Atas ke bawah, kiri ke kanan; Terumbu karang di Kepulauan Raja Ampat, Padang rumput di Lembah Kebar, Tambrauw; Sorong tampak dari laut; Burung mambruk; Pemandangan di Kepulauan Wayag, Raja Ampat
Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat Daya adalah wilayah yang dikenal sejak zaman dahulu karena memiliki pemerintahan tradisional yang dipimpin oleh 'Jaja' (tuan tanah). Lalu pemerintahan ini berkembang menjadi kerajaan tradisional dengan migrasi para 'Fun' (raja) suku Ma'ya dari Pulau Waigeo yang juga bersamaan dengan migrasi suku Biak di kepulauan ini. Pemerintahan tradisional di wilayah ini juga kemudian terpengaruhi oleh Kesultanan Bacan dan Kesultanan Tidore melalui hubungannya dengan Gurabesi (asal Biak) guna perluasan wilayah kesultanan Tidore dan pengadopsian sistem pemerintahan kolano (kerajaan) dan ditandai dengan diangkatnya empat orang raja yang disebut Kalano Muraha atau Kolano Ngaruha[12] yang dalam bahasa Melayu berarti "Raja Ampat".[13][14]
Keempat raja diangkat untuk membantu penarikan upeti dan hubungan dagang berbagai wilayah di pesisir Tanah Besar dengan Kesultanan Tidore. Berdasarkan cerita masyarakat yang dicatat Mansoben, Fun Giwar menjadi leluhur raja di Waigeo, Fun Malaban menjadi leluhur raja di Salawati, Fun Bis menjadi leluhur raja di Lilinta (Misool). Selanjutnya Tuimadahe diangkat menjadi raja di Waigama (Misool) yang keturunannya bersatu dengan keturunan 'Jaja' setempat asal suku Matbat. Sedangkan Fun Mo seorang suku Moi dari Sungai Malyat (terletak di sebelah selatan Kota Sorong) menjadi leluhur raja di Sailolof yang kemudian menikah dengan anak perempuan Raja Waigeo. Menurut masyarakat lokal, Waigama bukan merupakan salah satu dari 'Raja Ampat', sedangkan menurut Kesultanan Tidore, Sailolof bukan merupakan salah satu dari empat kerajaan yang dimaksud.[14]
Masa Kolonial
Traktor Caterpillar di jalan Kasim-Sele yang digunakan untuk eksplorasi migas tahun 1930-an
Kesultanan Tidore jatuh ke tangan Belanda di abad ke-17 sehingga seluruh kekuasaan Tidore termasuk Pulau Papua bagian barat dimasukkan ke wilayah Hindia Belanda. Pada masa Hindia Belanda, Papua dianggap memiliki nilai ekonomis yang kecil dibandingkan pulau lainnya sehingga cenderung dilupakan. Namun Pemerintah Belanda menyadari bahwa penjajahan Papua dapat mencegah bangsa Eropa lain mendekati pulau lainnya di Hindia Belanda yang mengganggu monopoli perdagangan terutama rempah-rempah di Kepulauan Maluku. Sampai akhir abad ke-19 komoditas utama di Papua adalah budak dan bulu cenderawasih.[15] Awal abad ke-20, bangsa Eropa mulai menemukan tanda-tanda potensi mineral di Papua. Tahun 1935, Nederlandsch Nieuw Guinee Petroleum Maatschappij (NNGPM) didirikan untuk melakukan eksplorasi migas. Akhirnya minyak berhasil ditemukan di berbagai tempat misalnya di Klamono dan Selat Sele (selat antara Pulau Papua dan Pulau Salawati), keduanya berada di wilayah Kabupaten Sorong.[16]
Pada awal abad ke-20, Belanda membagi Pulau Papua menjadi beberapa afdeeling. Salah satunya adalah Afdeeling Noord Nieuw Guinea (Nugini Utara) yang berpusat di Manokwari. Afdeeling tersebut dibagi menjadi beberapa onderafdeeling, salah satunya adalah onderafdeeling Sorong yang berpusat di Pulau Doom. Belanda kemudian membangun perkantoran, gereja dan pemukiman serta menata perkotaan di pulau ini sehingga menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan. Penduduk yang hidup di waktu itu menceritakan bagaimana Pulau Doom terang benderang di malam hari padahal Sorong masih gelap gulita.[17]
Pulau Doom di tahun 1955
Papua jatuh ke tangan Jepang di tahun 1942. Wilayah ini menjadi salah satu lokasi pertempuran pada Perang Dunia II. Tentara sekutu dibawah Jenderal Douglas MacArthur menerapkan strategi lompat pulau atau island hopping dengan memutus rantai logistik Jepang. Pasukan sekutu satu persatu menguasai pesisir utara Papua dimulai dari Jayapura, Biak, dan pulau-pulau selanjutnya hingga terakhir di Sausapor yang berada di Kabupaten Tambrauw. Sekutu mengirimkan mata-mata untuk mencari tempat yang cocok untuk mendarat dan kemudian pantai Sausapor dipilih. Sausapor yang pertahanannya lemah berhasil dikuasai oleh pasukan sekutu pada Operasi Globetrotter bulan Juli-Agustus 1944. Lapangan terbang kemudian dibangun di Sausapor sehingga menjadi markas sekutu untuk menyerang Maluku dan Filipina. Pasukan Jepang di Manokwari dan Sorong yang terputus dari unit lainnya melarikan diri ke hutan dan sembunyi hingga perang usai. Operasi Sausapor menandai bebasnya Papua dari Jepang. Sausapor sekarang banyak terdapat bekas peninggalan perang tersebut.[18]
Pasukan sekutu mendarat di Sausapor, Tambrauw bulan Juli 1944
Pasca Kolonial
Kepulauan Raja Ampat menjadi saksi dari berbagai pertempuran Indonesia dalam upaya operasi Trikora. Penyusupan pertama ke kepulauan Raja Ampat adalah usaha PG 200 pada 14 September 1961 berjumlah 39 orang dibawah Letnan Jamaluddin Nasution. Sayangnya Letnan Nasution beserta dua orang papua, Gerson Esuru (asal Kampung Warwasi, Arguni) dan Wos Rumaserang (keduanya dari Gerakan Pelarian Pemuda) gugur dalam usaha ini. Lalu pasukan PG 300, Komando kompi 191261 dibawah Letnan Nana yang berusaha menginfiltrasi Pulau Gag dalam usaha ini sekitar 29 warga lokal ikut bergabung komando ini, dan KI 191260 dibawah Serma Boy Thomas yang berasal dari Pulau Yu menuju ke Tanjung Dalpele di Pulau Waigeo setelah berhasil berlindung di Pulau Bala-Bala. Usaha ini dilanjutkan dengan PG 400 (anggota selamat KRI Macan Tutul) pimpinan Charles Papilaya dan PG 500 (mantan pemberontak Permesta) yang dipimpin oleh Jonkey Robert Komontoy yang berangkat dari Gebe menuju Waigeo. Di sana mereka berhasil bergabung dengan Herlina Kasim dan juga PG 200 yang sudah datang lebih dahulu. Keberadaan para pasukan ini di Waigeo hingga akhir konflik dengan perjanjian New York dikarenakan pasukan Belanda jarang mengunjungi wilayah ini.[19][20][21]
Pada akhirnya Pulau Papua berhasil dikuasai Indonesia di tahun 1963. Di tahun 1969, Pemerintah mulai menyusun pembagian administratif di wilayah ini. Bekas onderafdeeling Sorong diubah menjadi Kabupaten Sorong yang wilayah cakupannya mirip Provinsi Papua Barat Daya yang sekarang.[22] Pulau Doom yang lahannya sempit mulai ditinggalkan sedangkan Kota Sorong di daratan Pulau Papua lama kelamaan semakin ramai dan padat penduduk karena lokasinya yang strategis. Pulau Doom sekarang menjadi ibukota kecamatan Sorong Kepulauan sedangkan bangunan tua disana dipugar menjadi kantor pemerintah atau dibiarkan terbengkalai. Jumlah penduduk di Sorong juga bertambah dengan dibukanya program transmigrasi oleh pemerintah.[17][23] Karena Sorong semakin berkembang pesat, pemerintah daerah mengusulkan peningkatan status Sorong menjadi Kota Administratif yang kemudian disetujui Kementerian Dalam Negeri pada tahun 1996.
Tahun 1999, Kota Sorong diresmikan undang-undang dan berpisah dari Kabupaten Sorong.[24] Adanya otonomi daerah membuat jumlah kabupaten pemekaran meningkat pesat. Kabupaten Sorong lama kelamaan luasnya makin mengecil akibat pemekaran wilayah. Tahun 2002, Sorong Selatan dan Raja Ampat dimekarkan kemudian Maybrat dan Tambrauw dimekarkan pada tahun 2008. Usaha pemekaran Papua Barat Daya didasari atas konflik untuk penentuan ibukota Papua Barat masa itu antara Manokwari dan Sorong. 'Kubu Manokwari' beralasan Manokwari merupakan mnukwar (kampung lama), dikarenakan merupakan lokasi resident Belanda awalnya. Selain itu juga merupakan visi John Piet Wanane untuk mengembangkan Sorong Raya menjadi wilayah pemerintahan sendiri-sendiri sesuai dengan kelompok-kelompok etnik yang ada di wilayah itu, yang kemudian mempersiapkan dan mengkoordinir pemekaran di daerah Sorong Raya.[25] Seluruh bekas Kabupaten Sorong atau juga disebut Sorong Raya tersebut kemudian diresmikan dalam undang-undang menjadi Provinsi Papua Barat Daya pada tahun 2022.
Pemekaran di wilayah ini diwarnai banyak kontroversi. Di Kabupaten Maybrat terjadi perdebatan lokasi ibukota kabupaten, antara Kumurkek dan Ayamaru. Kumurkek didukung masyarakat Aifat sedangkan Ayamaru didukung masyarakat Ayamaru dan Aitinyo. Perebutan ibukota ini terjadi hingga Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa ibukota berada di Ayamaru pada tahun 2013. Perpecahan masyarakat masih terjadi, sehingga diadakan pertemuan antar masyarakat dan akhirnya disetujui bahwa ibukota berada di Kumurkek pada tahun 2019. Setelah terjadi pemindahan ibukota, masyarakat Ayamaru berencana memisahkan diri dengan membentuk Kabupaten Maybrat Sau.[26][27] Kontroversi lainnya adalah masalah pinjam kecamatan yang terjadi di Kabupaten Tambrauw. Setelah dibentuk, Kabupaten Tambrauw yang dimekarkan dari Sorong meminjam 4 kecamatan milik Kabupaten Manokwari. Mahkamah Konstitusi menyetujui perpindahan kecamatan tersebut di tahun 2013 yang berujung protes dari masyarakat. Masyarakat Kebar, Amberbaken, Mubrani, dan Senopi yang merasa dipindah paksa ke Tambrauw kemudian mendeklarasikan Kabupaten Manokwari Barat. Dengan adanya pemekaran Papua Barat Daya, masyarakat meminta agar 4 distrik yang kemudian menjadi 11 distrik ini menjadi Kabupaten Manokwari Barat dan dikeluarkan dari provinsi baru ini karena cenderung lebih dekat secara jarak dan adat dengan Manokwari dibandingkan Sorong dan merupakan wilayah adat suku Arfak. Namun hal ini belum terwujud sampai provinsi baru ini terbentuk.[28][29]
Papua Barat Daya disahkan menjadi Undang-undang pada 17 November 2022 oleh DPR dan diresmikan pada 9 Desember 2022 oleh Kemendagri. Pada hari peresmian, juga dilakukan pengangkatan Muhammad Musa'ad sebagai penjabat gubernur.
Papua Barat Daya memiliki keragaman dalam kelompok etnis didaerahnya. Papua Barat Daya sendiri termasuk ke dalam wilayah adat Doberai atau Domberai yang terdiri dari 52 suku.[35] Misalnya suku Moi atau Malamoi yang merupakan salah satu penduduk asli Kota dan Kabupaten Sorong serta suku Maybrat dengan berbagai sub-suku seperti Ayamaru, Aitinyo, dan Aifat yang berasal dari Kabupaten Maybrat dan Sorong Selatan.[36][37] Banyak tokoh terkenal berasal dari suku Ayamaru, seperti pesepakbola Indonesia Boaz Solossa dan Ricky Kambuaya.[38] Suku lainnya adalah suku Matbat di Kabupaten Raja Ampat, suku Abun, Miyah, Mpur, Tehit, dan suku Kokoda yang mayoritas beragama Islam.[39][40]
Papua Barat Daya memiliki sekolah unggulan yaitu SMA Averos Kota Sorong. Menurut Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi, Sekolah ini meraih peringkat tertinggi diantara seluruh sekolah di Pulau Papua berdasarkan Ujian Tertulis Berbasis Komputer tahun 2022. Bahkan di tahun itu hanya ada dua sekolah dari Papua yang masuk peringkat 1000 teratas dengan SMA Averos meraih peringkat 570 dari semua sekolah di seluruh Indonesia.[45][46]
Pariwisata
Kepulauan Raja Ampat
Pulau Wayag, Kepulauan Raja Ampat
Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian empat gugusan pulau yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua. Secara administrasi, gugusan kepulauan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat. Kepulauan ini didatangi penyelam yang tertarik dengan keindahan pemandangan bawah lautnya. Empat gugusan pulau yang menjadi anggotanya dinamakan menurut empat pulau terbesarnya, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati, dan Pulau Batanta.[7]
Kabupaten Konservasi Tambrauw
Hutan di Tambrauw
Bupati Tambrauw mendeklarasikan Kabupaten Tambrauw sebagai Kabupaten Konservasi melalui Peraturan Daerah tahun 2018. Sebagian besar wilayah Tambrauw terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, dan pesisir dengan berbagai macam flora dan fauna yang dilindungi. Masyarakat adat dengan budaya tradisionalnya memegang peran penting dalam menjaga wilayah konservasi tersebut.[47][48] Beberapa kawasan lindung di Tambrauw antara lain Cagar Alam Tambrauw Utara, Cagar Alam Tambrauw Selatan, Cagar Alam Pantai Sausapor, dan Taman Pesisir Jeen Womom.[48][49] Karena alamnya yang masih asri dan terjaga dengan baik, Tambrauw memiliki potensi ekowisata yang besar. Salah satunya adalah sebagai destinasi pengamatan burung.[10] Burung yang dapat ditemukan di Tambrauw antara lain cenderawasih, mambruk, kakatua, nuri dan kasuari. Fauna lainnya di Tambrauw misalnya walabi, kanguru pohon, kuskus, dan penyu belimbing.[48][50]
Kebudayaan
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
^"Sejarah Singkat". sorongkota.go.id. Pemerintah Kota Sorong. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-11-18. Diakses tanggal 2022-11-18.
^Suryawan, I. Ngurah (25-07-2022). "Terbentuknya "Kelompok Mencari": Dinamika Jaringan Perantara (Brokerage) dalam Pemekaran Daerah Papua Barat Daya". Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional. Unpar (edisi khusus papua): 67–81.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)