–1940PendahuluMuhammad Khalil KamaluddiningratPenggantiMuhammad Nuh Kamaluddiningrat Informasi pribadiLahirRaden Hariya Muhammad Sangidu1883Kampung Kauman, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Hindia BelandaMeninggal1980Kampung Kauman, Kalurahan Ngupasan, Kemantren Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, IndonesiaMakamMakam KarangkajenPasangan Nama istri pertama tidak diketa...