Pembantaian Staro Gracko (bahasa Serbia: Масакр у Старом Грацком, bahasa Albania: Masakra në Grackën e Vjetër) adalah pembunuhan massal 14 petani Serbia Kosovo di desa Staro Gracko di kotamadya Lipljan di Kosovo pada tanggal 23 Juli 1999.[3] Pembantaian itu terjadi setelah pasukan Yugoslavia ditarik dari wilayah itu setelah berakhirnya Perang Kosovo, dan merupakan kejahatan tunggal terburuk di Kosovo sejak konflik berakhir pada Juni 1999.[4] Para pelaku pembantaian belum pernah ditangkap.[5]
Latar belakang
Perang Kosovo berakhir pada 11 Juni 1999 dengan ditariknya Tentara Yugoslavia (VJ) dari Kosovo setelah kampanye pengeboman NATO selama 78 hari di Yugoslavia. Sebanyak 40.000 tentara Yugoslavia kemudian meninggalkan Kosovo dan digantikan oleh sekitar 50.000 tentara NATO,[6] sementara 170.000 orang etnis Serbia Kosovo melarikan diri ke Serbia Tengah.[7]
Desa Staro Gracko dihuni oleh 300 jiwa, yang sebagian besar merupakan etnis Serbia.[8] Desa ini merupakan rumah bagi 80 keluarga etnis Serbia dan dua keluarga etnis Albania.[9] Meski demikian, desa ini dikelilingi oleh desa-desa berpenduduk mayoritas Albania.[8]
Pembantaian
Pada tanggal 23 Juli 1999, sekitar pukul 21:13, pasukan KFOR Inggris mendengar bunyi tembakan dan menghubungi pasukan NATO yang segera bergegas ke tempat kejadian. Tentara NATO kemudian mendapati tiga belas jenazah etnis Serbia terbaring di samping mesin pemanen kombinasi di lapangan terbuka.[10] Mayat ke-empat belas ditemukan tergeletak di atas sebuah traktor.[11] Kejadian ini terjadi setelah para petani selesai memanen gandum.[12] Segera setelah mayat ditemukan, muncul laporan bahwa para korban ditempatkan membentuk formasi lingkaran lalu ditembak mati.[9] Mayat beberapa korban tampaknya telah dimutilasi dan dirusak dengan benda tumpul.[8] Para petani telah meminta perlindungan NATO tujuh hari sebelum pembantaian terjadi, tetapi permohonan mereka diabaikan.[2]
Akibat
Setelah empat belas mayat ditemukan, pasukan Kanada mengepung desa tersebut. Jenazah korban kemudian dibawa ke rumah sakit di Prishtina untuk diidentifikasi.[9]Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa sejumlah perempuan dan anak-anak ikut menjadi korban.[13]
Presiden YugoslaviaSlobodan Milošević menyalahkan pasukan penjaga perdamaian internasional atas pembantaian tersebut, sementara Jenderal VJ Nebojša Pavković mengancam akan kembali mengerahkan pasukan Yugoslavia ke Kosovo jika Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat mengendalikan keadaan di daerah tersebut.[14]
^Krieger, Heike (2001), The Kosovo Conflict and International Law: An Analytical Documentation 1974–1999, Press Syndicate of the University of Cambridge, hlm. 62