Drs. Mardanas Safwan (1 Maret 1938 – 14 Februari 2006) adalah sejarawan Indonesia. Sepanjang hidupnya ia telah banyak meneliti dan menulis buku-buku sejarah Indonesia.
Kehidupan awal
Mardanas merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Ayahnya bernama Safwan Datuk Mangkudun. Sejak kecil ia ulet membantu kebutuhan hidup keluarga dengan berdagang menyusupkan rokok dan kebutuhan rumah tangga pada masa penjajahan Jepang, dari Bukittinggi ke kampung halaman di Magek, Agam.[1]
Karier
Pada saat bertugas di Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera Barat, ia membuat buku pegangan yang menjadi muatan lokal atau mata pelajaran bagi siswa SMP dan SMA se-Sumatera Barat yaitu Alam Budaya Minangkabau.[1]
Sepanjang hidupnya, tidak kurang dari 86 judul buku sejarah dan biografi pahlawan yang ditulis oleh Mardanas Safwan.[2][3]
Mardanas Safwan mendapat penghargaan sebagai 100 Authors Productivity dari Universitas Leiden, Belanda. Penghargaan diterima oleh rekannya sesama penulis, Sutrisno Kutoyo.
Mardanas Safwan bekerja sebagai dosen. Setelah pensiun, ia masih tetap aktif menulis. Kini beberapa karya tulisannya sudah tidak lagi ada di Indonesia dan tersimpan di Universitas Leiden.[1]
Kehidupan pribadi
Mardanas Safwan menikahi Dra. Izarwisma Mardanas yang juga seorang peneliti sejarah. Salah seorang anaknya bernama Dr. Prima Idwan Mariza, S.H., M.Hum. bekerja sebagai jaksa.[1] Prima menjadi Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sejak 2021.[4]