Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Sejarah Kangean


Sejarah Kangean adalah kumpulan sejarah (termasuk mencakup prasejarah) yang secara spesifik merujuk kepada peradaban yang terjadi di pulau Kangean, dan juga kepulauan Kangean secara umum. Sejarah Kangean erat kaitannya dengan posisi geografisnya, sumber daya alam, serangkaian migrasi dan kontak manusia, perang dan penaklukan, serta oleh perdagangan, ekonomi, maupun politik.

Nomenklatur

Nama Arti Bahasa
Ka’angayan[1] keagungan;[1] kemuliaan[1] Inabaknon[1]
Karaengang kerajaan Makassar
Kohongian keturunan bangsawan Mongondow
Kaangayan keelokan; berkulit cerah Sibu

Nomenklatur “Kangean” memiliki sejarah panjang yang berakar dari jaman kuno. Menurut tradisi oral masyarakat lokal Kangean, istilah “kangean” pada mulanya muncul sebagai bentuk identitas pembeda antara kaum keturunan bangsawan dan non-bangsawan. Dalam bahasa Kangean itu sendiri, “kangean” atau secara alternatif juga dieja sebagai “kangayan” (terafiksasi dari “ka-” + “angay” + “-an”) memiliki makna 'para keturunan bangsawan' atau 'aristokrat', hal ini selaras dengan fakta sejarah Kangean yang secara kontinyu menjadi basis kekuasaan para bangsawan yang berasal dari wilayah-wilayah di sekitar Kepulauan Kangean itu sendiri (yakni asal Jawa, Sulawesi, Bali dan sebagainya).

Prasejarah

Gua Koneng di Arjasa, pulau Kangean.

Menurut penelitian resmi yang dilakukan oleh para ahli arkeologi dari Pusat Arkeologi Yogyakarta, pulau Kangean diperkirakan telah dihuni oleh manusia setidaknya sejak tahun 4.000[2] hingga 9.000 Sebelum Masehi (sekitar 11.000 tahun yang lalu).[3] Hal tersebut dapat dikaji melalui penemuan-penemuan arkeologi kuno yang terdapat di kompleks Gua Arca yang berlokasi di wilayah barat pulau Kangean.[2]

Sivilisasi

Bangsawan Jawa

Peradaban masif Kangean secara umum diyakini dibina oleh dinasti Rajasa, yakni sebuah dinasti Jawa yang berasal dari pulau Jawa. Hal tersebut diabadikan dalam nomenklatur daerah di wilayah barat pulau Kangean, yang kini masih dikenali sebagai “Arjasa”, yang berfungsi sebagai ibu kota de facto bagi Kepulauan Kangean secara umum.

Menurut hipotesis masyarakat non-Kangean (secara khususnya masyarakat Madura), diduga adanya kemungkinan bahwa sosok figur Arya Wiraraja yang dikenali oleh masyarakat Madura di pulau Madura[4] dan Banyak Wide yang dikenali oleh masyarakat Bali di pulau Bali, merupakan sosok figur yang sama yang dikenali sebagai Arjasa oleh masyarakat Kangean di pulau Kangean. Ia dianggap sebagai tokoh penting dalam peradaban dan kepemimpinan wilayah kepulauan di timur pulau Jawa (yakni Kepulauan Madura, Kepulauan Bali, maupun Kepulauan Kangean). Namun demikian, sosok Arjasa yang dikenali di masyarakat Kangean lebih berkaitan erat dengan Rajasa, sang pendiri dinasti Rajasa itu sendiri, yang lebih dikenali sebagai Ken Arok di tanah asalnya. Arjasa sebagai daerah ibu kota pun sampai sekarang masih dilambangkan dengan Ayam Bekisar, yang diyakini sebagai simbolisasi keturunan dinasti Rajasa itu sendiri, yakni Rajasanegara, atau lebih kerap disebut sebagai Hayam Wuruk di Jawa. Istilah “Arjasa”, “Rajasa” dan “Rajasanegara” (Hayam Wuruk) kemudian menjadi bersinonim antar satu sama lain dalam tradisi oral masyarakat Kangean.

… jumeneng ing Kangeyan ngajajuluk Wira Krama.
(… pemimpin di Kangean bernama Wira Krama.)

— Prasasti Sapudi

Dihimpun dari temuan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, berdasarkan bukti tertulis yang dapat ditelusuri dalam Prasasti Sapudi berbahasa Jawa kuno yang ditemukan di salah satu masjid di pulau Sapudi (bagian dari wilayah Kepulauan Madura), pada era abad ke-15 atau 16 Masehi, wilayah Kepulauan Kangean dipimpin oleh seorang keturunan Jawa asal Tumapel yang bernama Wira Krama. Seluruh keturunan yang tertulis dalam prasasti tersebut ditengarai memiliki garis leluhur yang sama, yakni para misionaris Islam asal Jawa yang mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di rantau wilayah Kepulauan Kangean.

Kolonialisasi

Dokumentasi pengeboman Kangean oleh kolonial Jepang.

Memiliki cadangan sumber daya alam berupa gas dan minyak bumi alami,[5] wilayah Kepulauan Kangean pernah menjadi wilayah yang diperebutkan kekuasaannya oleh berbagai kekuatan asing. Secara spesifik, Kangean pernah dikuasai atau dijajah oleh Belanda (Nederlandsch-Kangeansch) selama beberapa periode (sejak abad ke-17 atau 18 Masehi), yang kemudian disusul oleh pendudukan kolonial Jepang (カンゲアン) pada tahun 1942-1949. Lapangan alun-alun di Arjasa pernah berfungsi sebagai tempat landasan helikopter-helikopter kolonial Belanda (maupun Jepang) pada saat masa penjajahan.

Linguistik

Dalam bidang linguistik, sejarah perkembangan bahasa Kangean tidak terlepas dari sejarah interaksi sosial Kangean secara umum. Dikarenakan faktor sejarah, bahasa Kangean di jaman modern lebih dekat kebahasaannya dengan bahasa Jawa, sebagaimana relasi bahasa Bali dengan bahasa Jawa. Bagi penutur bahasa Jawa, khususnya bahasa Jawa Timur, tingkat kesulitan untuk memahami bahasa Kangean cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok bukan penutur bahasa Jawa atau rumpun bahasa Jawa lainnya.

Perbandingan bahasa

Nyanyian

Jawa Kangean Terjemahan
Tak lelo, lelo, lelo ledung Tak lela, lela, lela ledong ?
Cep meneng aja pijer nangis Cup nengneng aje’ pejer nanges Diamlah, janganlah menangis
Anakku sing bagus rupane Anak na ako se begus robena Anak saya, yang tampan rupawan
Yen nangis ndak ilang baguse Mon nanges ndek elang begusna Kalau menangis, tak ’kan hilang tampannya
Tak gadang bisa urip mulya E gadang bisa odik molja Ku harap, kau hidup mulia
Dadiya priya utama Dedia lalake otama Jadilah pria yang penting
Ngluhurke asmane wong tuwa Ngalohoragen asma na reng toa Mengharumkan nama keluarga
Dadiya pendekare bangsa Dedia pendekar na bengsa [Dengan] menjadi wira bagi bangsa

Percakapan

Jawa Kangean Terjemahan
aja begejekan wae! aje’ agejekan bei! jangan bercanda [melulu]!
lah, akon tek’an ku? lah, akon ndik-na ako? loh, seperti milikku?
wuyah rasane asin ing ilat bujeh rasa-na acen e elak garam memiliki rasa asin di lidah

Numerik

Jawa Kangean Terjemahan Angka
satunggal hetonggel (hetong) satu 1
la-rwa da-dwa’ dua 2
telu telo’ tiga 3
papat pampak (mpak) empat 4
pitu peto’ tujuh 7
walu belu delapan 8
sanga sanga’ sembilan 9
selikur halekor dua puluh satu 21
telung puluh telong poloh tiga puluh 30
seket seket lima puluh 50
sewidak habidek enam puluh 60
pitung puluh petong poloh tujuh puluh 70
wolung puluh belung poloh delapan puluh 80
sangang puluh sangang poloh sembilan puluh 90

Referensi

  1. ^ a b c d "Blust's Austronesian Comparative Dictionary" [Kamus Komparatif Austronesia (Daftar Kosakata Bahasa Ibaknon oleh Marc Jacobson, 1999)]. Trussel. 1999.
  2. ^ a b "Penelitian Arkeologi di Situs Gua Arca, Pulau Kangean" [Penelitian Arkeologi di Situs Gua Arca di Kangean Island]. Pusat Arkeologi Yogyakarta.
  3. ^ "Pulau Kangean Dihuni Manusia Sejak 11.000 Tahun Lalu" [Pulau Kangean Dihuni Manusia Sejak 11.000 Tahun Lalu]. Kompas.
  4. ^ "Sejarah Arya Wiraraja" [History of Aria Wiraraja]. Sumenep Regencial Government. 2017.
  5. ^ "Japex Invests US$400 Million in Kangean" [Perusahaan Asal Jepang Japex Berinvestasi Sebesar 400 Juta Dollar Amerika di Kangean] (dalam bahasa Inggris). TEMPO. 2007.
Kembali kehalaman sebelumnya