Perang Ōnin

Perang Ōnin
Tanggal1467-1477
LokasiKyoto
Hasil Perjanjian damai. Kemenangan Pasukan Timur. Awal zaman Sengoku
Pihak terlibat
Pasukan Timur Pasukan Barat
Tokoh dan pemimpin
Hosokawa Katsumoto Yamana Mochitoyo (Yamana Sōzen)
Kekuatan
160.000 prajurit (berbeda-beda menurut sumber) 110.000 prajurit (berbeda-beda menurut sumber)
Korban
tidak diketahui tidak diketahui

Perang Ōnin (応仁の乱, Ōnin no ran) adalah perang saudara di Jepang dari tahun 1467 hingga 1477 pada masa pemerintahan Shogun ke-8 Ashikaga Yoshimasa. Perang ini juga disebut Perang Ōnin-Bunmei karena terjadi sepanjang era Ōnin dan Bunmei. Perang Ōnin menandai awal periode baru dalam sejarah Jepang yang disebut zaman Sengoku.[1]

Shogun Yoshimasa yang belum dikaruniai putra pewaris menunjuk adik kandung bernama Yoshimi untuk diangkat sebagai shogun. Namun tahun berikutnya, Hino Tomiko, istri Yoshimasa melahirkan seorang putra yang diberi nama Yoshihisa. Perang dimulai akibat persaingan dua kelompok bersenjata, faksi Yamana pimpinan shugo daimyō Yamana Sōzen (Yamana Mochitoyo) yang mendukung Yoshihisa, dan faksi Hosokawa pimpinan Kanrei Keshogunan Muromachi Hosokawa Katsumoto yang mendukung Yoshimi. Kedua belah pihak ingin calonnya diangkat sebagai shogun hingga kota Kyoto dijadikan medan pertempuran. Peperangan meluas ke berbagai daerah (kecuali Kyushu dan beberapa tempat lain). Kematian Yamana Sōzen dan Hosokawa Katsumoto pada tahun 1473 tidak berhasil menghentikan perang.

Latar belakang

Janji Shogun Ashikaga Yoshimasa kepada Ashikaga Yoshimi

Setelah Shogun ke-3 Ashikaga Yoshimitsu dan Shogun ke-4 Ashikaga Yoshimochi berhasil mengatasi kekacauan zaman Namboku-cho dan pemberontakan oleh shugo daimyo berpengaruh, Keshogunan Muromachi mendirikan pemerintahan oleh para tetua di tangan dewan gabungan para daimyo berpengaruh. Shogun ke-6 Ashikaga Yoshinori menjalankan sistem pemerintahan despotisme. Pada tahun 1441, Yoshinori memerintahkan pembunuhan atas Akamatsu Mitsusuke (Pemberontakan Kakitsu), dan kemunduran Keshogunan Muromachi mulai terlihat. Shogun ke-7 Ashikaga Yoshikatsu adalah putra pewaris Yoshinori. Yoshikatsu diangkat menjadi shogun sewaktu masih berusia 9 tahun. Ia tidak lama kemudian meninggal dunia, dan hanya menjabat shogun kurang dari setahun. Ashikaga Yoshikatsu masih berusia 8 tahun ketika diangkat sebagai shogun ke-8 oleh Kanrei Hatakeyama Mochikuni.

Yoshimasa diasuh oleh ibu bernama Hino Shigeko dan ibu susu/selir bernama Imamairi no Tsubone. Ia menjadi dewasa sebagai seorang budayawan di bawah bimbingan Ise Sadachika dan biksu Kikeishinzui. Namun kemampuan Yoshimasa untuk memimpin para daimyo sangat kurang. Minatnya hanya pada upacara minum teh, taman Jepang, dan sarugaku. Keshogunan dijalankan oleh istrinya yang bernama Hino Tomiko, Kanrei Hosokawa Katsumoto, dan Yamana Mochitoyo.

Shogun Yoshimasa berniat mengundurkan diri karena jemu dengan kekacauan dalam pemerintahan dan pemberontakan para petani (Tsuchi Ikki) yang berkelanjutan. Ia juga tidak dapat mengatasi Kelaparan Zaman Chōroku-Kansei (1459-1461). Ketika berusia 29 tahun Yoshimasa belum memperoleh putra penerus keturunan dari Tomiko istrinya ataupun dari para selir. Keadaan tersebut membuatnya berniat memberikan jabatan shogun kepada Gijin, adik kandungnya yang sudah menjadi biksu sekte Jōdokyo. Gijin berpendapat Yoshimasa masih muda dan masih mungkin memiliki keturunan. Ia berulang kali menolak untuk dijadikan shogun, tetapi akhirnya setuju setelah terus menerus dibujuk. Yoshimasa bahkan membuat surat kontrak pribadi yang menjanjikan "kalau dari dirinya nanti lahir anak laki-laki akan dijadikan biksu, dan tidak akan dijadikan kepala keluarga penerus keturunan". Pada 24 Desember 1464, Gijin berhenti sebagai biksu dan dijadikan putra angkat oleh Yoshimasa. Nama yang dipakainya sebagai calon shogun berikutnya adalah Ashikaga Yoshimi.

Perubahan politik zaman Bunshō

Pada tahun 1466, secara tidak terduga, Shogun Yoshimasa atas saran pembantu terdekat (Ise Sadachika dan Kikei Shinzui) mengalihkan jabatan kepala keluarga dari klan Shiba dari Shiba Yoshikado ke Shiba Yoshitoshi. Yamana Sōzen (Mochitoyo) yang memiliki hubungan keluarga dengan Shiba Yoshikado bersekutu dengan Isshiki Yoshinao dan Toki Shigeyori untuk mendukung Yoshikado. Selanjutnya, Sadachika menyebarkan isu tentang pemberontakan dengan maksud mengusir Ashikaga Yoshimi. Sebagai tindakan balasan, Katsumoto yang menjadi pelindung Yoshimi, mengusir Sadachika hingga ke Provinsi Ōmi dengan bantuan Yamana Sōzen. Sebagai akibat perubahan politik di keshogunan, Kikei Shinzui, Shiba Yoshitoshi, dan Akamatsu Masanori untuk sementara kehilangan posisi dalam pemerintahan dan terusir dari ibu kota.

Perselisihan antara Katsumoto dan Sōzen

Batu peringatan pecahnya Perang Ōnin di Kuil Kamigoryō, Kyoto.

Pemulihan kekuasaan klan Akamatsu ditentang oleh Yamana Sōzen yang telah berjasa memadamkan Pemberontakan Kakitsu. Pada tahun 1458, Katsumoto berencana menghabisi kekuatan militer Sōzen dengan mengangkat Akamatsu Masanori yang juga menantunya menjadi daimyo Provinsi Kaga. Sebagai akibatnya, pertentangan di antara Katsumoto dan Sōzen semakin menjadi. Permusuhan di antara keduanya makin memanas dengan adanya perebutan jabatan kepala klan Shiba antara Yoshikado dan Yoshitoshi.

Pada 12 Desember 1465, secara tidak terduga lahir seorang anak laki-laki dari Hino Tomiko dan Shogun Yoshimasa. Anak laki-laki tersebut kemudian diberi nama Ashikaga Yoshihisa. Tomiko berambisi menjadikan putra kandungnya sebagai pewaris jabatan shogun, tapi jabatan sudah tersebut dijanjikan untuk adik iparnya (Ashikaga Yoshimi). Demi mewujudkan keinginannya, Tomiko mendekati Yamana Sōzen. Dibantu Sōzen, Tomiko secara diam-diam berusaha mencegah pengangkatan Ashikaga Yoshimi sebagai shogun. Di pihak yang berseberangan, Yoshimi bersekutu dengan Kanrei Hosokawa Katsumoto. Sebagai akibatnya, persaingan sengit terjadi karena memperebutkan hak menjadi pewaris jabatan shogun (kepala klan Ashikaga). Hino Tomiko dan Yamana Sōzen yang menjagokan Ashikaga Yoshimasa harus berhadapan dengan Ashikaga Yoshimi dan Hosokawa Katsumoto. Perselisihan penerus jabatan shogun juga meluas ke daerah-daerah. Shugo daimyo terbelah dua menjadi faksi Katsumoto dan faksi Sōzen, dan bentrokan di antara kedua faksi menjadi sulit dihindarkan. Di antara klan Yamana dan klan Hosokawa sebenarnya terikat hubungan keluarga. Katsumoto adalah menantu dari Sōzen setelah mengawini anak angkat Sōzen sebagai istri sah pada tahun 1447.

Pertempuran Kamigoryō

Ketika itu, di klan Hatakeyama yang menjabat kanrei sedang terjadi perselisihan sengit memperebutkan jabatan kepala keluarga. Hatakeyama Yoshinari berselisih dengan sepupunya yang bernama Hatakeyama Masanaga. Klan Hatakeyama adalah salah satu dari tiga klan kanrei yang membantu klan Ashikaga (dua klan lainnya adalah klan Hosokawa dan klan Shiba). Di antara kedua belah pihak sudah saling bunuh membunuh, tetapi Shogun Yoshimasa tidak berbuat apa-apa.

Sekitar tahun 1455, berkat intrik yang dijalankan Masanaga bersama Hosokawa Katsumoto, Shogun Yoshimasa mengusir Yoshinari sebagai pejabat kepala keluarga Hatakeyama. Sebagai penggantinya, Masanaga diangkat menjadi pemimpin klan Hatakeyama. Setelah terusir, Yoshinari meminta bantuan Yamana Sōzen untuk merebut kembali kedudukannya.

Pada 6 Februari 1467, Sōzen berhasil membujuk Shogun Yoshimasa untuk memberikan amnesti bagi Yoshinari. Keinginan Shogun Yoshimasa tidak dapat ditolak Kanrei Hatakeyama Masanaga Katsumoto. Yoshinari diundang ke Hana no Gosho (Istana Bunga) yang merupakan kediaman resmi shogun. Shogun Yoshimasa membatalkan acara rutin tahun baru untuk menghadiri perjamuan di rumah kediaman Sōzen yang dihadiri Yoshinari. Dalam perjamuan tersebut, Shogun Yoshimasa mengakui Yoshinari sebagai pimpinan keluarga Hatakeyama, dan Masanaga dimintanya untuk menyerahkan rumah kediaman resmi kanrei.

Keputusan Shogun Yoshimasa ditentang oleh Masanaga yang lalu mengundurkan diri dari jabatan kanrei. Shiba Yoshikado dari faksi Yamana ditunjuk sebagai pengganti Masanaga. Katsumoto berusaha memaksa Shogun Yoshimasa untuk mengeluarkan perintah membunuh Yoshinari. Usaha tersebut gagal setelah Sōzen mengetahui rencana Katsumoto atas pemberitahuan dari Tomiko.

Sōzen sejumlah prajurit dari daimyo yang mendukungnya melakukan pengepungan terhadap istana kaisar dan Hana no Gosho. Ia menuntut Shogun Yoshimasa untuk mengeluarkan perintah untuk membunuh Masanaga dan Katsumoto. Shogun Yoshimasa mengizinkan Katsumoto untuk diusir. Namun, dengan syarat para daimyo lainnya tidak campur tangan, perintah menyerang Masanaga diberikannya kepada Hatakeyama Yoshinari. Hatakeyama Masanaga yang diperlakukan sebagai pemberontak, meminta bantuan pasukan dari Katsumoto, tetapi permintaan tersebut tidak dikabulkan.

Pada 22 Februari 1467, setelah membakar sendiri rumah kediamannya, Masanaga memimpin pasukan menuju Kuil Kamigoryō di Kyoto. Shogun Yoshimasa sendiri menolak untuk campur tangan dalam konflik internal keluarga Hatakeyama. Namun Sōzen diperitahkannya untuk mengungsikan Kaisar Tituler Go-Hanazono dan Kaisar Go-Tsuchimikado ke markas keshogunan di Muromachi-tei, dan Yoshinari dibantu dengan tambahan pasukan. Katsumoto waktu itu belum terlibat karena sedang bertugas sebagai pelindung Shogun Yoshimasa.

Kuil Kamigoryō dikelilingi hutan bambu. Di sebelah barat mengalir sebuah sungai kecil, sementara di sebelah selatan terdapat parit Shōkoku-ji. Yoshinari datang menyerang Masanaga dengan bantuan Shiba Yoshikado, Yamana Masatoyo, dan Asakura Takakage. Pertempuran berlanjut hingga malam hari. Pada tengah malam, Masanaga membakar kuil untuk memberi kesan dirinya telah tewas bunuh diri. Setelah berhasil melarikan diri, ia dikabarkan bersembunyi di rumah kediaman Katsumoto.

Meluasnya api peperangan

Seusai pertempuran di Kuil Kamigoryō, Katsumoto mengumpulkan pasukan dari 9 provinsi termasuk dari Shikoku, dan mengumpulkannya di Kyoto. Katsumoto juga menyerang Provinsi Harima dan merebutnya dari klan Yamana. Sebelum diambil alih klan Yamana, penguasa sebelumnya Provinsi Harima adalah klan Akamatsu (Akamatsu Masanori adalah menantu Katsumoto). Sementara itu di Kyoto, pasukan Katsumoto membakar jembatan di berbagai tempat, termasuk jembatan di Sungai Uji dan Sungai Yodo. Keempat penjuru kota diduduki oleh pasukan Katsumoto. Pasukan di bawah pimpinan Takeda Nobukata dan Hosokawa Shigeyuki pada bulan 5 merebut Provinsi Wakasa milik klan Isshiki. Kediaman resmi milik Isshiki Yoshinao di Kyoto dan markas jenderal Pasukan Barat diserang. Dari Provinsi Owari, Shiba Yoshitoshi menyerbu ke Provinsi Tōtōmi. Ashikaga Yoshimi sudah mencoba menengahi kedua belah pihak yang bertikai sejak sebulan sebelumnya, tetapi tidak berhasil.

Pada bulan 5, Katsumoto mengajak para daimyo sekutunya di berbagai daerah untuk mengangkat senjata, termasuk Hatakeyama Masanaga yang sedang bersembunyi di Hokuriku. Setelah menguasai kembali Hana no Gosho, Katsumoto menjemput Shogun Yoshimasa, Kaisar Go-Tsuchimikado dan Kaisar Tituler Go-Hanazono dari markas keshogunan di Muromachi-tei dengan alasan untuk melindungi mereka dari peperangan. Katsumoto menempatkan pasukan utama di kediaman resmi shogun (Imadegawa-tei). Pada bulan berikutnya, Katsumoto memperoleh bendera keshogunan yang dimintanya dari Shogun Yoshimasa, dan secara resmi Katsumoto dan pasukannya menjadi pasukan kekaisaran. Di pihak yang berseberangan, Sōzen memusatkan pasukan utamanya di Itsutsu-dōri, sebuah jalan di dalam kota Kyoto. Kedua belah pihak menjadi saling berhadapan, pasukan Hosokawa Katsumoto disebut Pasukan Timur, sementara pasukan Yamana Sōzen disebut Pasukan Barat. Menurut buku sejarah Ōninki, Pasukan Timur terdiri dari 160.000 prajurit, dan Pasukan Barat terdiri dari 110.000 prajurit. Meskipun demikian, jumlah prajurit yang dimiliki kedua belah pihak kemungkinan terlalu dibesar-besarkan.

Pasukan Barat didukung jenderal-jenderal dari wilayah Hokuriku, Shin'etsu, Tōkai, dan Kyushu (Chikuzen, Bungo, Buzen). Dibandingkan Pasukan Barat, Pasukan Timur didukung lebih banyak pasukan dari daerah-daerah. Klan Hosokawa adalah daimyo wilayah Kinai dan Shikoku, ditambah pasukan dari provinsi sekitarnya yang mendukung faksi Hosokawa. Sebaliknya, Pasukan Barat dibantu pasukan dari wilayah yang merasa cemas dengan klan Hosokawa dan sekutu-sekutunya. Pasukan Barat juga banyak dibantu oleh pihak-pihak yang berselisih dengan Takeda Nobukata seperti Isshiki Yoshinao, Rokkaku Takayori, dan Toki Shigeyori yang walaupun dekat dengan Shogun Yoshimasa terpaksa ikut dengan Pasukan Barat.

Sementara itu, daerah-daerah yang jauh dari pengawasan ibu kota seperti wilayah Kanto dan Tohoku, serta Kyushu bagian selatan sudah terjadi pertempuran skala besar antara para klan samurai yang berpengaruh. Pemberontakan di kawasan Kanto disebut Peristiwa Kyōtoku.

Situasi peperangan

Pertempuran awalnya dimenangi Pasukan Timur. Pasukan Barat berhasil diusir dari sekitar istana kaisar dan Hana no Gosho. Keluarga kekaisaran dan Shogun Yoshimasa berhasil diamankan. Shogun Yoshimasa mendukung Pasukan Timur dan menjadikannya sebagai pasukan kekaisaran. Klan Hosokawa dan wilayah para sekutunya berasal dari sekitar Kinai sehingga menguntungkan posisi Pasukan Timur. Keadaan berubah hingga sejumlah 80.000 prajurit klan Yamana yang sebelumnya menduduki Provinsi Tamba milik klan Hosokawa diturunkan ke Kyoto. Pada bulan 8 tahun 1467, kekuatan Pasukan Barat pulih setelah mendapat bantuan pasukan dari 7 provinsi, di antaranya pasukan Ōuchi Masahiro dari Provinsi Suo, pasukan Kōno Michiharu dari Shikoku, dan pasukan angkatan laut. Korban tewas dalam jumlah besar diderita kedua belah pihak dalam pertempuran di Shōkoku-ji, tetapi tidak ada pihak yang kalah atau menang.

Pada 27 September 1467, Ashikaga Yoshimi secara tiba-tiba melarikan diri dari Pasukan Timur, dan meminta perlindungan kepada Kitabatake Noritomo asal Provinsi Ise. Pembelotan Yoshimi diperkirakan menjadi sebab Shogun Yoshimasa memanggil kembali Ise Sadachika yang sebelumnya diusir akibat perubahan politik zaman Bunshō. Yoshimi diperkirakan membelot dari Pasukan Timur setelah mengetahui dirinya ingin disingkirkan oleh Shogun Yoshimasa dan Katsumoto, agar Yoshihisa dapat diangkat sebagai shogun. Setelah kelahiran Yoshihisa, Yoshimi sebenarnya sudah kehilangan tempat dalam Keshogunan Muromachi. Perang Ōnin menjadi berkepanjangan akibat Shogun Yoshimasa melanggar janji untuk memberikan jabatan shogun kepada Yoshimi, sementara Katsumoto yang melindungi shogun juga sekaligus mendukung Yoshimi. Di pihak yang berseberangan, Hino Tomiko dan Yamana Sōzen mendukung Yoshihisa untuk diangkat sebagai shogun.

Setelah beberapa lama berada di Provinsi Ise, Yoshimi mau bergabung kembali dengan Pasukan Timur setelah dibujuk oleh Katsumoto dan Shogun Yoshimasa. Namun Yoshimi kembali membelot dan bersembunyi di Gunung Hiei. Katsumoto yang telah beralih menjadi pendukung Yoshihisa berhasil mengucilkan Yoshimi dari segala kedudukannya di istana. Pada 19 Desember 1467, Pasukan Barat mengirim utusan ke Gunung Hiei untuk menjemput Yoshimi, dan mengangkatnya menjadi "shogun baru" dan secara terbuka menyatakan perang terhadap Pasukan Timur. Pasukan Barat waktu itu juga meminta bantuan dari sisa-sisa kekuatan Istana Selatan yang disebut Go-Nanchō.

Pada 31 Desember 1467, istana kekaisaran memutuskan untuk memecat para pejabat dari faksi Pasukan Barat. Mereka sebagian besar berasal dari klan Sanjō yang berselisih dengan klan Hino (keluarga Tomiko, istri Shogun Yoshimasa) dan mendukung Yoshimi.

Perang antara Pasukan Timur dan Pasukan Barat makin sulit karena kelompok-kelompok militer dari kedua belah pihak, demi keuntungan sendiri, berulang kali membelot ke pihak musuh. Sebagian di antaranya kemudian kembali membelot ke pasukan asal. Dalam keadaan tersebut, hanya sedikit kelompok yang benar-benar berusaha memenangkan perang. Perang Pasukan Timur melawan Pasukan Barat berakhir dalam keadaan tidak ada pihak yang kalah atau menang. Jenderal Ashigaru Honekawa Dōken dari Pasukan Timur mencoba mencari nama dengan mengacau di garis belakang dengan taktik perang gerilya. Namun sebagian besar pasukannya adalah pelaku kriminal, termasuk kelompok perampok dan penjahat, sehingga perang tidak juga bisa diakhiri.

Memasuki tahun 1469, pelayan senior klan Ōuchi yang dikenal ahli sastra sekaligus strategi militer bernama Masuda Kanetaka menarik mundur pasukannya hingga ke Provinsi Iwami. Bersama Ōtomo Chikashige dan Shōni Masasuke dari Kyushu, Kanetaka mengajak Ōuchi Noriyuki untuk menyerang ke wilayah kekuasaan klan Ōuchi, tetapi usaha mereka gagal. Pada 1471, Asakura Takakage yang merupakan kekuatan utama Pasukan Barat membelot ke Pasukan Timur setelah dijadikan daimyo Provinsi Echizen oleh Shogun Yoshimasa.

Akibat perang berkepanjangan dan tindakan anarki kelompok perampok, Kyoto berulang kali dibakar dan dibiarkan terbengkalai sebagai padang ilalang. Perang juga meluas ke provinsi yang menjadi wilayah kekuasaan daimyo yang mengirimkan pasukannya ke Kyoto. Sebagai akibatnya, mereka tidak dapat memusatkan perhatian kepada perang di Kyoto. Para daimyo mulanya saling berperang untuk menjadi kekuatan militer terbesar keshogunan, tetapi akhirnya kehilangan alasan untuk berperang setelah keshogunan mengalami kemunduran.

Akhir perang

Setelah para daimyo kehilangan alasan untuk berperang, prajurit-prajurit dari kedua belah pihak juga menjadi jemu berperang. Pada 14 April 1473, Yamana Sōzen meninggal dunia, diikuti Katsumoto yang meninggal dunia pada 6 Juni tahun yang sama. Pada 7 Januari 1474, Shogun Yoshimasa pensiun setelah mengangkat putranya, Ashikaga Yoshihisa sebagai shogun. Pada 19 April 1474, putra Yamana Sōzen yang bernama Yamana Masatoyo berdamai dengan putra Hosokawa Katsumoto yang bernama Hosokawa Masamoto.

Sementara itu, Pasukan Timur yang berintikan pasukan Hatakeyama Masanaga dan pasukan Akamatsu Masanori masih terus berperang melawan Pasukan Barat yang berintikan pasukan Hatakeyama Yoshinari dan pasukan Ōuchi Masahiro. Namun setelah Ōuchi Masahiro mengundurkan diri ke Provinsi Suo, Pasukan Barat secara praktis bubar dan pertempuran di Kyoto berakhir. Sembilan hari kemudian, keshogunan mengadakan pesta merayakan berakhirnya perang.

Selama perang berlangsung beratus-ratus ribu prajurit berkumpul ke ibu kota. Perang berlangsung berkepanjangan selama 11 tahun walaupun para jenderal yang awalnya memimpin perang sudah lebih tewas. Ōuchi Masahiro mau kembali ke Provinsi Suo setelah mendapat jaminan dari Hino Tomiko untuk dapat terus menguasai wilayah kekuasaannya.

Kekuatan kedua belah pihak

Pasukan Timur

Shugo daimyo

Bangsawan

Pasukan Barat

Shugo daimyo

Bangsawan

Pembangunan kembali Kyoto

Kalangan bangsawan dan rakyat yang terusir dari kota Kyoto akibat Perang Ōnin membuka lahan baru di daerah sekitar Kyoto, seperti di Yamashina, Uji, Ōtsu, Nara, dan Sakai. Seusai Perang Ōnin (1479), kondisi lingkungan dan keamanan Kyoto menjadi sangat buruk, epidemi, kebakaran, perampokan, dan kerusuhan sering sekali terjadi. Ditambah dengan kepulangan para daimyo dan pengikutnya ke provinsi asal mereka, pembangunan kembali kota Kyoto berlangsung sangat lambat. Akibat musibah yang sering menimpa Kyoto, kaisar berulang kali mengubah nama zaman (Chōkyō, Entoku, Meiō).

Sebelumnya pada tahun 1451, Shogun Yoshimasa menghidupkan kembali perdagangan Jepang dengan Dinasti Ming yang terhenti setelah meninggalnya Ashikaga Yoshinori. Perdagangan tersebut dapat memperkaya kas pejabat keshogunan dan kalangan daimyo yang dekat dengan shogun. Dibandingkan dengan sebelum perang, keadaan keuangan keshogunan sewaktu perang justru lebih stabil. Namun uang kas keshogunan tidak digunakan Shogun Yoshimasa untuk negara dan menolong rakyat, melainkan dipakai untuk kegemarannya mendirikan bangunan megah (termasuk di antaranya Ginkaku-ji) dan taman Jepang.

Sebagian besar usaha pembangunan kembali Kyoto dilakukan oleh para penduduk kota yang pengusaha kaya. Di antaranya, mereka menghidupkan kembali Gion Matsuri pada tahun 1500. Mereka ingat bahwa awalnya Gion Matsuri diadakan untuk menghalau wabah penyakit, dan penyelenggaraan kembali Gion Matsuri diperkirakan dapat memperbaiki keadaan ekonomi Kyoto.

Catatan kaki

  1. ^ Zaman Sengoku juga dikatakan sudah dimulai sebelum Perang Ōnin, tetapi perang ini mengakibatkan kemunduran bagi Keshogunan Muromachi.

Daftar pustaka

  • Suzuki, Ryōichi (1973). Ōnin no ran. ISBN 4-0041-3100-6. 
  • Ogawa, Makoto (1994). Yamana Shōzen to Hosokawa Katsumoto. Shin-Jinbutsuoraisha. ISBN 4-4040-2106-2. 
  • Kasahara, Kazuo (1991). Muromachi bakufu to ōnin no ran. Tokyo: Mokujisha. ISBN 4-8393-7566-6. 
  • Nagashima Fukutarō. Ōnin no ran
  • Sakakiyama, Jun (1960). Ōnin no tairan. Tokyo: Kawade Shobo Shinsha. 
  • Hayashima, Daisuke (2006). Shuto no keizai to muromachi bakufu. Tokyo: Yoshikawa Kōbunkan. ISBN 4-6420-2858-7.  </ref>

Pranala luar