Museum Nasional Indonesia
Museum Nasional Indonesia atau yang sering disebut dengan Museum Gajah adalah sebuah museum arkeologi, sejarah, etnografi, dan geografi yang berada dibawah naungan Museum dan Cagar Budaya, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dan terletak di Jalan Merdeka Barat 12, Jakarta Pusat.[2][3] Museum ini merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara.[4] Sejarah![]() Pada tanggal 24 April 1778, para akademisi di Hindia Belanda dan sejumlah pejabat Pemerintah Hindia Belanda bersama-sama membentuk sebuah perhimpunan bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.[5] Perhimpunan ini didirikan dengan tujuan mencapai kemajuan ilmu pengetahuan melalui pengembangan museum.[6] J.C.M. Radermacher, ketua perkumpulan, menyumbang sebuah gedung yang bertempat di Jalan Kalibesar beserta dengan koleksi buku dan benda-benda budaya yang nanti menjadi dasar untuk pendirian museum.[7] Pada masa pemerintahan Inggris (1811-1816), Sir Thomas Stamford Raffles yang juga merupakan direktur dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen memerintahkan pembangunan gedung baru yang terletak di Jalan Majapahit No. 3. Gedung ini digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dahulu bernama "Societeit de Harmonie".) Lokasi gedung ini sekarang menjadi bagian dari kompleks Sekretariat Negara.[8] Pada tahun 1862, setelah koleksi memenuhi museum di Jalan Majapahit, pemerintah Hindia Belanda mendirikan gedung yang hingga kini masih ditempati. Gedung museum ini dibuka untuk umum pada tahun 1868.[9] Setelah kemerdekaan Indonesia, Lembaga Kebudayaan Indonesia yang mengelola menyerahkan museum tersebut kepada pemerintah Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 September 1962. Sejak itu pengelolaan museum dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mulai tahun 2005, Museum Nasional berada di bawah pengelolaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sehubungan dengan dipindahnya Direktorat Jenderal Kebudayaan ke lingkungan kementerian tersebut.[2] Museum Nasional juga dikenal sebagai Museum Gajah karena dihadiahkannya patung gajah berbahan perunggu oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada tahun 1871 yang kemudian dipasang di halaman depan museum.[10] Meskipun demikian, sejak 28 Mei 1979, nama resmi lembaga ini adalah Museum Nasional Republik Indonesia.[9] Pada malam hari tanggal 16 September 2023, terjadi kebakaran di bagian Museum Gedung Gajah yang menyebabkan atap dan dinding belakang bangunan roboh.[11] Pasca-kemerdekaanSetelah kemerdekaan Indonesia, pada bulan Februari 1950, lembaga ini berganti nama menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Pada tanggal 17 September 1962, lembaga ini diserahkan kepada pemerintah Indonesia dan dikenal dengan nama Museum Pusat. Melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 092/0/1979 tanggal 28 Mei 1979, namanya diubah menjadi Museum Nasional.[2] Pada kuartal terakhir abad ke-20, koleksi manuskrip dan literatur museum diserahkan kepada Perpustakaan Nasional Indonesia, sementara koleksi seni rupa, termasuk lukisan, dipindahkan ke Galeri Nasional.[12] Pada tahun 1977, sebuah perjanjian antara Indonesia dan Belanda menghasilkan pemulangan beberapa harta karun budaya ke Indonesia. Di antara harta karun yang dikembalikan adalah harta karun dari Lombok, naskah lontar Nagarakretagama, dan patung Prajnaparamita dari Jawa yang sangat indah. Benda-benda tersebut kini disimpan di Museum Nasional Indonesia.[13] Pada tahun 1980-an, ada kebijakan pemerintah untuk mendirikan museum negeri di setiap provinsi di Indonesia. Ide ini terwujud pada tahun 1995 ketika semua provinsi di Indonesia memiliki museum negeri. Sejak saat itu, semua temuan arkeologi yang ditemukan di setiap provinsi tidak harus dibawa ke Museum Nasional di Jakarta, tetapi disimpan dan dipajang di museum negeri yang terletak di ibukota provinsi.[14] Namun, ada pengecualian untuk beberapa temuan arkeologi yang sangat penting, seperti temuan Wonoboyo dari abad ke-10 dan arca Siwa dari perunggu.[15][16] Pada tahun 2007, sebuah gedung baru di sebelah utara gedung yang sudah ada dibuka, yang menampilkan banyak artefak dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Gedung baru ini, yang disebut Gedung Arca (Gedung Arca), menyediakan ruang pameran baru. Gedung lamanya bernama Gedung Gajah.[17] Pada tanggal 11 September 2013, empat artefak emas berharga dari masa kerajaan Mataram Kuno abad ke-10 dicuri dari museum.[18] Benda-benda tersebut pertama kali ditemukan di reruntuhan pemandian kerajaan kuno Jalatunda dan di candi-candi di lereng Gunung Penanggungan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Empat artefak yang hilang adalah sebuah plakat emas berbentuk naga, sebuah plakat emas berbentuk bulan sabit bertuliskan, dan satu plakat Harihara berwarna emas-perak, serta sebuah kotak kecil berwarna emas. Semua benda yang hilang tersebut dipajang bersama dalam sebuah etalase kaca yang terletak di dalam ruang arkeologi artefak dan harta karun emas di lantai dua Gedung Gajah (sayap lama).[19] Saat ini, terdapat dua bangunan utama di museum, yaitu Gedung A (Gedung Gajah atau sayap lama) di bagian selatan, dan Gedung B (Gedung Arca atau sayap baru) di bagian utara. Gedung ketiga, Gedung C, direncanakan sebagai perluasan untuk menampung dan melestarikan koleksi museum yang sangat banyak. Pada tahun 2017, Gedung Gajah atau sayap lama sedang direnovasi besar-besaran, sementara Gedung C sedang dalam tahap pembangunan.[20] Dalam kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada bulan Maret 2020, Raja Willem-Alexander dari Belanda mengembalikan keris Pangeran Diponegoro dari Yogyakarta ke Indonesia, yang diterima oleh Presiden Joko Widodo.[21] Diponegoro adalah pemimpin karismatik pemberontakan massal melawan pemerintahan kolonial Belanda di Jawa Tengah. Ia dikalahkan dan ditawan setelah berakhirnya Perang Jawa pada tahun 1830.[22] Kerisnya telah lama dianggap hilang, namun berhasil ditemukan setelah diidentifikasi oleh Museum Nasional Etnologi Belanda di Leiden.[23] Keris Jawa bertatahkan emas yang luar biasa ini sebelumnya disimpan sebagai bagian dari Koleksi Negara Belanda dan sekarang menjadi bagian dari koleksi Museum Nasional Indonesia.[24] Pada malam tanggal 16 September 2023, kebakaran terjadi di Gedung Gajah, menyebabkan atap dan dinding belakang gedung runtuh.[25] Pihak berwenang mengatakan bahwa setidaknya empat ruangan di gedung tersebut, yang menyimpan artefak-artefak prakolonial, hancur, dan api berhasil dikendalikan tanpa ada yang terluka dalam waktu beberapa jam.[26] Transformasi Badan Layanan Umum Museum dan Cagar BudayaSejak 2023, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Museum dan Cagar Budaya. Badan ini membawahi museum dan cagar budaya di Ditjen Kebudayaan.[27] Tugasnya adalah memfasilitasi sinergi antara pelestarian, pemanfaatan, dan pengelolaan koleksi melalui penelitian dan pengembangan demi meningkatkan kebermanfaatan bagi masyarakat.[28] Setidaknya ada 18 unit museum dan 34 cagar budaya milik pemerintah yang kini dikoordinasikan langsung melalui badan khusus ini.[29] BangunanDengan gaya Klasisisme, gedung Museum Nasional Republik Indonesia adalah salah satu wujud pengaruh Eropa, terutama semangat Abad Pencerahan, yang muncul pada sekitar abad 18.[30] Gedung ini dibangun pada tahun 1862 oleh pemerintah sebagai tanggapan atas perhimpunan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang bertujuan menelaah riset-riset ilmiah di Hindia Belanda.[31] Sayap baru ditambahkan pada tahun 1996 di sebelah utara gedung lama. Gedung ini disebut dengan Unit B atau Gedung Arca.[31]
Koleksi![]() ![]() Museum Gajah banyak mengoleksi benda-benda kuno dari seluruh Nusantara. Antara lain yang termasuk koleksi adalah arca-arca kuno, prasasti, benda-benda kuno lainnya dan barang-barang kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan ke dalam etnografi, perunggu, prasejarah, keramik, tekstil, numismatik, relik sejarah, buku langka dan benda berharga.[32] Catatan di website Museum Nasional Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa koleksi telah mencapai 109.342 buah.[33] Jumlah koleksi itulah yang membuat museum ini dikenal sebagai yang terlengkap di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah koleksi museum sudah melebihi 140.000 buah, meskipun hanya sepertiganya yang dapat diperlihatkan kepada khalayak.[34] Sebelum gedung Perpustakaan Nasional RI yang terletak di Jalan Salemba No. 27, Jakarta Pusat didirikan,[30] koleksi Museum Gajah juga meliputi naskah-naskah manuskrip kuno. Naskah-naskah tersebut dan koleksi perpustakaan Museum Gajah lainnya kini disimpan di Perpustakaan Nasional.[35] Sumber koleksi banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia Belanda dan pembelian. Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia di museum ini cukup lengkap.[30] Koleksi yang menarik adalah patung Bhairawa. Patung yang tertinggi di Museum Nasional ini (414 cm) merupakan manifestasi dari Dewa Lokeswara atau Awalokiteswara, yang merupakan perwujudan Boddhisatwa di Bumi.[36] Patung ini berupa laki-laki berdiri di atas mayat dan deretan tengkorak serta memegang cangkir terbuat dari tengkorak di tangan kiri dan keris pendek dengan gaya Arab di tangan kanannya.[32] Diperkirakan, patung yang ditemukan di Padang Roco, Sumatera Barat ini berasal dari abad ke 13 - 14.[37] Kehilangan koleksiKehilangan koleksi terjadi karena kebakaran yang terjadi pada hari Sabtu, 16 September 2023. Tercatat sebanyak 817 koleksi pra sejarah yang terletak di Gedung A terbakar dari total 194.000 koleksi.[38] Menurut Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta, Satriadi Gunawan, sumber kebakaran diduga berasal dari bedeng tempat para pekerja melakukan renovasi di bagian belakang museum.[39] Kebakaran ini menyebabkan api menjalar ke Gedung A, salah satu bangunan utama di kompleks Museum Nasional. Selain itu, dilaporkan adanya letupan dari sistem pendingin udara yang mempercepat penyebaran api, terutama di bagian belakang Gedung A1. Akibat kejadian ini, beberapa artefak berharga dan koleksi sejarah di dalam museum mengalami kerusakan.[40] Koleksi pameran repatriasiSetelah sempat ditutup akibat kebakaran, Museum Nasional Indonesia kembali dibuka untuk publik pada 15 Oktober 2024.[41] Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah berhasil melakukan repatriasi atau pemulangan kembali benda cagar budaya dari Belanda sejak tahun 1949.[42] Ada sembilan arca dari masa Kerajaan Singosari, salah satunya arca Nandi tersenyum. Nandi adalah kendaraan Dewa Siwa sekaligus penjaga kediaman Siwa, yang dalam Bahasa Sansekerta berarti kebahagiaan atau kepuasan.[43] Selama ini Indonesia belum pernah mengoleksi Nandi dengan keadaan tersenyum dan memiliki bagian-bagian tubuh yang lebih lengkap dibandingkan arca sebelumnya.[44] Ada pula Arca Brahma bertangan empat. Selama ini, Brahma dikenal memiliki dua tangan.[43] Koleksi lainnya adalah arca Prajnaparamita, yang melambangkan sosok dewi kebijaksanaan, dan dikenal sebagai dewi yang paling cantik paras serta bentuk tubuhnya. Terdapat juga arca Ganesha dari abad 1970.[44] Di lantai dua, terdapat koleksi perhiasan dari masa kerajaan Lombok, selain itu juga beberapa koleksi jarahan Belanda dari Puputan (perang) Badung, Klungkung, dan Tabanan, Bali.[45] Pameran Wajah NusantaraGedung A berfungsi sebagai area Pameran Wajah Nusantara. Pengunjung dapat memindai wajah dengan teknologi kecerdasan artifisial atau AI untuk melihat kemiripan dengan suku-suku yang menempati wilayah Sabang hingga Merauke.[42] Di gedung A bagian selasar selatan, ada koleksi dari Mataram Kuno abad ke-8 dan 9, sedangkan di selasar utara ada koleksi dari Kerajaan Majapahit pada abad 10-15. Ada 30 arca yang ditampilkan di gedung A.[44] Muruah IndonesiaDi Gedung B, pengunjung dapat melihat koleksi “Muruah Indonesia”, menceritakan tentang perjuangan Bangsa Indonesia saat kemerdekaan.[44] Melihat konservator bekerjaDi gedung C, pengunjung dapat merasakan langsung pengalaman para konservator bekerja. Terdapat laboratorium terbuka yang dapat diakses oleh masyarakat umum. Publik juga dapat melihat pameran kontemporer yang dilengkapi dengan fasilitas digital di gedung C.[46] KegiatanMuseum Nasional Indonesia mengadakan kegiatan lain selain menyajikan koleksi seperti melaksanakan pembuatan rancangan pameran benda bernilai budaya berskala nasional.[47] Kegiatan lain yang diadakan di Museum Nasional Indonesia meliputi ceramah, penelitian lapangan, dan penerbitan.[48] Pada awal tahun 2019, @serrum_studio dan @spektakel.id mengadakan Ramai Damai Festival di. Kegiatan yang diselenggarakan selama dua hari ini, 9 sampai 10 Februari, berisi talkshow dan penampilan musik.[49] Kegiatan yang cukup besar yang dilaksanakan di Museum Nasional pada 2018 adalah Festival Panji Internasional. Festival Panji Internasional dilaksanakan pada 27 Juni hingga 13 Juli 2018 di delapan kota di Indonesia (Denpasar, Surabaya, Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Yogyakarta, dan Jakarta). Museum Nasional menjadi tempat pelaksanaan di Jakarta sekaligus tempat pembukaan kegiatan ini.[49] Terdapat juga pameran-pameran khusus seperti pameran ImmersivA, dimana museum menampilkan sejarah, alam, masyarakat dan budaya Indonesia secara imersif, dengan cara menayangkan cuplikan berdurasi 30 menit mengenai segala aspek keindahan manusia dalam 360°, yang tercapai dengan menampilkan video dari layar-layar yang ditempatkan di seluruh ruangan, termasuk pada lantainya.[50] Ada pula pameran temporer “Menabuh Nekara, Menyiram Api” yang mengisahkan tentang penyelamatan koleksi-koleksi Museum Nasional terdampak kebakaran berisi data tentang jumlah koleksi terdampak, mulai dari yang berhasil hingga tak dapat diselamatkan.[46] Angkutan umum
Lihat pulaReferensi![]() Wikimedia Commons memiliki media mengenai National Museum (Indonesia).
Pranala luar
|